Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
E. Perkara-Perkara yang Membatalkan Mengusap Khuf
Mengusap khuf batal dengan perkara-perkara
berikut (Fathul Qadir, jilid 1 halaman 105 dan seterusnya; Al-Bada'i,
jilid 1 halaman 12 dan seterusnya; Ad-Durrul Mukhtar, jilid 1 halaman
254-256; Muraqil Falah, halaman 22; Asy-Syarhush Shaghir, jilid 1
halaman 156; Asy-Syarhul Kabir, jilid l halaman 145-147; Mughnil
Muhtaj, jilid 1 halaman 68; Al-Muhadzdzab, jilid l halaman 22; Al-Mughni
jilid l halaman 287; Karysyaful Qina', jilid 1 halaman 136 dan seterusnya).
Pertama, semua perkara yang membatalkan wudhu dapat membatalkan mengusap khuf,
karena ia adalah sebagian dari wudhu. Selain itu, ia adalah pengganti wudhu.
Oleh sebab itu, ia batal dengan perkara yang membatalkan asalnya. Dengan hal
itu, wajib bagi dia mengambil wudhu dan mengusap lagi jika jangka waktu untuk
mengusap masih ada. Jika jangka waktunya telah habis, maka dia hendaklah
berwudhu dan membasuh kedua kakinya.
Kedua, junub atau
sejenisnya. Jika seorang yang mengusap khuf junub atau terjadi sesuatu
yang mewajibkan mandi seperti haid, dalam waktu untuk
mengusap, maka batal kebolehan mengusap, dan dengan itu dia wajib membasuh
kedua kakinya. Jika dia masih mau mengusapnya, maka dia hendaklah memakainya
kembali. Ini dapat dipahami dari hadits Shafwan bin Assal yang telah disebutkan
sebelum ini, bahwa "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan kami jika kami dalam musafir agar tidak membuka khuf kami selama
tiga hari tiga malam, melainkan disebabkan junub." Hal-hal lain yang
sama kedudukannya adalah seperti haid, nifas, melahirkan, dapat diqiyaskan
dengan junub tersebut.
Ketiga, membuka salah satu dari kedua khuf ataupun kedua-duanya. Walaupun ia
terjadi disebabkan sebagian besar dari kaki telah terbuka ke bagian betis khuf
maka tindakan membuka itu membatalkannya, karena tempat yang diusap telah
terpisah dari kedudukannya. Untuk sebagian
besar adalah sama hukum dengan keseluruhan. Dalam keadaan
ini, jumhur selain ulama madzhab Hambali berpendapat wajib membasuh kedua kaki.
Karena, kesucian kedua kaki dibatalkan, sebab menurut hukum asal kedua kaki adalah
wajib dibasuh, mengusap hanya merupakan pengganti. Karena itu apabila hilang
hukum pengganti, maka hendaklah kembali kepada asalnya, seperti dalam hukum
tayamum setelah mendapat air. Tidak mencukupi kalau hanya membasuh sebelah kaki
yang terlepas khuf saja, tetapi wajib membasuh kedua belah kaki. Karena,
mengumpulkan di antara membasuh dengan mengusap adalah tidak boleh. Dalam kasus
membuka khuf bagian luar (jurmuq), ulama madzhab Maliki
berpendapat hendaklah segera mengusap kedua khuf yang di dalam,
sebagaimana yang ditetapkan dalam syarat muwalah seperti yang telah
diterangkan.
Keempat, terbuka sebagian dari kaki karena tersingkap atau terbukanya tali pengikat
dan sebagainya. Ulama madzhab Syafi'i dan Hambali berpendapat bahwa sebab-sebab
tersebut membatalkan wudhu. Menurut ulama madzhab Hanafi, wudhu batal apabila terbuka
sekadar tiga jari kaki. Menurut ulama Maliki, wudhu menjadi batal apabila khuf-nya
terkoyak atau terbuka jahitannya sebesar sepertiga dari bagian kaki, baik itu khuf-nya
terbuka langsung ataupun bertaut, ataupun kurang dari ukuran tersebut apabila
terbuka dan terlihat kaki. Sebaliknya, tidak batal jika ia bertaut dan melekat
di antara satu sama lain. Seandainya tempat yang terbuka itu terlalu kecil,
yang mana basah air yang ada di tangan pada waktu mengusap tidak dapat sampai
ke kaki yang berada di sebaliknya, maka tidak menjadi apa-apa.
Kelima, apabila sebagian besar dari salah satu kaki yang di dalam khuf dibasahi
air, meskipun khuf itu bagus. Menurut pendapat yang shahih di kalangan
ulama madzhab Hanafi, keadaan ini membatalkan usapan, sama seperti jika semua
kaki menjadi basah. Oleh sebab itu, wajib membuka khuf dan membasuh
kedua kaki untuk menghindari berkumpulnya mengusap dan membasuh, karena
mengusap sebelah kaki dan membasuh sebelah yang lain adalah tidak boleh.
Keenam, habis jangka waktu masa, yaitu apabila berakhir sehari semalam untuk yang
bermukim dan tiga hari tiga malam bagi yang musafir. Hal ini adalah karena
hadits-hadits yang berkaitan dengan mengusap khuf dari Ali, Khuzaimah,
dan Shafwan menetapkan jangka waktu masa demikian.
Dalam keadaan ini dan tiga keadaan sebelumnya,
menurut pendapat ulama madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi'i yang rajih bahwa berdasarkan
usapannya telah membersihkan kaki, maka dia hanya perlu membasuh kedua kakinya
saja, tanpa harus mengulangi keseluruhan wudhu. Karena, dia dihitung masih berwudhu.
Kejadian tersebut hanya melibatkan khuf saja ataupun membatalkan kesucian
kedua kakinya saja. Sebab, pada asalnya kedua kaki boleh dibasuh, dan mengusap khuf
merupakan penggantinya. Maka apabila hukum pengganti batal, boleh kembali
kepada hukum asalnya, sama seperti dalam masalah tayamum setelah mendapatkan
air.
Ulama madzhab Hanafi memberi pengecualian untuk
keadaan darurat, yaitu takut kehilangan kaki disebabkan dingin. Dalam keadaan ini,
khuf tidak perlu dibuka, tetapi boleh terus diusap sehingga keadaan
tersebut berakhir. Pengecualian ini diberikan tanpa batas waktu, hanya saja
mengusap khuf dalam keadaan ini diperbolehkan dengan meratakan usapan ke
seluruh khuf, sebagaimana mengusap di atas perban atau balutan.
Menurut pendapat ulama madzhab Hambali, setelah
jangka waktu masa mengusap berakhir ataupun khuf dibuka, maka wajib
bersuci (mengambil wudhu) semula. Karena, wudhu adalah suatu ibadah yang
menjadi batal dengan sebab hadats. Ia menetapi hukum batal secara
keseluruhannya apabila terjadi pembatalan pada sebagian darinya, seperti halnya
shalat. Dengan kata lain, hadats tidaklah boleh dibagi-bagi. Oleh sebab itu, apabila
jangka waktu masanya berakhir atau apabila khuf dibuka, maka hadats
kembali lagi kepada anggota yang diusap khuf untuk pengganti dari
membasuhnya, maka hadats itu akan melebar ke anggota-anggota wudhu yang lain.
Dengan demikian, wajiblah mengambil wudhu lagi, walaupun dalam jarak waktu yang
sebentar.
Kesimpulan
Perkara-perkara yang membatalkan usapan menurut
ulama madzhab Hanafi ada empat perkara, yaitu semua perkara yang membatalkan wudhu,
terbukanya khuf walaupun dengan hanya terkeluar sebagian besar kaki ke
bagian betis khuf. Sebagian besar dari salah satu kaki yang di dalam khuf
dibasahi air, dan berakhirnya jangka waktu masa yang ditentukan dengan
syarat. Jika tidak, dikhawatirkan akan menyebabkan kehilangan kaki akibat kedinginan.
Karena, dalam hal ini seseorang boleh mengusap hingga keadaan itu tidak ada.
PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########