Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
9. MENJAWAB SERUAN ADZAN DAN IQAMAH
Menurut pendapat yang rajih di kalangan ulama
Hanafi, wajib menjawab bagi orang yang mendengar adzan dan sunnah bagi yang mendengar
iqamah. Ulama yang lain mengatakan bahwa sunnah menjawab bagi orang yang
mendengar adzan ataupun iqamah dengan mengucapkan seperti yang diucapkan oleh
orang yang melakukan adzan dan iqamah itu, yaitu dua kali selepas setiap jumlah
kecuali pada (حي على الصلاة) dan (حي على الفلاح). Pada kedua kalimat ini hendaklah dijawab dengan (لا حول ولا قوة إلا بالله) yang maknanya adalah
“tiada daya untuk menghindari maksiat kepada
Allah Ta’ala kecuali dengan bantuan Allah, dan tiada
kekuatan untuk taat kepada-Nya kecuali dengan pertolongan dari-Nya,” seperti yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud.
Adapun dalam tatswib hendaklah dijawab dengan
(صدقت وبررت). Jawaban tersebut hendaklah dengan ucapan
lisan. Inilah pendapat yang zahir menurut ulama Hanafi (Al-Bada'i jilid 1
halaman 155; Fathul Qadir jilid 1 halaman 173; Ad-Durrul Mukhtar
jilid 1 halaman 267 dan seterusnya; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman
253; Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 196; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman
48; Al-Majmu' jilid 2 halaman 124; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman
40 dan seterusnya; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 58; Kasysyaful Qina'
jilid 1 halaman 284 dan seterusnya; Al-Mughni jilid 1 halaman 426-428).
Sebagian ulama Hanafi mengatakan bahwa jawaban
adzan hendaklah diucapkan ketika berjalan menuju ke tempat shalat. Pendapat ini
diperselisihkan karena bertentangan dengan anjuran shalat pada awal waktu di
masjid.
Golongan ulama Maliki menganggap cukup jika
pendengar hanya menjawab sampai pengujung dua kalimat syahadat saja, meskipun untuk
shalat sunnah. Adalah makruh bagi orang yang adzan membalas adzannya sendiri (ini
menurut pendapat yang rajih, lagi masyhur dan mu'tamad). Demikian juga dia
tidak perlu menjawab (الصلاة خير من النوم) dan juga (صدقت وبررت) yang artinya semoga kamu menjadi orang yang mempunyai banyak
kebaikan dan kebajikan. Kecuali semasa iqamah, maka dianjurkan sesudahnya
mengucapkan (أقامها الله وأدامها).
Dalil yang mengatakan bahwa adzan wajib dijawab
adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Sa'id bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Apabila kamu mendengar seruan adzan, hendaklah kamu membaca
seperti yang dibaca oleh orang yang beradzan.” Muttafaqun ‘alaihi.
Diriwayatkan oleh banyak sahabat, termasuk Abu Hurairah, Amru ibnul Ash, anaknya,
dan Ummu Habibah. Imam Muslim dan Abu Dawud juga meriwayatkan dari Umar tentang
bagaimana menjawab adzan (Nailul Authar jilid 2 halaman 51, 53).
Menurut pendapat ulama Maliki, apa yang dapat
dipahami dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Apabila
kamu mendengar seruan adzan” adalah walaupun hanya mendengar sebagian saja,
ditambah lagi apabila kita perhatikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah, “Hendaklah kamu membaca seperti yang dibaca (يقول) oleh orang yang beradzan.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berkata, “Seperti yang telah dia baca
(قال).”
Menurut pendapat Syeikh Wahbah Zuhaili,
tafsiran seperti ini adalah tafsiran yang dipaksakan dan salah. Pada zahirnya, arti
dari hadits tersebut adalah seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama Maliki, yaitu
hendaklah menjawab adzan semuanya. Menurut ulama Hanafi, lafaz perintah (amar)
dalam hadits tersebut menunjukkan kepada kewajiban, sedangkan pendapat ulama
yang lain mengatakan sunnah, sama seperti perintah supaya berdoa setelah
shalat.
Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat Umar
tentang kelebihan membaca mengikuti apa yang dibaca oleh orang yang adzan. Kalimat
demi kalimat kecuali pada kalimat (حي على الصلاة – حي على الفلاح), maka hendaknya dia membaca (لا حول
ولا قوة إلا بالله). (Subulus Salam jilid 1 halaman
126)
Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari sahabat Anas radhiyallahu
‘anha. Di antara sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah apabila orang yang adzan shubuh membaca (حي على
الفلاح) maka beliau membaca (الصلاة خير من النوم)
Imam Abu Dawud juga meriwayatkan dari sebagian
sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Bilal melakukan
iqamah. Dan apabila dia membaca (قد قامت الصلاة) maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun
menjawab (أقامها الله وأدامها).” (Subulus Salam jilid
1 halaman 120)
Mengenai tatswib, terdapat juga khabar seperti
yang dikatakan oleh Ibnu Ar-Rifah, tetapi tidak diketahui siapa yang
mengatakannya.
Bagi orang yang sedang membaca, meskipun membaca
Al-Qur'an, disunnahkan menghentikan bacaannya supaya dia dapat mengucapkan seperti
apa yang dibaca oleh muadzin atau orang yang iqamah. Karena jika dia tidak berbuat
demikian, ia akan terlewat dari mendengarkan adzan dan iqamah. Sedangkan
kegiatan membaca dapat dilakukan kemudian.
Tetapi jika dia mendengar adzan ketika
melakukan shalat, maka dia tidak boleh membaca seperti orang yang beradzan,
supaya shalatnya tidak dilalaikan oleh perkara lain. Telah diriwayatkan bahwa, “Shalat
adalah suatu kesibukan.”
Atas dasar itu semua, maka menurut ulama Hanafi,
ketika adzan atau iqamah, seseorang seharusnya tidak bercakap-cakap atau melakukan
kerja lain.
Menurut jumhur ulama, semua orang yang mendengar
adzan hendaklah menjawabnya, meskipun dia seorang yang junub, haid, nifas, sedang
thawaf fardhu ataupun thawaf sunnah. Bahkan, seseorang yang melakukan jimak hendaknya
menjawab selesai persetubuhan. Begitu juga sesudah buang air dan sesudah shalat,
selagi tidak ada jarak waktu pemisah yang lama dengan adzan.
Menurut ulama Hanafi, orang yang seharusnya
menjawab adzan adalah siapa saja yang mendengar adzan, walaupun dia seorang yang
sedang dalam keadaan junub. Tetapi bagi orang yang dalam keadaan haid, nifas,
orang yang sedang mendengar khotbah, atau sedang shalat jenazah, semasa
bersetubuh, sedang dalam bilik air, sedang makan, mengajar sesuatu ilmu dan
belajar, tidak perlu menjawab adzan. Tetapi orang yang sedang membaca Al-Qur'an
hendaklah menjawab. Sebab, masih ada waktu lain untuk membaca Al-Qur'an, dan mengulangi
bacaan Al-Qur'an akan mendapat pahala.
Menurut ulama Hanafi, ketika mendengar adzan
disunnahkan berdiri. Yang lebih baik lagi adalah bagi orang yang sedang
berjalan, hendaklah berhenti supaya dapat menjawab di satu tempat saja.
Hendaklah orang yang mendengar adzan, baik
semuanya ataupun hanya sebagian, menjawab adzan tersebut. Jika seseorang tidak mendengarnya
karena jauh atau karena tuli, maka dia tidak disunnahkan menjawab.
Adzan yang sudah selesai dikumandangkan, tetap
perlu dijawab jika jarak waktunya belum lama. Tetapi jika jarak waktunya sudah lama,
maka ia tidak disunnahkan untuk menjawab lagi (Raddul Mukhtar jilid 1 halaman 368; Mughnil
Muhtaj jilid 1 halaman 140).
Jika adzan diulang lagi, hendaklah yang dijawab
yang pertama saja, baik adzan itu dilakukan di masjid ataupun di tempat lain. Keterangan
ini disebut oleh pengarang kitab Ad-Durrul Mukhtar. Meskipun demikian,
Ibnu Abidin mengatakan, “Apa yang jelas bagi saya adalah jawaban adzan
hendaklah dibuat untuk semuanya (kedua adzan) dengan melafalkannya, karena
memang ada sebab yang berulang yaitu mendengar.”
Pendapat ini juga dipegang oleh sebagian ulama
Syafi'i. An-Nawawi berkata dalam kitabnya, Al-Majmu', “Jika seseorang mendengar
orang membaca adzan selepas adzan yang lain, maka menurut pendapat yang
terpilih fadhilah menjawab adzan berlaku pada semua adzan tersebut. Tetapi,
adzan yang pertama itu lebih dikehendaki untuk dijawab dan makruh tidak
menjawabnya.” (Raddul Mukhtar jilid 1 halaman 369; Mughnil
Muhtaj jilid 1 halaman 140)
Menurut golongan ulama Syafi'i apabila seseorang
masuk masjid, sewaktu petugas adzan mengumandangkan adzan, maka dia tidak boleh
melakukan shalat sunnah tahiyatul masjid atau lainnya, dia hendaklah
menjawabnya sambil berdiri hingga adzan selesai. Hal ini dimaksudkan supaya
pahala menjawab adzan dan pahala tahiyatul masjid dapat diperoleh semua.
Menurut ulama Hanafi dan Hambali, apabila seseorang
masuk ke dalam masjid ketika petugas adzan sedang iqamah, hendaklah dia duduk
sehingga imam menuju ke tempat shalatnya (mihrab).
PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments