BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

MENGUSAP DI ATAS SERBAN

Ulama madzhab Hanafi berpendapat (Muraqil Falah halaman 23; Fathul Qadir jilid 1 halaman 109; Al-Lubab jilid 1 halaman 45 dan seterusnya),  mengusapkan air atau debu di atas serban, peci, penutup muka, dan sarung tangan adalah tidak sah, karena hukum mengusap khuf ditetapkan secara menyalahi qiyas. Oleh sebab itu, ia tidak dapat disamakan dengan yang lain.
Ulama madzhab Hambali berpendapat (Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 126, 134 dan seterusnya; Al-Mughni jilid 1 halaman 300-304), lelaki yang mengambil wudhu kemudian dia memakai serban dan setelah itu dia berhadats, maka dia boleh mengusap ke atas serbannya. Ini berdasarkan kenyataan Amru bin Umayyah Ad-Damiri yang maksudnya, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap di atas kain serbannya dan juga di atas khuf-nya.” Riwayat Ahmad, Al-Bukhari dan Ibnu Majah.
Al-Mughirah bin Syu'bah menyatakan, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu dan Rasul mengusap di atas kedua khuf-nya dan serbannya.” Riwayat Muslim, At-Tirmidzi dan dianggapnya shahih.
Bilal menyebutkan bahwa, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengusap ke atas dua khuf-nya dan juga penutup kepalanya.” Riwayat al-jama’ah kecuali Al-Bukhari dan Abu Dawud (Nailul Authar jilid 1 halaman 164).         
Hukum boleh mengusap serban ini adalah pendapat yang dipegang oleh Abu Bakar, Umar,Anas, Abu Umamah. Al-Khallal meriwayatkan bahwa Umar telah berkata, "Barangsiapa tidak pernah menyucikan dirinya dengan mengusap ke atas serban, maka Allah tidak menyucikannya.”
Yang harus dan wajib adalah mengusap sebagian besar dari serban, karena ia sebagai penganti seperti khuf. Yang harus diusap adalah bagian sekelilingnya bukan di tengah-tengahnya,
karena ia seperti telapak khuf. Bagian yang biasanya dibuka tidak perlu diusap bersamanya, karena serban ini adalah pengganti pada kepala. Oleh sebab itu, kebutuhan telah beralih kepadanya dan hukum tersebut telah berbungan dengannya. Mengusap peci tidaklah diperbolehkan. Adapun mengusap serban adalah sah dengan beberapa syarat.
Pertama, hendaklah ia berupa serban yang mubah dan tidak haram, seperti serban yang dirampas ataupun yang dibuat dari sutra.
Kedua, hendaklah ia dipakai secara dililitkan di bawah dagu sekali atau dua kali lilitan saja, baik ia mempunyai ekor atau tidak. Karena, itulah cara serban Arab dipakai. Ia sulit dibuang serta akan memberikan perlindungan yang lebih. Kain serban juga mungkin mempunyai ekor, yaitu ujungnya yang dibiarkan menjulur ke bawah. Membiarkan ujung serban terurai adalah amalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Umar menyatakan bahwa Rasul memakaikan
Abdurrahman dengan serban hitam dan Rasul membiarkan ujung serban itu labuh ke belakangnya kira-kira empat jari. Kain serban yang dipakai secara berselimut tidak boleh diusap, karena ia bukan merupakan bentuk serban yang dipakai di kalangan orang Islam. Di samping mudah untuk membukanya, ia juga seperti topi.
Ketiga, hendaklah serban itu dipakai oleh lelaki, bukan oleh seorang wanita. Seorang wanita dilarang untuk menyerupai lelaki, karena wanita tidak boleh mengusap serban, meskipun dia memakainya karena terlalu dingin ataupun sebagainya.
Keempat, hendaklah serban tersebut menutupi bagian anggota yang biasanya tidak dibuka, seperti bagian depan kepala, dua telinga, dan bagian pinggir kepala.
Ulama madzhab Maliki berpendapat (Asy-Syahul Kabir jilid 1 halaman 163; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 203 dan seterusnya), boleh mengusap serban yang dikhawatirkan akan menyebabkan kemudharatan jika membuangnya, di samping tidak mampu untuk mengusap kopiah atau sebagainya, yang dibaluti dengan serban. Jika dia mampu mengusap sedikit kepala, maka hendaklah berbuat demikian dan menyempurnakan usapan di atas serbannya.
Ulama madzhab Syafi'i berpendapat, tidak boleh hanya mengusap serban saja. Hal ini berdasarkan hadits Anas yang telah disebutkan sebelum ini, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu di mana Rasul memakai serban buatan Qatar. Rasul memasukkan tangannya ke bawah serban, lalu mengusap bagian depan kepalanya tanpa menguraikan serbannya itu.” Riwayat Abu Dawud, Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanadnya ada masalah (Nailul Authar jilid 1 halaman 157).
Selain itu, Allah telah mewajibkan mengusap di atas kepala, sedang hadits-hadits yang berkaitan dengan mengusap serban masih dapat dibuat andaian. Oleh sebab itu, tidak boleh menukarkan hukum yang memang jelas-jelas yakin kepada yang masih menerima andaian. Mengusap serban bukanlah mengusap di atas kepala.
Asy-Syaukani berpendapat (Nailul Authar jilid 1 halaman 166), terdapat hadits yang jelas yang menyebut tentang mengusap kepala saja, yaitu menyebut mengusap serban saja dan juga yang menyebut tentang usapan kedua sekali. Hadits-hadits tersebut merupakan hadits shahih dan sah. Dengan demikian, membatasi kebolehan kepada sebagian yang disebut oleh hadits tanpa alasan adalah tidak adil.

PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)