BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


8. HUKUM TEMPAT MANDI PANAS UMUM

Ulama Syafi'i dan Hambali menjelaskan beberapa hukum berkaitan dengan tempat mandi dan adab-adab ketika memasukinya. Hukum-hukum tersebut yaitu (Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 76; Al-Mughni jilid 1 halaman 230-233; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 181; Al-Fatawa Al-Hindiyah jilid 5 halaman 373 dan berikutnya):


A. Tempat Mandi yang Terbaik

Tempat mandi yang terbaik adalah tempatnya yang tinggi, airnya nyaman, tidak terlalu panas, ruangannya sederhana, dan bangunannya tahan lama.

B. Membangun Tempat Mandi dan yang Semacamnya

Hukum membangun, menjual, dan membeli tempat mandi adalah makruh menurut pendapat Imam Ahmad. Hal ini karena ia menyangkut masalah pembukaan aurat serta memandangnya, juga menyangkut masalah masuknya wanita ke dalamnya. Dia berpendapat orang yang membangun tempat mandi untuk wanita tergolong di kalangan orang yang tidak adil. Sebagian ulama mengkhususkan hukum makruh ini jika dilakukan di negeri-negeri yang tidak berhawa dingin.
Ulama Hambali berpendapat, pekerjaan yang berhubungan dengan tempat mandi dan juga mencukur rambut adalah makruh.

C. Memasuki Tempat Mandi

Kaum lelaki boleh memasuki ruang mandi panas dan mereka wajib menghindari memandang hal-hal yang haram dilihat, serta wajib menjaga aurat mereka supaya tidak terbuka di hadapan orang yang tidak boleh memandangnya, Begitu juga pada waktu selain waktu mandi, karena Ibnu Abbas diriwayatkan pernah masuk ruangan mandi yang terdapat di Juhfah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga diriwayatkan pernah memasukinya. Begitu juga diriwayatkan, bahwa Khalid ibnul Walid pernah memasukinya.
Sekiranya seseorang itu khawatir tidak akan terlepas dari melihat aurat atau orang akan melihat auratnya, maka masuk ke tempat tersebut adalah makruh. Karena, dia tidak dapat terelak dari melakukan perkara yang dilarang, disebabkan membuka aurat dan memandang aurat adalah haram berdasarkan hadits Bahz bin Hakim yang telah disebutkan sebelum ini, pada permulaan bab mandi, "Jagalah auratmu kecuali terhadap istrimu dan hamba sahaya yang menjadi milikmu." Diriwayatkan oleh Imam yang lima (Nailul Authar jilid 1 halaman 62).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Lelaki tidak boleh memandang aurat lelaki lain. Perempuan juga tidak boleh melihat aurat perempuan lain."
"Jangan kamu berjalan dengan bertelanjang." Kedua-duanya diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah juga meriwayatkannya dari Ali dengan lafaz, “Janganlah kamu membuka kedua pahamu dan janganlah memandang ke arah paha orang yang hidup ataupun orang mati.” (Nailul Authar jilid 2 halaman 62)
"Paha itu adalah aurat.” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu Abbas (Nailul Authar jilid 2 halaman 63).
Memasuki tempat mandi panas umum tanpa bersarung (penutup aurat) adalah haram. Hal ini berdasarkan sabda Nabi. "Siapa di kalangan koum lelaki dari umatku yang beriman kepada Allah Ta’ala dan Hari Akhir, maka ia tidak akan memasuki tempat mandi panas tanpa bersarung. Wanita-wanita yang beriman kepada Allah Ta’ala dan Hari Akhir, maka ia tidak akan memasuki tempat mandi itu.” Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Hurairah.
"Adalah haram bagi lelaki memasuki tempat mandi panas umum kecuali dengan bersarung.” Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Al-Hakim dari Jabir.       
"Sesungguhnya apabila lelaki memasuki ruang mandi dengan bertelanjang, maka kedua malaikatnya akan melaknatinya.” Dinaqalkan oleh Al-Qurtubi dalam tafsirnya sewaktu menjelaskan firman Allah, “Mereka adalah makhluk yang mulia (di sisi Allah), lagi ditugaskan menulis (amal-amal kamu). Mereka mengetahui apa yang mereka lakukan.”
Bagi kaum wanita, dimakruhkan memasuki ruang mandi umum apabila tidak mempunyai
sebab seperti haid, nifas, sakit atau dia perlu mandi, namun dia sebenarnya bisa melakukannya di rumahnya sendiri, Hal ini berdasarkan hadits, "Wanita-wanita yang melepaskan pakaiannya di luar rumahnya, maka ia telah merusak hubungan di antaranya dengan Allah Ta’ala." Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dia mengakuinya sebagai hadis hasan dari Aisyah.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Negeri-negeri asing akan dibuka untuk kalian, dan kalian akan mendapati di sana rumah-rumah yang dinamakan dengan ruang mandi air panas (sauna). Maka, janganlah lelaki memasukinya kecuali dengan memakai sarung, dan hendaklah wanita dilarang memasukinya kecuali yang sakit dan nifas.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lain-lain dari Ibnu Umar.
Selain itu, kedudukan wanita sebenarnya perlu lebih terlindung dan tertutup, di samping keluarnya atau berkumpulnya wanita di tempat yang demikian dapat menimbulkan fitnah. Sebagian ulama Syafi’i berpendapat, kedudukan khuntsa adalah sama hukumnya dengan kaum wanita.
Wanita tidak haram mandi dalam ruang mandi air panas (sauna) yang ada di rumahnya, karena auratnya yang haram dilihat tidak terbuka di hadapan pandangan orang lain.

D. Mandi Bertelanjang

Tidak boleh mandi bertelanjang di hadapan banyak orang. Karena, membuka aurat kepada banyak orang adalah haram, sebagaimana yang telah diterangkan sebelum ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah Ta’ala amat pemalu dan amat menutupi. Dia suka kepada sifat pemalu dan tertutup. Oleh karena itu, apabila kamu mandi, hendaklah tertutup.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ya’la bin Umayyah.
Sebaliknya, jika dia sedang bersendirian, maka dia boleh mandi dengan telanjang, karena Nabi Musa juga mandi dengan telanjang (diriwayatkan oleh Al-Bukhari). Begitu juga Nabi Ayub mandi dengan telanjang. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Qudamah, pengarang kitab Al-Mughni.
Jika dia memakai atau menutup dengan kain, maka tidaklah mengapa. Karena, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mandi dengan berlindungkan dengan kain.
Memakai sarung ketika mandi adalah disunnahkan, meskipun seseorang itu mandi sendirian dalam tempat tertutup, berdasarkan hadits yang telah disebutkan, yaitu Allah Ta’ala adalah lebih patut disegani daripada manusia.
Tidak boleh seseorang itu berenang di dalam air tanpa memakai pakaian, karena air itu sendiri tidak melindungi auratnya. Orang yang berada dalam air dengan bertelanjang akan terlihat auratnya.

E. Berwudhu dengan Air Tempat Mandi

Adalah boleh menggunakan air tempat mandi untuk berwudhu, karena ia adalah bersih dan suci. Kedudukannya sama seperti air yang mengalir apabila ia dimasukkan dan dikeluarkan dari kolam. Dengan arti lain, ada air yang senantiasa disalurkan masuk ke dalam kolam tersebut. Air yang dimasukkan akan mendorong air yang ada di dalam kolam dan menggantikan tempatnya.

F. Berdzikir dalam Bilik Mandi

Tidaklah mengapa bagi orang yang menutup aurat untuk berdzikir dan menyebut nama Allah dalam bilik mandi. Karena, menyebut nama Allah adalah perkara yang baik di tempat mana pun, selagi tidak ada dalil yang melarangnya. Diriwayatkan bahwa Abu Hurairah memasuki kamar mandi panas dan dia menyebut laa ilaaha illallaah dan diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menyebut Allah pada setiap waktu.
Adapun membaca Al-Qur'an di dalam bilik mandi, Imam Malik dan An-Nakha'i berpendapat tidak makruh, sama seperti berdzikir. Tetapi, Imam Ahmad berpendapat ia adalah makruh, meskipun suaranya diperlahankan. Karena, bilik mandi adalah tempat terbukanya aurat. Dalam bilik inilah perkara yang tidak baik dilakukan yang di tempat lain tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, Al-Qur'an sepatutnya dipelihara darinya.
Begitu juga memberi salam di dalam bilik mandi adalah makruh. Sebagian ulama Hambali
membolehkannya, karena ia termasuk dalam perkara yang dibolehkan.

G. Adab-Adab Mandi

Orang yang mandi hendaklah tidak menggunakan air, kecuali menurut kadar keperluannya. Dan janganlah berlama-lama dalam tempat mandi kecuali sekadar keperluan saja.
Mandi hendaklah dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan diri, bukan untuk tujuan kemewahan dan bersenang-senang. Apabila ada bayaran, hendaklah bayaran itu ditunaikan dulu masuk ke kamar mandi.
Ketika memasukinya hendaklah membaca bismillah diikuti dengan bacaan a'udzubillah sama seperti ketika memasuki kamar mandi.
Ketika masuk hendaklah mendahulukan kaki kiri dan ketika keluar hendaklah mendahulukan kaki kanan.
Panasnya air kolam mandi ini hendaklah mengingatkannya tentang panasnya api neraka Jahanam. Apabila mendapati ada orang yang bertelanjang, maka jangan memasukinya.
Sebelum berkeringat di bilik pertama, maka janganlah bersegera memasuki ruang mandi air panas (sauna). Cara ini baik dari segi kesehatan.
Jika bisa, hendaklah jangan banyak bercakap dan hendaklah mencari dan memilih waktu ketika kosong dan sunyi (tidak ada orang). Jangan banyak menoleh, karena ia menjadi kesempatan bagi setan.
Ketika keluar, hendaklah beristighfar kepada Allah Ta’ala dan mengerjakan shalat dua rakaat, karena ada ulama yang mengatakan, "Hari mandi di kolam mandi ini adalah hari dosa."
Ulama Syafi'i berpendapat, adalah makruh memasuki ruang mandi air panas (sauna) ketika mendekati terbenamnya matahari, di antara shalat Maghrib dan Isya. Karena, waktu ini adalah waktu setan berkeliaran. Ulama Hambali juga berpendapat, semua itu tidak dianggap makruh karena tidak terdapat apa pun larangan khusus yang berhubungan dengannya. Tidaklah mengapa apabila mandi, dia digosok oleh orang lain, kecuali bagian aurat atau tempat-tempat yang mungkin menimbulkan syahwat.
Orang yang berpuasa dimakruhkan mandi panas, karena mandi tersebut dapat melemahkan tubuh dan merupakan sikap berlebih-lebihan yang tidak sesuai dengan puasa. Bisa juga, airnya masuk ke dalam perut dan membatalkan puasanya.
Ketika keluar dari tempat mandi, hendaklah seseorang itu membasuh kainnya dengan air dingin. Meminum air dingin ketika keluar juga tidak mengapa, karena ia baik dari segi kesehatan. Begitu juga tidak mengapa mengatakan kepada orang lain 'afaka Allah yang artinya, "Semoga Allah Ta’ala memberi kesehatan kepadamu." Begitu juga tidak dilarang berjabatan tangan.


PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)