BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
4. HUKUM GHUSALAH
Ghusalah ialah air yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats atau menghilangkan kotoran: najis, baik najis hukmi ataupun
najis haqiqi. Menurut pendapat jumhur selain ulama madzhab Hanafi, hukum ghusalah
adalah bersih jika tempat yang dibasuh itu bersih.
Adapun menurut para fuqaha, maka ada tiga
uraian terperinci sebagai berikut. Pertama, ulama madzhab Hanafi (Al-Bada’i
jilid 1 halaman 66-69; Raddul Mukhtar jilid 1 halaman 300)
berpendapat bahwa ghusalah (air basuhan najis) terbagi kepada dua jenis:
ghusalah najis haqiqi dan ghusalah najis hukmi yaitu hadats. Ghusalah
najis hukmi ialah air musta'mal, dan menurut zhahir ar-riwayat
ia dihukumi bersih, tetapi tidak menyucikan. Artinya, ia tidak boleh digunakan untuk
berwudhu. Akan tetapi menurut pendapat yang rajih, ia boleh digunakan untuk
menghilangkan najis haqiqi.
Air musta'mal ialah air yang telah
terpisah dari badan dan berkumpul di suatu tempat. Namun apabila air itu masih
berada pada anggota yang menggunakannya, maka ia tidak dinamakan sebagai musta'mal.
Suatu air hanya akan menjadi musta'mal apabila digunakan untuk
mengangkat hadats ataupun sebab niat untuk mengerjakan ibadah mendekatkan diri
kepada Allah Ta’ala seperti shalat biasa, shalat jenazah, memasuki masjid,
menyentuh mushaf Al-Qur'an, membaca Al-Qur'an, dan lain-lain. Oleh sebab itu,
jika seseorang itu berhadats, maka air itu akan menjadi air musta'mal
tanpa khilaf. Karena terdapat dua sebab, yaitu terangkatnya hadats dan mengerjakan
ibadah. Tetapi jika seseorang itu belum berhadats, maka menurut pendapat ulama
madzhab Hanafi selain Zufar, ia juga akan menjadi musta'mal, karena
terdapat sebab melakukan ibadah. Karena, wudhu dianggap sebagai suatu cahaya di
atas satu cahaya yang lain. Menurut pendapat Zufar, ia tidak akan menjadi air musta'mal
karena tidak terdapat sebab yang mengangkat hadats. Tetapi jika wudhu ataupun
mandi itu semata-mata bertujuan untuk mendinginkan badan dan orang tersebut belum
berhadats, maka ia tidak akan menjadi air musta'mal.
Ghusalah najis haqiqi ialah air basuhan najis yang berubah keadaannya apabila
berpisah dari tempat basuhan, yaitu berubah rasa, warna, atau baunya. Atau air
basuhan najis apabila tempat basuhan itu belum bersih, umpamanya air itu
berpisah dari tempat basuhan sesudah basuhan tiga kali berturut-turut yang
digunakan untuk membasuh najis yang tidak dapat dilihat wujudnya. Karena, semua
najis itu berpindah kepada air itu, dan tidak ada bagian air yang bersih dari
najis.
Tidak boleh menggunakan ghusalah
kecuali untuk air minum, membersihkan tanah yang basah, memberi minum binatang,
dan seumpamanya. Tetapi jika air itu telah berubah rasa, warna, ataupun bau,
maka perubahan ini menunjukkan bahwa najis tersebut mendominasi air itu. Dalam
hal ini ia sama dengan hukum air kencing. Jika belum berubah, maka boleh
digunakan. Karena apabila air tidak berubah, maka hal ini menunjukkan bahwa najis
itu belum mendominasi kebersihan air. Hukum menggunakan sesuatu yang bukan termasuk
najis 'ain pada keseluruhan bagiannya adalah boleh.
Ulama madzhab Maliki (Asy-Syarhush Shaghir jilid
1 halaman 82; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 35) berpendapat jika ghusalah
itu berubah rasa, warna, bau, maka ia dihukum mutanajjis jika tempat (yang
dibasuh) masih ada najis. Tetapi jika tempat (yang dibasuh itu) bersih, maka ghusalah
itu dihukumi bersih. Tidak boleh menggunakan air mutanajjis dalam semua
urusan.
Menurut pendapat yang azdhar di kalangan ulama
madzhab Syafi'i (Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 85; Syarh
Al-Hadramiyyah halaman 23 dan seterusnya), ghusalah yang sedikit
dihukumi bersih apabila berpisah dari tempat yang dibasuh dalam keadaan tidak berubah.
Dan tempat yang dibasuh itu juga telah menjadi bersih, karena air yang masih ada
di tempat yang dibasuh adalah sebagian yang tertinggal. Tetapi jika ghusalah
yang berpisah dari tempat yang dibasuh itu terkena najis, maka sudah tentu
tempat yang telah dibasuh itu turut terkena najis. Adapun ghusalah yang
banyak, maka ia dihukumi bersih selagi ia tidak berubah meskipun tempat yang
dibasuh belum bersih. Artinya, ghusalah yang sedikit yang sudah terpisah
dari tempat yang dibasuh dihukumi bersih, tetapi tidak menyucikan apabila tidak
berubah rasa, warna, ataupun baunya, di samping tidak bertambah beratnya
sesudah dikira kadar air yang diserap oleh baju dan kadar kotoran yang keluar
dari kain itu, dan juga tempat yang dibasuh sudah menjadi bersih. Namun sekiranya
ia berubah, bertambah beratnya, belum bersih tempat yang dibasuh, maka ia dihukumi
mutanajjis sama seperti hukum tempat yang dibasuh. Dengan ini, maka
jelas bahwa hukum ghusalah adalah sama seperti hukum tempat yang dibasuh
secara mutlak. Oleh sebab itu, apabila tempat yang dibasuh itu dihukumi bersih,
maka ghusalah juga dihukumi bersih. Dan jika tidak, maka ia juga dihukumi
tidak bersih.
Ulama madzhab Hambali (Al-Mughni jilid
1 halaman 58, jilid 1 halaman 98) dan ulama mazhab Syafi'i berpendapat bahwa
air yang digunakan untuk membersihkan najis, apabila ia berpisah dari tempat
basuhan dalam keadaan berubah karena najis itu ataupun ia berpisah sebelum
tempat yang dibasuh itu menjadi bersih, maka air itu ataupun ghusalah itu
menjadi mutanajjis. Karena, ia telah berubah karena najis itu. Kondisi
ini sama seperti apabila ada air sedikit bersentuhan dengan tempat yang terkena
najis dan ia tidak mampu membersihkannya, maka ia dihukumi mutanajjis,
sama seperti apabila air itu yang didatangi najis.
Namun apabila air itu berpisah dalam keadaan
tidak berubah dari basuhan yang telah membersihkan tempat berkenaan, maka jika
tempat yang hendak dibasuh itu adalah tanah, ia dihukumi suci. Karena, tanah
yang telah dikencingi oleh orang Arab pada masa Rasul dapat dibersihkan dengan
curahan setimba air ke atasnya berdasarkan kepada perintah Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam.
Jika tempat itu bukan tanah, maka terdapat dua
pendapat mengenai masalah ini. Menurut pendapat yang ashah, ia dihukumi bersih.
PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########