BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

2. HUKUM ADZAN

Hukum adzan dan iqamah menurut jumhur selain ulama madzhab Hambali (Fathul Qadir jilid 1 halaman 167, 172, 178; Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 356; Al-Bada’i jilid 1 halaman 146 dan seterusnya; Al-Lubab jilid 1 halaman 62-63; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 133 dan seterusnya; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 55; Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 103; Nihayatul Muhtaj jilid 1 halaman 300; Al-Majmu’ jilid 3 halaman 82 dan 131), termasuk Al-Kharqi Al-Hambali, adalah sunnah muakkad bagi kaum lelaki yang hendak shalat berjamaah di masjid. Kesunnahannya ini untuk semua shalat lima waktu dan juga shalat Jumat. Namun untuk shalat yang lain seperti shalat hari raya, shalat gerhana matahari, shalat tarawih dan shalat jenazah, adzan dan iqamah tidak disunnahkan. Pada shalat-shalat sunnah tersebut hendaklah diucapkan kalimat ashshalaatu jaami'ah. Hal ini karena Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa beliau menceritakan, “Apabila gerhana matahari di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka diucapkanlah kalimat ashshalaatu jaami'ah.”

Dikumandangkannya adzan dan iqamah adalah untuk memberi tahu kepada banyak orang tentang masuknya waktu shalat fardhu dan juga tentang dimulainya shalat tersebut. Dalam shalat sunnah dan shalat nadzar tidak disunnahkan adzan dan iqamah.
Dalil yang digunakan oleh ulama yang mengatakan bahwa adzan dan iqamah sunnah adalah hadits yang telah disebutkan di atas, yaitu hadits yang artinya, “Kalaulah orang-orang mengetahui pahala yang terdapat pada adzan dan pada barisan pertama sholat (berjamaah), niscaya mereka akan mengundi.” Dalil lainnya adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyuruh orang badui untuk mengumandangkan adzan dan iqamah. Padahal, beliau menyuruhnya untuk berwudhu, menghadap kiblat, dan juga rukun-rukun shalat lainnya. Berdasarkan dalil itu, maka jika penduduk sebuah daerah sepakat untuk meninggalkan adzan, namun tetap ada seseorang yang mengumandangkannya, maka mereka semua tidak berdosa. Adapun orang yang bersepakat meninggalkan adzan tidak perlu dipukul ataupun dipenjara.
Para ulama madzhab Syafi'i dan Maliki menambahkan bahwa kaum perempuan hanya disunnahkan iqamah saja, dan mereka tidak perlu adzan jika hendak melaksanakan shalat, baik shalatnya dilaksanakan sendirian ataupun berjamaah. Aturan ini adalah untuk mengindari timbulnya fitnah yang disebabkan oleh suara perempuan sewaktu adzan.
Menurut pendapat ulama Hanafi, adzan dan iqamah adalah makruh bagi kaum perempuan.
Hal ini karena ada riwayat dari sahabat Anas dan Ibnu Umar yang mengatakan bahwa kedua-duanya makruh bagi perempuan, karena sikap perempuan seharusnya adalah menjaga diri dan terembunyi dan mengangkat suara mereka adalah haram.



PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)