BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


2. DEFINISI NIFAS DAN MASANYA

A. Definisi Nifas

Menurut ulama Hanafi dan Syafi'i (Fathul Qadir jilid 1 halaman 129; Al-Bada’i jilid 1 halaman 41-43; Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 275 dan seterusnya; Al-Lubab jilid 1 halaman 352; Muraqil Falah halaman 23; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 119; Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 113; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 45; Al-Majmu’ jilid 1 halaman 529 dan seterusnya), nifas adalah darah yang keluar setelah bersalin. Adapun darah yang keluar bersama-sama dengan bayi ketika lahir atau sebelumnya, adalah darah penyakit atau istihadhah. Wanita yang keluar darah bersama-sama dengan keluarnya bayi, hendaklah berwudhu –jika memang mampu- dan juga hendaklah melakukan shalat. Ulama Hanafi menambahkan, wanita itu hendaknya bertayammum dan shalat secara isyarat dan dia tidak perlu melewatkan shalat.

Ulama Syafi'i mengecualikan darah yang keluar sebelum masa kelahiran yang bersamung dengan darah haid sebelumnya. Hal ini berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa orang yang mengandung (hamil) dapat mengalami haid. Ini adalah menurut pendapat mereka yang ashah.
Pendapat ulama Maliki mengatakan, bahwa darah yang keluar sebelum kelahiran adalah dihukumi sebagai darah haid.
Menurut ulama Hambali (Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 226), nifas ialah darah yang keluar sebab lahirnya bayi. Darah yang keluar dua atau tiga hari sebelum kelahiran bayi yang menyertai tanda kelahiran, dan darah yang keluar bersama-sama lahirnya bayi, juga dianggap sebagai darah nifas, sama seperti darah yang keluar setelah kelahiran.
Mereka menganggap darah yang disebabkan keluarnya sebagian besar badan bayi, walaupun anak itu terputus-putus anggotanya satu demi satu, sebagai darah nifas. Begitu juga, meskipun terjadi keguguran yang bentuk rangka manusianya sudah tampak jelas seperti ada jari atau kuku, dan begitu juga darah yang keluar di antara dua anak kembar yang lahir. Anak kembar ialah dua anak yang lahir dalam masa kurang dari enam bulan.
Pendapat yang ashah di kalangan ulama Syafi'i mengatakan bahwa dalam kasus anak kembar, darah yang dianggap sebagai darah nifas adalah darah dari anak yang kedua saja. Darah yang keluar setelah anak pertama adalah darah haid, sekiranya ia bersambung dengan haid sebelumnya. Tetapi jika ia tidak ada hubungan dengan darah haid sebelumnya, maka itu dihukumi sebagai darah istihadhah.
Jika seorang wanita setelah keguguran -dalam bentuk nuthfah atau 'alaqah- kemudian keluar darah, maka darah itu bukan nifas.
Adapun ulama Maliki mengatakan (Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 216 dan seterusnya; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 40) bahwa nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita sewaktu melahirkan bayi ataupun setelahnya, walaupun darah itu keluar di antara lahirnya anak kembar. Darah yang keluar sebelum kelahiran, menurut pendapat yang paling rajih dihukumi sebagai darah haid. Oleh karena itu, ia tidak boleh dianggap sebagai bagian dari enam puluh hari masa nifas.

B. Masa Nifas

Nifas mempunyai masa minimal, masa maksimal dan masa normal. Lihat rujukan yang telah disebutkan pada tiap-tiap madzhab.

C. Masa Minimum

Menurut pendapat ulama Syafi'i, masa nifas sekurang-kurangnya adalah satu detik atau sekali keluar. Menurut imam yang lain, tidak ada batasan minimal bagi masa nifas. Sebab, tidak ada dalil syara' yang menentukannya dengan ielas. Oleh karena itu, hendaknya dikembalikan kepada keadaan yang sebenarnya, yaitu kadang-kadang sedikit dan kadang-kadang banyak. Menurut zahirnya, tidak ada perbedaan di antara kedua pendapat ini. Kedua-duanya mempunyai maksud yang sama.
Kadang-kadang seorang perempuan melahirkan anak tanpa keluar darah. Seperti diriwayatkan, bahwa ada perempuan telah melahirkan bayi pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa mengeluarkan nifas. Wanita yang demikian dinamakan dengan Dzatul Jufuf.
Menurut madzhab Syafi'i, masa nifas kebiasaannya adalah empat puluh hari. Masa nifas yang paling lama menurut ulama Maliki dan Syafi'i ialah enam puluh hari. Dasar mereka ialah penelitian. Menurut ulama Hanafi dan Hambali, masa nifas yang paling lama ialah enam puluh hari. Darah yang datang melebihi dari masa itu dihukumi istihadhah. Ini berdasarkan kata-kata Ummu Salamah, "Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, perempuan berada dalam nifas selama empat puluh hari empat puluh malam.” Riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad, atau Imam Lima kecuali An-Nasa'i. Ia juga diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dan Al-Hakim. Hadits ini shahih dan pendapat yang mengatakan ia dhaif adalah ditolak, sebagaimana perkataan An-Nawawi (Nailul Authar jilid 1 halaman 282).



PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)