Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
Cara Mengusap Khuf dan Tempatnya
Ia dimulai dengan jari kaki diusap dengan jari
tangan, setelah itu menuju bagian betis. Mengikut ulama madzhab Hanafi (Muraqil
Falah halaman 22; Al-Bada’i jilid 1 halaman 12; Al-Lubab jilid
1 halaman 43; Fathul Qadir jilid 1 halaman 103; Ad-Durrul Mukhtar jilid
1 halaman 246, 251, 260), kadar yang wajib diusap adalah kira-kira tiga jari dari
jari-jari tangan yang paling kecil, mulai dari bagian depan atas pada setiap
kaki, sebanyak sekali usapan dengan memperkirakan apa yang digunakan untuk
mengusap. Dengan demikian, tidak sah seandainya mengusap di telapak kaki atau
di tumit, di kiri kanannya, ataupun di betis. Usapan itu tidak disunnahkan untuk
diulang dan diusap di sebelah bawah. Hal ini karena cara mengusap perlu diikuti
seperti yang dinyatakan oleh syara'.
Menurut pendapat ulama madzhab Maliki (Al-Qawanin
Al-Fiqhiyyah), wajib mengusap seluruh bagian atas khuf. Adapun
bagian bawahnya disunnahkan untuk diusap.
Menurut ulama madzhab Syafi'i (Mughnil
Muhtaj jilid 1 halaman 67; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 22) pula, cukup
dengan tindakan yang dinamakan sebagai mengusap. Ia seperti mengusap kepala yang
dilakukan di tempat yang fardhu, yaitu bagian atas khuf bukan di bawah,
tepi ataupun belakang tumit. Karena, mengusap telah dinyatakan secara mutlak
dan tidak sah untuk
menetapkan suatu kadar tertentu. Oleh sebab itu, ia cukup
dengan kadar yang boleh dinamakan sebagai usapan. Contohnya mengusap dengan
tangan atau sepontong kayu, dan sebagainya. Yakni, cukup dengan tindakan yang paling
minimal yang dapat disebut sebagai usapan. Di samping itu, mengusap bagian atas
dan bawah serta bagian belakang tumit secara membuiur adalah disunnahkan,
seperti halnya pendapat ulama madzhab Maliki.
Ulama madzhab Hambali berpendapat (Al-Mughni
jilid 1 halaman 298; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 130, 133) mencukupi
mengusap khuf ini dengan mengusap sebagian besar bagian depan sebelah
atas khuf secara membujur. Tidak disunnahkan mengusap bagian bawah dan
juga bagian belakang tumitnya, yaitu seperti pendapat ulama madzhab Hanafi.
Alasan mereka adalah, sesungguhnya kata al-mash
(mengusap) disebut dalam bentuk yang mutlak, dan telah ditafsirkan oleh Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melalui perbuatan beliau. Oleh
sebab itu, wajib dirujuk kepada penafsirannya. Dalam Hadits Al-Mughirah bin Syu'bah
seperti yang diriwayatkan oleh Al-Khallal dengan sanadnya, dia mengatakan, "Kemudian
Rasul berwudhu dan mengusap kedua khuf -nya. Rasul meletakkan tangan kanannya
di atas khuf sebelah kanan dan tangan kirinya di atas khuf sebelah kirinya.
Lalu Rasul mengusap bagian atasnya dengan sekali usapan, sehingga seolah-olah
aku dapat melihat kesan jari Rasul di atas kedua khuf Rasul itu."
Kesimpulannya, menurut ulama madzhab Maliki,
kadar yang wajib diusap adalah seluruh bagian atas khuf, seperti anggota
wudhu yang lain. Menurut ulama madzhab Hanafi, yang wajib diusap adalah sekadar
tiga jari tangan, sama seperti mengusap kepala dalam berwudhu. Ulama madzhab
Hambali berpendapat perlu mengusap sebagian besar bagian atas khuf berdasarkan
hadits Mughirah yang artinya, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengusap bagian atas khuf beliau.” Riwayat Abu Dawud dan Ahmad.
Menurut pendapat ulama madzhab Syafi'i, ia
dapat terlaksana dengan tindakan paling minimal yang dapat dinamakan mengusap,
karena syara' telah menyebutnya secara mutlak. Oleh sebab itu, ia dapat
dilakukan dalam setiap keadaannya. Ini adalah pendapat yang paling utama,
seperti halnya pendapat dia yang berkaitan dengan mengusap kepala dalam
berwudhu.
Yang menjadi dasar dari perbedaan pendapat dalam
masalah mengusap bagian bawah khuf ini adalah, karena terdapat
pertentangan antara dua atsar (Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 18): pertama,
hadits Al-Mughirah bin Syu'bah yang isinya, "Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengusap di bagian atas dan di bagian bawah khuf Rasul.” Riwayat
Imam Hadis yang lima kecuali An-Nasa’i. Diriwayatkan juga oleh Ad-Daruquthni,
Al-Baihaqi dan Ibnu Jarud, tetapi ada ‘illat dan dhaif (Nailul Authar
jilid 1 halaman 185). Atsar ini telah menjadi pegangan ulama madzhab Maliki
dan Syafi'i.
Kedua, hadits Ali
yang telah disebut sebelum ini, di mana dia menyatakan, "Kalaulah agama
itu dapat dipahami hanya dengan akal pikiran, maka tentulah bagian bawah
telapak khuf itu lebih pantas diusap daripada bagian atasnya. Aku telah melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengusap bagian atas khuf nya."
Hadits ini telah menjadi pegangan ulama madzhab Hanafi dan Hambali.
Golongan pertama menggabungkan antara kedua
hadits tersebut dengan menafsirkan bahwa hadits Al-Mughirah menunjukkan hukum sunnah,
sedangkan hadits Ali menunjukkan hukum wajib. Golongan kedua mengambil pendekatan
men-tarjih, mereka men-tarjih hadits Ali daripada hadits
Al-Mughirah, karena ia mempunyai sanad yang lebih kuat. Mengusap khuf juga
dibolehkan secara menyalahi qiyas. Oleh sebab itu, ia perlu dibatasi seperti
apa yang telah dinyatakan oleh syara'.
Menurut Syeikh Wahbah Zuhaili, pendekatan
golongan yang kedua ini lebih sesuai, walaupun dalam masalah ini lbnu Rusyd
telah menyatakan bahwa pendapat yang paling tepat dalam masalah ini adalah
pendapat Imam Malik. Secara keseluruhan, menurut pendapat ulama madzhab Hanafi
dan Maliki, usapan perlulah dilakukan di bagian luar dan bagian atas khuf. Bagian
dalam dan bawah khuf tidak perlu diusap. Ulama madzhab Maliki dan
Syafi'i berpendapat bahwa usapan dibuat di bagian atas khuf di samping sunnah
mengusap di sebelah bawahnya.
Hal-Hal yang Sunnah dalam Mengusap Khuf
Dari apa yang telah dijelaskan, ternyata para
fuqaha mempunyai dua pendapat berkaitan dengan perkara sunnah dalam mengusap khuf
ini. Ulama madzhab Hanafi dan Hambali berpendapat usapan hendaklah
dilakukan secara membujur dengan jari, dimulai dari sebelah jari kaki terus
menuju ke betis. Hal ini berdasarkan hadits Al-Mughirah ra. yang artinya,
"Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap di bagian atas
kedua khuf Rasul. Beliau meletakkan tangan kanannya di atas khuf sebelah kanan,
dan tangan kirinya di atas khuf sebelah kirinya. Kemudian beliau mengusap ke
atas dengan sekali usapan." Riwayat Al-Baihaqi dalam Sunannya dan Ibnu
Abi Syaibah (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 180).
Jika usapan itu dimulai dari sebelah betisnya,
kemudian menuju ke arah jari kaki, maka cara ini dianggap mencukupi. Sunnah juga
mengusap kaki kanan dengan tangan kanan, dan kaki kiri dengan tangan kiri,
seperti yang dinyatakan dalam hadits Al-Mughirah di atas.
Ulama madzhab Maliki dan Syafi'i berpendapat, cara
mengusap yang disunnahkan adalah dengan meletakkan telapak tangan kanan di atas
ujung jari kaki sebelah kanan. Sementara, tangan kiri menurut ulama madzhab Maliki
diletakkan di bagian bawah jari kaki. Adapun menurut ulama madzhab Syafi'i, ia
diletakkan di bawah tumitnya. Kemudian kedua tangan tersebut digerakkan ke
ujung kaki. Dengan kata lain, mereka berpendapat, khuf hendaklah diusap
di bagian atas dan bawah. Namun, tidaklah disunnahkan mengusap secara
menyeluruh. Mengulangi usapan dan membasuh adalah makruh, karena ia akan
merusak khuf. Jika ia dilakukan juga, maka hal tersebut dianggap
mencukupi.
PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########