BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

3. BERKHITAN

Maksudnya adalah, memotong seluruh kulit yang menutupi bagian hashafah bagi alat kelamin laki-laki hingga semua bagian itu menjadi terlihat. Sementara, bagi wanita adalah dengan memotong sedikit bagian kulit yang terdapat di bagian atas vagina. Berkhitan bagi laki-laki dalam bahasa Arab disebut dengan i'dzar dan bagi wanita disebut dengan khafdh.
Berkhitan ini sunnah dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Menurut pendapat yang lebih azhar hendaklah ia dihitung dari hari lahir. Ulama Hanafi dan Maliki mengatakan, bahwa berkhitan adalah sunnah bagi laki-laki dan satu kemuliaan bagi wanita berdasarkan hadits yang bermaksud, "Berkhitan merupakan sunnah bagi laki-laki dan merupakan amalan mulia bagi wanita." Riwayat Imam Ahmad dan Al-Baihaqi dari Hajjaj bin Artha’ah yang dianggap mudallas. Al-Baihaqi mengatakan bahwa hadis ini adalah dhaif dan terputus isnadnya (Nailul Authar jilid 1 halaman 113). Diriwayatkan juga oleh Al-Khallal dengan isnadnya dari Syaddad bin Aus.
Ulama Syafi'i berpendapat bahwa berkhitan adalah wajib bagi kaum laki-laki dan wanita. Sementara ulama Hambali berpendapat, ia wajib bagi laki-laki dan satu amalan baik bagi wanita. Pendapat ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw kepada seorang laki-laki yang telah memeluk Islam, "Buanglah syiar kekufuran darimu dan berkhitanlah.” Riwayat Abu Dawud dari Utsaim, tetapi hadis ini dipersoalkan.
Juga, berdasarkan hadits Abu Hurairah, "Barangsiapa menjadi orang Islam, maka hendaklah dia berkhitan.” Ibnu Hajar menyebutkannya dalam Al-Talkhish dan tidak menganggapnya dhaif. Kemudian dia menyusulinya dengan perkataan Ibnul Mundzir yang menyebutkan bahwa tidak ada riwayat tentang khitan dan juga tidak ada sunnah yang dapat diikuti.
Dalam hadits Abu Hurairah yang lain disebutkan, "Nabi lbrahim Khalil Ar-Rahman berkhitan setelah berumur 80 tahun, dan dia berkhitan dengan menggunakan alat tukang kayu.” Muttafaq ‘alaihi (Nailul Authar jilid 1 halaman 111).
Selain itu, berkhitan merupakan salah satu syiar umat Islam. Oleh sebab itu, ia wajib seperti halnya syiar Islam yang lain.
Alasan lain menunjukkan bahwa ia tidak wajib bagi wanita. Akan tetapi, ia merupakan amalan yang baik menurut pendapat ulama Hambali. Hal ini berdasarkan hadits, "Berkhitan adalah sunnah bagi laki-laki dan merupakan amalan baik bagi kaum wanita." Dan juga, hadits, "Hendaklah kamu membuang sedikit dan jangan melebihi kadar." Diriwayatkan dari Jabir bin Zaid secara mauquf, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada tukang khitan perempuan, “Potonglah biji itu sedikit saja dan jangan keseluruhannya.”
Hadits Ummu Atiyyah juga menyebutkan, "Apabila kamu mengkhitan wanita, hendaklah engkau buang sedikit saja."
Menurut ulama madzhab Hanafi dan Maliki, berkhitan merupakan amalan sunnah. Ulama madzhab Syafi'i berpendapat, berkhitan adalah amalan yang wajib. Ulama madzhab Hambali juga mengatakan bahwa ia wajib bagi laki-laki dan satu amalan kebaikan bagi wanita, sebagaimana yang telah dijelaskan pada waktu menerangkan hadits yang sebelum ini.
Menurut pendapat ulama madzhab Hambali, ia wajib dilaksanakan bagi laki-laki ataupun
wanita pada waktu baligh, selama ia tidak khawatir terhadap keselamatan dirinya. Hal ini berdasarkan pada kenyataan Ibnu Abbas, yaitu mereka tidak mengkhitankan seorang laki-laki kecuali setelah dia baligh. Riwayat Al-Bukhari.
Melakukan khitan pada waktu seseorang masih kecil adalah lebih baik daripada setelah sampai umur mumayiz. Hal ini karena dia lebih cepat sembuh. Melakukan khitan pada anak sebelum berumur tujuh hari adalah makruh.
Seseorang boleh melakukan khitan sendiri jika ia mampu dan pandai menyempurnakannya. Karena menurut riwayat, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam melakukan khitan sendiri pada dirinya.

PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)