BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


8. BERHIAS

Becermin merupakan perbuatan yang dibolehkan. Ketika seseorang becermin, hendaklah ia berdoa, "Ya Allah, sebagaimana Engkau mencantikkan rupa parasku, maka cantikkanlah juga akhlak dan tingkah lakuku, dan lindungilah wajahku ini dari api neraka.” Khabar Abu Hurairah, diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Mardawaih.
Berdasarkan nash, menindik telinga anak laki-laki adalah makruh. Akan tetapi tidak makruh bagi anak perempuan, karena anak perempuan perlu berhias sedangkan laki-laki tidak perlu berbuat demikian.
Perbuatan mencabut bulu-bulu yang tumbuh di muka, mengikir gigi supaya jarang dan tampak cantik, membuat tato di tubuh dan menyambung rambut, merupakan perbuatan haram. Ia berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah melaknat mereka yang membuat tato dan orang lain yang membuatkan untuknya, melaknat orang yang mencabut bulu muka dan yang meminta bulu mukanya untuk dicabut, orang yang menjarangkan giginya supaya kelihatan cantik, dan yang mengubah ciptaan Allah." Diriwayatkan oleh al-jama'ah dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Umar, Hadits ini shahih (Nailul Authar, jilid 6 halaman 190). Imam Ath-Thabari mengatakan bahwa seorang wanita tidak boleh mengubah rupa yang telah dianugerahkan Allah, baik dengan cara menambah atau menguranginya dengan tujuan kecantikan baik unhrk suami atau orang lain. contohnya adalah mencabut bulu kening(Tuhfatul Ahwadzi jilid 1 halaman 67)
Mereka juga meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar yang berisi,"Allah melaknat orang yang tukang menyambung rambut wanita dan orang yang menyuruh agar rambutnya disambung, serta yang membuot tato dan yang meminta dibuatkan tato di tubuhnya.”
Ath-Thabari mengatakan, perempuan tidak boleh mengubah bentuk kejadian yang telah diciptakan Allah bagi dirinya, baik dengan menambah atau mengurangi untuk tujuan kecantikan, baik untuk suami ataupun untuk tujuan yang lain. Contohnya seperti mereka yang bertaut bulu keningnya kemudian mencabut yang di tengahnya.
Apa yang dinyatakan dalam hadits ini melibatkan orang yang melakukan perbuatan tersebut dan yang meminta supaya dibuat demikian. Laknat yang dikenakan terhadap suatu perbuatan memberi arti, bahwa perbuatan tersebut diharamkan. Karena, orang yang melakukan sesuatu yang boleh tidak sepatutnya dilaknat. Dengan berdasarkan hadits ini, maka perempuan tidak boleh menyambung rambutnya dengan rambut orang lain. Namun, menyambung rambut dengan sesuatu yang lain, tidaklah merupakan kesalahan jika ia hanya sekadar untuk menutup kepala. Hal ini karena ia dilakukan untuk kepentingan yang tidak dapat dielakkan. Begitu juga tidak haram walaupun dia menyambung lebih dari yang diperlukan, sekiranya perbuatan itu mempunyai kepentingan, seperti untuk mempercantik diri bagi suami serta tidak membawa kemudharatan.
Imam Malik berpendapat, menyambung rambut dengan benda apa pun, baik disambung dengan rambut, dengan bulu, ataupun dengan kain, merupakan perbuatan yang dilarang. Hal ini berdasarkan hadits Jabir yang menyatakan, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melarang wanita dari menyambung rambutnya dengan sesuatu (Nailul Authar jilid 1 halaman 191).
Para ulama madzhab Syafi'i dan Hambali telah menjelaskan tentang hal menyambung rambut. Mereka mengatakan, jika perempuan menyambung rambutnya dengan menggunakan rambut orang lain, ulama telah bersepakat bahwa hal tersebut hukumnya haram, baik rambut yang digunakan untuk menyambung itu dari rambut laki-laki ataupun rambut perempuan, dan baik rambut itu milik keluarga dekat yang merupakan mahramnya atau suaminya, ataupun milik orang lain. Hal ini karena dalil yang melarang hal itu adalah dalil yang umum. Selain itu, rambut dan seluruh bagian tubuh manusia adalah haram digunakan untuk menjaga kehormatannya. Rambut, kuku, dan semua bagian badan manusia perlu dikubur dalam tanah.
Jika menyambung itu dilakukan tanpa menggunakan rambut manusia seperti menggunakan
bulu yang najis, yaitu bulu bangkai dan bulu binatang yang tidak halal untuk dimakan apabila terpisah pada waktu ia hidup, maka hukumnya juga haram. Karena, ia menanggung najis dalam shalat dan di luar shalat dengan sengaja. Dalam dua keadaan ini, hukum berlaku sama antara laki-laki dan wanita yang telah bersuami atau belum.
Jika yang digunakan untuk menyambung adalah bulu yang suci dan bukan dari manusia, dia tidak memiliki suami, maka hukumnya tetap haram. Jika dia mempunyai suami, maka menurut pendapat yang ashah dia boleh melakukannya dengan izin dari suaminya. Jika suaminya tidak mengizinkan, maka hukumnya tetap haram.
Hukum mencabut bulu-bulu adalah haram secara mutlak, kecuali jika perempuan yang ditumbuhi jenggot atau kumis, maka mencabut bulu tersebut tidaklah haram. Bahkan, ia sunnah membuangnya. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh Imam An-Nawawi dan ulama yang lain.
Hukum haram yang disebutkan dalam hadits ini, jika ia dilakukan untuk tujuan kecantikan, bukan disebabkan karena penyakit. Jika dilakukan karena untuk mengatasi sebuah penyakit, maka hukumnya tidak haram. Yang diharamkan hanyalah mencabut bulu dari muka. Namun, menurut nash, kaum wanita boleh mencukur muka dan melicinkannya. Mereka juga boleh mempercantik rambut dengan mewarnai merah ataupun dengan cara lain untuk hiasan bagi suaminya. Mereka juga boleh membiarkan rambut yang terdapat di sudut dahi memanjang. Sebaliknya, seorang laki-laki makruh hukumnya melicinkan mukanya.
Berdasarkan hal ini, maka haram hukumnya mencabut gigi yang lebih ataupun membuang
jari atau anggota yang lebih. Karena, ia dianggap sebagai usaha mengubah ciptaan Allah. Al-Qadi Iyad mengatakan, jika anggota yang lebih ini dapat menyebabkan penderitaan dan kemudharatan, maka tidak mengapa ia dibuang. Ath-Thabari juga mengecualikan segala sesuatu yang dapat menyebabkan kemudharatan, seperti gigi yang lebih atau yang panjang dan dapat menghalang kemudahan makan ataupun jari yang lebih dan yang menyakitkan, baik ia wujud pada laki-laki ataupun perempuan (Tuhfatul Ahwadzi jilid 1 halaman 68).
Bekerja untuk mencari rezeki dengan menjadi tukang sikat adalah makruh. Hal tersebut seperti halnya menjadi penjaga toilet. Perempuan haram menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya.

PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)