BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


11. BENTUK ATAU CARA IQAMAH

Menurut jumhur ulama selain ulama Hambali, mengumandangkan iqamah adalah sunnah mu'akkadah ketika akan menjalankan shalat fardhu yang dilaksanakan pada waktunya, dan juga shalat fardhu yang dilaksanakan tidak pada waktunya, baik shalat itu dijalankan sendirian atau berjamaah. Kesunnahan ini berlaku bagi kaum lelaki dan juga kaum perempuan. Adapun ulama Hambali mengatakan, bahwa wanita tidak perlu mengumandangkan adzan dan iqamah.

Ulama berbeda kepada tiga pendapat mengenai bentuk iqamah (Al-Bada’i jilid 1 halaman 148; Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 360; Al-Lubab jilid 1 halaman 63; Fathul Qadir jilid 1 halaman 169; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 256; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 48; Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 107; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 133 dan 136; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 54, 57; Al-Mughni jilid 1 halaman 406; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 267).
Menurut ulama Hanafi, kalimat-kalimat iqamah diucapkan dua kali-dua kali beserta tarbi' (menyebut empat kali) pada kalimat takbir sama seperti adzan. Tetapi, selepas membaca (حي على الفلاح) ditambah kalimat (قد قامت الصلاة) dua kali. Oleh sebab itu, kalimat iqamah menurut mereka adalah tujuh belas kalimat. Hal ini berdasarkan keterangan Ibnu Abi Syaibah yang mengatakan bahwa Abdullah bin Zaid Al-Anshari mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata, “Wahai Rasul, aku melihat dalam tidurku (mimpi), lelaki yang memakai dua lapis baju berwarna kehijauan berdiri, kemudian menuju ke sudut dinding. Lalu dia mengumandangkan adzan dua kali dua kali dan beriqamah dua kali dua kali.” Rijal-nya, adalah rijal yang shahih dan bersambung (muttashil) sampai kepada sahabat. Semua sahabat adalah adil. Oleh sebab itu, tidak diketahuinya nama sahabat tidaklah membahayakan keshahihahn hadits tersebut. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi. Abu Dawud dan lainnya juga meriwayatkan hadits yang hampir sama (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 266-267).
Imam At-Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid, “Adzan pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diucapkan dengan hitungan genap baik itu adzan maupun iqamah.” (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 267)
Diriwayatkan dari Abu Mahdzurah, bahwa dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajari aku adzan 19 kalimat dan iqamah 17 kalimat.” Hadis ini diriwayatkan oleh lima orang imam hadis. Imam At-Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadis hasan shahih.” (Nasbur Rayah jilid 2 halaman 43)
Menurut pendapat ulama Maliki, iqamah adalah 10 kalimat, yaitu dengan tambahan kalimat (قد قامت الصلاة) satu kali. Ini berdasarkan riwayat Anas yang mengatakan, “Bilal diperintahkan supaya menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamah.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-jama’ah, dari Anas (Nailul Authar jilid 2 halaman 40).
Menurut pendapat ulama Syafi'i dan Hambali, lafaz iqamah tidak berulang, yaitu 11 kalimat. Kecuali lafaz iqamah (قد قامت الصلاة), ia diulang sebanyak dua kali. Hal ini berdasarkan riwayat Abdullah bin Umar, “Adzan pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dua kali-dua kali dan iqamah satu kali satu kali. Namun, ada tambahan (قد قامت الصلاة – قد قامت الصلاة).” Hadis riwayat Imam Ahmad, An-Nasa’i, Abu Dawud, Syafi’i, Abu ‘Iwanah, Ad-Daruquthni, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. (Nailul Authar jilid 2 halaman 43)
Pada pandangan Syeikh Wahbah Zuhaili, pendapat terakhir inilah pendapat yang paling shahih. Namun, boleh memilih antara pendapat ini dengan pendapat ulama Hanafi. Adapun untuk memahami hadits Anas, harus mempertimbangkan batasan yang ada dalam hadits Ibnu Umar.



PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)