BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
 
5. ADAB MEMBUANG AIR

Orang yang membuang air disunnahkan melakukan perkara-perkara berikut (Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 316-318; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 87-94; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 39-43; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 25; Al-Mughni jilid 1 halaman 162-168; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 62-75).
Pertama, tidak membawa sesuatu yang bertuliskan asma Allah Ta’ala, juga nama-nama yang dimuliakan seperti nama malaikat, Al-'Aziz, Al-Karim, Muhammad, dan Ahmad. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam apabila memasuki kamar mandi, beliau melepas cincinnya yang terdapat tulisan Muhammad Rasulullah. Namun jika seseorang membawa masuk benda seperti itu ke dalam kamar mandi dengan maksud untuk menjaganya dari terjatuh, maka tidaklah dilarang. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Abu Dawud dan dia mengatakan bahwa hadis ini munkar, diriwayatkan oleh An-Nasa’i, At-Tirmidzi dan dia menganggap shahih (Nailul Authar jilid 1 halaman 73)
Kedua, hendaklah memakai sandal, menutup kepala, membawa batu, ataupun menyiapkan bahan lainnya untuk menghilangkan najis seperti air atau yang semacamnya.
Ketiga, hendaklah melangkah dengan kaki kiri terlebih dahulu ketika memasuki kamar mandi. Dan apabila melangkah keluar, hendaknya memulai dengan kaki kanan. Karena apa saja yang dilakukan untuk tujuan kemuliaan, hendaklah dimulai dengan anggota kanan. Tetapi jika untuk hal-hal yang menjijikkan, hendaklah dimulai dengan menggunakan anggota kiri. Ini disebabkan karena anggota kanan cocok untuk sesuatu yang dimuliakan dan anggota kiri tepat untuk sesuatu yang kotor. Oleh sebab itu, apabila keluar atau masuk masjid dan rumah, maka yang hendaknya dilakukan adalah sebaliknya ketika masuk atau keluar kamar mandi. Ketika seseorang hendak masuk kamar mandi, hendaknya ia membaca doa, "Dengan menyebut asma Allah. Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari setan lelaki dan setan perempuan."
Hal ini perlu dilakukan karena mengikuti sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan dalam bab "As-Sunnah, "Untuk melindungi aurat manusia dari mata-mata jin adalah apabila salah seorang di antara kamu memasuki kamar mandi, maka hendaklah dia membaca, 'Bismillah,' karena kamar mandi itu menunggui seseorang dengan penyakit. Maka apabila dia datang ke kamar mandi, hendaklah ia membaca doa. Dan ketika keluar hendaklah membaca doa.”  Amalan ini disunnahkan, karena untuk mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadits ini juga diriwayatkan oleh An-Nasa'i.
Keempat, hendaklah dia bertumpu di atas kakinya yang kiri ketika duduk, karena cara ini dapat memudahkan keluarnya najis. Juga, karena terdapat sebuah hadits riwayat Ath-Thabrani dari Suraqah bin Malik yang menyebutkan, "Kami disuruh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertumpu di atas kaki kiri dan menegakkan kaki yang kanan." Begitu juga, hendaklah seseorang merenggangkan jarak di antara dua kakinya, tidak bercakap-cakap kecuali karena darurat, dan jangan berlama-lama melebihi kadar yang diperlukan karena perbuatan itu akan menyebabkan timbulnya penyakit bawasir ataupun jantung berdarah dan seumpamanya.
Dia juga disunnahkan untuk tidak mengangkat pakaiannya, kecuali jika pakaian itu menyentuh tanah. Karena, cara seperti itu lebih menjamin bagi tertutup auratnya. Ini juga berdasarkan sebuah hadits riwayat Abu Dawud dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apabila Rasulullah ingin membuang air, beliau tidak mengangkat pakaiannya kecuali apabila ia menyentuh tanah."
Bagi orang yang membuang air kecil, disunnahkan duduk supaya air kencingnya tidak memercik kembali ke arahnya. Kencing sambil berdiri adalah makruh kecuali jika ada uzur. Ibnu Mas'ud berkata, "Dianggap sebagai tindakan yang kurang sopan jika kamu kencing sambil berdiri." Aisyah berkata, "Siapa yang menceritakan kepadamu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kencing sambil berdiri, maka janganlah kamu memercayainya. Sebenarnya, beliau tidak pernah kencing kecuali sambil duduk.” At-Tirmidzi berkata inilah hadis yang paling shahih mengenai buang air kecil. Diriwayatkan oleh kumpulan lima Imam kecuali Abu Dawud (Nailul Authar jilid 1 halaman 88)
Diriwayatkan dari sekumpulan para sahabat: Umar, Ali, dan lainnya, tentang hukum rukhshah kencing sambil berdiri. Seseorang juga disunnahkan kencing di tempat yang tanahnya lembut, agar percikan air kencingnya itu tidak mengenai badannya. Diriwayatkan dari Abu Musa oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud, "Apabila seseorang itu kencing, hendaklah ia berlindung (menjaga) diri dari air kencingnya."
Kelima, janganlah kencing melawan arah tiupan angin, agar najis itu tidak kembali kepadanya. Jangan pula kencing ke dalam air yang tidak mengalir atau air yang mengalir, tetapi sedikit, ataupun yang mengalir itu banyak menurut pendapat ulama madzhab Hanafi. Karena, ada larangan dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim. Nash hadisnya, “Jangan kencing di dalam air yang tenang, kemudian mandi di situ.”
Janganlah juga kencing di tanah-tanah pekuburan untuk menghormatinya. Begitu juga jangan kencing di jalan-jalan dan tempat orang berkumpul untuk bercakap-cakap, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Takutilah tiga tempat yang dikutuk; membuang air besar di tempat laluan air, di tengah-tengah jalan raya, dan di bawah bayang-bayang atau tempat orang berteduh." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad yang jayyid dari Mu'adz. Diriwayatkan iuga oleh Imam Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud dari Abu Hurairah, "Takutlah kepada yang dilaknati.” Para sahabat bertanya, "Siapakah yang dilaknati, wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, "Mereka yang membuang air besar di tengah jalan atau di bawah pohon tempat orang berteduh.” Dalam hal ini, membuang air kecil diqiyaskan dengan membuang air besar.
Kencing ke dalam tanah yang merekah ataupun lubang juga dilarang, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang kencing ke dalam lubang yang menjadi tempat tinggal binatang. Riwayat Abu Dawud daari Abdullah bin Sarjis (Nailul Authar jilid 1 halaman 84)
Janganlah kencing di bawah pohon yang sedang berbuah, agar buahnya tidak terjatuh ke atas air kencing itu.
Kencing ke dalam air yang sedikit, menurut pendapat ulama madzhab Hanafi, adalah haram. Kencing ke dalam air yang banyak adalah makruh tahrim. Kencing ke dalam air yang mengalir adalah makruh tanzih, karena air itu akan menjadi mutanajjis. Ulama madzhab Syafi'i berkata, tidak boleh kencing di bawah pohon meskipun ketika ia belum berbuah. Karena, dikhawatirkan buahnya akan menjadi kotor ketika jatuh yang dapat menyebabkan orang merasa jijik untuk mengambilnya. Tetapi mereka tidak mengharamkannya, karena kotoran yang mungkin terjadi tidaklah meyakinkan. Ulama madzhab Hambali membolehkan kencing sewaktu pohon tidak berbuah, karena yang disukai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berlindung ketika beliau menunaikan hajatnya adalah rumpun pohon tamar. Riwayat Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah.
Ber-istinja' dengan air di tempat menunaikan hajat adalah makruh. Hendaklah orang itu berpindah ke tempat lain supaya percikannya tidak akan mengenainya, yang sudah barang tentu akan menyebabkan najis. Kencing di tempat mandi juga makruh karena sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, "Janganlah kamu kencing di tempat mandi kemudian mengambil wudhu di dalamnya. Sesungguhnya perasaan waswas secara umumnya adalah disebabkan dari hal ini.” Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Mughaffal.
Hal ini jika memang tidak ada saluran yang membolehkan air kencing dan air lainnya keluar dari tempat itu.
Keenam, menurut pendapat ulama madzhab Hanafi, menghadap kiblat ataupun membelakanginya dengan kemaluan ketika membuang air meskipun dilakukan di dalam bangunan, adalah makruh tahrim, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila kamu memasuki kamar mandi, janganlah kamu menghadap ke arah kiblat atau mernbelakanginya ketika membuang air kecil atau besar. Tetapi, hendaklah kamu menghadap ke arah timur ataupun barat.” Riwayat Ahmad dan Asy-Syaukani dalam shahih mereka dari Abu Ayyub (Nailul Authar jilid 1 halaman 80)
Jumhur ulama selain ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa tindakan yang demikian itu tidak makruh jika terjadi di tempat yang memang disediakan untuk membuang air. Karena, terdapat sebuah hadits riwayat Jabir, "Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kami menghadap ke arah kiblat ketika membuang air kecil, tetapi saya melihatnya menghadap ke arahnya setahun sebelum beliau wafat.” Riwayat At-Tirmidzi dan dia menghukuminya sebagai hadis hasan. Dia berkata bahwa hadis ini hasan gharib. Diriwayatkan juga oleh Al-Jama’ah dari Ibnu Umar (Nailul Authar jilid 1 halaman 80-81)
Apa yang dilihat oleh Jabir itu dipahami bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya di dalam bangunan ataupun ketika beliau berlindung dengan sesuatu. Menghadap kiblat dan juga membelakanginya di dalam suatu bangunan yang bukan disediakan untuk membuang air adalah haram. Begitu juga di padang pasir, tanpa suatu pelindung yang tinggi,
sekurang-kurangnya dua pertiga hasta ataupun lebih, serta pelindung itu tidak jauh darinya melebihi tiga hasta. Kondisi ini sama dengan kondisi ketika menyetubuhi istri di bagian lapang tanpa pelindung. Sebaliknya, jika ia dilakukan bukan di tempat lapang seperti di dalam rumah ataupun di tempat lapang yang berlindung, maka tidak haram.
Makruh juga menghadap ke arah matahari dan bulan dalam keadaan telanjang. Karena, kedua-duanya mengandung cahaya Allah Ta’ala, dan juga kedua-duanya dianggap sebagai tanda kebesaran-Nya. Oleh sebab itu, jika seseorang berlindung dari keduanya dengan sesuatu ataupun (membuang air) di dalam bangunan yang disediakan, maka tidaklah mengapa. Begitu juga makruh menghadap ke arah tiupan angin, agar ia tidak terkena percikan air kencingnya sendiri, yang akan menyebabkan badannya kotor oleh najis tersebut.
Ketujuh, disunnahkan tidak melihat ke arah langit atau melihat kelaminnya. Sunnah juga tidak memain-mainkan kelamin dengan tangan, dan juga sunnah tidak menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak bersuci pada saat itu juga disunnahkan, karena semuanya ini adalah tindakan yang tidak layak dalam keadaan yang demikian. Jangan pula dia duduk berlama-lama, karena yang demikian
itu akan menyebabkan penyakit bawasir. Hendaklah dia melepaskan pakaiannya sedikit demi sedikit sebelum dia bangun.
Haram kencing di dalam masjid meskipun ke dalam suatu wadah, karena tidakan seperti itu adalah tidak wajar dilakukan. Haram juga kencing di kuburan karena untuk menghormatinya. Dan makruh kencing di bagian pekuburan karena untuk menghormatinya.
Apabila dia bersin pada saat membuang air kecil atau besar, hendaklah dia mengucapkan Alhamdulillah di dalam hatinya. Kemudian sesudah beristinja' dan setelah keluar dari tempat istinja' hendaklah membaca doa, "Ya Allah, sucikanlah hatiku dari kemunafikan, dan jagalah farjiku dari perbuatan yang menjijikkan." "Segala puji bagi Allah yang telah mencicipkan kepadaku satu kenikmatan dan menetapkan kemanfaatan pada diriku, dan mengeluarkan hal yang menyakitkan dari diriku."

PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)