BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

Munculnya madzhab bermula pada zaman sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagai contoh adalah pada masa itu ada madzhab Aisyah, madzhab Abdullah bin Umar, madzhab Abdullah bin Mas'ud dan lain-lain lagi. Pada zaman tabi'in, telah lahir tujuh ahli fiqih yang termasyhur di Madinah. Mereka ialah Sa'id ibnul Musayyab, Urwah ibnuz Zubair, Al-Qasim bin Muhammad, Kharijah bin Zaid, Abu Bakar bin Abdurrahman bin Harits bin Hisyam, Sulaiman bin Yasar, Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud dan Nafi' hamba (maula) Abdullah bin Umar. Di kalangan ahli Kufah juga muncul Alqamah bin Mas'ud, lbrahim An-Nakha'i guru Hammad bin Abi Sulaiman yang menjadi guru kepada Imam Abu Hanifah. Di kalangan ahli Basrah juga muncul ahli fiqih, di antaranya adalah Al-Hassan Al-Bashri.
Di samping mereka, terdapat lagi ahli fiqih dari golongan tabi'in lain di antaranya adalah Ikrimah hamba (maula) Ibnu Abbas, Atha' bin Abi Ribah, Thawus bin Kisan, Muhammad bin Sirin, Al-Aswad bin Yazid, Masruq ibnul A'raj, Alqamah An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, Syuraih, Sa'id bin fubair, Makhul Ad-Dimasyqi dan Abu Idris Al-Khulani.
Dari awal abad kedua hingga pertengahan abad ke-2 Hijriyah yang merupakan zaman keemasan bagi ijtihad, telah muncul tiga belas ulama mujtahid yang masyhur yang madzhab mereka telah dibukukan dan pendapat mereka banyak diikuti. Mereka ialah Sufyan bin Uyainah di Mekah, Malik bin Anas di Madinah, Al-Hassan Al-Bashri di Bashrah, Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri (161 H) di Kufah, Al-Auza'i (157 H) di Syria (Syam), Asy-Syafi'i dan Al-Laith bin Sa'd di Mesir, Ishaq bin Rahawaih di Naisabur, Abu Tsaur, Ahmad, Dawud Az-Zahiri, dan lbnu |arir Ath-Thabari di Baghdad (dalam Kitab Tarikh Al-Fiqh Al-Islami karangan Muhammad Ali Sayis halaman 86).
Namun, kebanyakan madzhab ini hanya ada dalam kitab saja, karena para pengikut dan penganutnya sudah tidak ada. Walaupun demikian, ada juga yang masih ada dan masyhur hingga hari ini. Pada pembahasan selanjutnya kita akan membahas secara ringkas tentang pemimpin delapan madzhab yang terbesar dari golongan Ahli Sunnah, Syi'ah, dan sebagian kelompok Khawarij yang moderat yang masih mempunyai pengikut hingga hari ini, selain madzhab Zahiriyyah yang penganut dan pengikutnya sudah tidak ada (buku terbaik tentang imam-imam mujtahidin ialah yang ditulis oleh almarhum Syeikh Muhammad Abu Zahrah).

A. ABU HANIFAH, AN-NUMAN BIN TSABIT (80-150 H) PENDIRI MADZHAB HANAFI

Namanya Al-lmam Al-A'zham Abu Hanifah, An-Nu'man bin Tsabit bin Zuwatha Al-Kufi. Dia adalah keturunan orang-orang Persia yang merdeka (bukan keturunan hamba sahaya). Dilahirkan pada tahun 80 H dan meninggal pada tahun 150 H (semoga Allah Ta’ala merahmatinya). Dia hidup di dua zaman pemerintahan besar, yaitu pemerintahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Dia adalah generasi atba' at-tabi'in. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Abu Hanifah termasuk kalangan tabi'in. Dia pernah bertemu dengan sahabat Anas bin Malik dan meriwayatkan hadits darinya, yaitu hadits yang artinya, "Menuntut ilmu adalah fardhu bagi setiap Muslim."
Imam Abu Hanifah adalah imam ahlur ra'yu dan ahli fiqih Iraq, juga pendiri madzhab Hanafi. Asy-Syafi'i pernah berkata, "Manusia memerlukan Al-lmam Abu Hanifah dalam bidang fiqih." Abu Hanifah pernah menjadi pedagang kain di Kufah. Abu Hanifah menuntut ilmu hadits dan fiqih dari ulama-ulama yang terkenal. Dia belajar ilmu fiqih selama 18 tahun kepada Hammad bin Abi Sulaiman yang mendapat didikan (murid) dari Ibrahim An-Nakha'i. Abu Hanifah sangat berhati-hati dalam menerima hadits. Dia menggunakan qiyas dan istihsan secara meluas. Dasar madzhabnya ialah Al-Kitab, As-Sunnah, ijma, qiyas, dan lstihsan. Dia telah menghasilkan sebuah kitab dalam bidang ilmu kalam, yaitu Al-Fiqh Al-Akbar. Dan dia juga mempunyai Al-Musnad dalam bidang hadits. Tidak ada penulisan dia dalam bidang ilmu fiqih.
Di antara murid Imam Abu Hanifah yang termasyhur ialah:
(a) Abu Yusuf Ya'qub bin Ibrahim Al-Kufi (113-182 H). Yaitu, Qadi Besar pada zaman pemerintahan Ar-Rasyid. Dia banyak berjasa dalam mengembangkan madzhab Abu Hanifah, terutama dalam penulisan dasar-dasar madzhab dan penyebaran pendapatnya ke seluruh dunia. Dia adalah seorang mujtahid mutlak.
(b) Muhammad ibnul Hassan Asy-Syaibani (132-189 H), dilahirkan di Wasit. Ayah- nya berasal dari Harusta di Damsyik. Dia dibesarkan di Kufah, kemudian menetap di Baghdad dan wafat di Ray. Pada mulanya, dia menuntut ilmu fiqih kepada Imam Abu Hanifah, kemudian menamatkan pengajiannya dengan Abu Yusuf. Asy-Syaibani juga pernah belajar kepada Imam Malik bin Anas. Akhirnya, dia menjadi seorang tokoh fiqih di Iraq setelah Abu Yusuf. Asy-Syaibani terkenal dengan kecerdikan dan ketajaman pikirnya, serta terkenal sebagai seorang mujtahid mutlak yang telah menghasilkan penulisan yang banyak, yang menjaga dan melestarikan madzhab Abu Hanifah. Dia berjasa besar dalam penulisan madzhab Abu Hanifah. Kitabnya, Zahir Ar-Riwayat menjadi hujjah yang digunakan dan menjadi sandaran di kalangan pengikut Madzhab Hanafi.
(c) Abul Huzail, Zufar ibnul Huzail bin Qais Al-Kufi (110-158 H). Dilahirkan di Asfihan, meninggal di Basrah. Pada mulanya, dia cenderung kepada bidang hadits, tetapi kemudian dia lebih berminat pada bidang ar-ra'yu dan muncul sebagai seorang ahli dalam Al-qiyas, hingga merupakan orang yang paling termasyhur dalam perkara ini di kalangan murid dan pengikut Imam Abu Hanifah. Dia adalah seorang mujtahid mutlak.
(d) Al-Hassan bin Ziyad Al-Lu'lu'i (meninggal pada tahun 204 H). Pada mulanya, dia belajar kepada Abu Hanifah, kemudian kepada Abu Yusuf dan Muhammad. Dia terkenal sebagai orang yang meriwayatkan hadits dan fatwa/pendapat Imam Abu Hanifah. Namun, riwayatnya tidak dapat menandingi kitab Zahir Ar-Riwayat yang dihasilkan oleh Al-lmam Muhammad. Kepakarannya di bidang fiqih tidaklah sampai kepada kepakaran dan martabat Imam Abu Hanifah dan kedua sahabat utamaannya, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad Al- Hassan Asy-Syaibani.

B. IMAM MALIK BIN ANAS (93-179 H) PENDIRI MADZHAB MALIKI

Imam Malik bin Anas bin Abu Amir Al-Asbahi ialah tokoh dalam bidang fiqih dan hadits di Darul Hijrah (Madinah) setelah zaman tabi'in. Dia dilahirkan pada zaman Al-Walid bin Abdul Malik dan meninggal di Madinah pada zaman pemerintahan Al-Rasyid. Dia tidak pernah ke luar daerah meninggalkan Madinah. Sama seperti Imam Abu Hanifah, dia hidup dalam dua zaman pemerintahan, yaitu pemerintahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Tetapi, hidupnya lebih lama pada zaman pemerintahan Bani Abbasiyah. Negara Islam telah berkembang luas dalam kedua
masa pemerintahan ini, hingga ke Lautan Atlantik di Barat dan ke negeri Cina di Timur. Juga, telah sampai ke tengah-tengah Benua Eropa, yaitu ketika negara Spanyol berhasil dikuasai.
Imam Malik menuntut ilmu kepada ulama-ulama Madinah. Di antara mereka ialah Abdul Rahman bin Hurmuz. Dia lama berguru dengan Abdul Rahman ini. Dia juga menerima hadits dari para ulama hadits seperti Nafi' maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az-Zuhri. Gurunya dalam bidang fiqih ialah Rabi'ah bin Abdul Rahman yang terkenal dengan Rabi'ah Ar-Ra'yi.
Imam Malik adalah imam dalam ilmu hadits dan fiqih. Kitab dia Al-Muwaththa' adalah sebuah kitab besar dalam hadits dan fiqih. Imam Asy-Syafi'i pernah berkata, "Malik adalah guru saya, saya menuntut ilmu darinya. Dia adalah hujjah di antara saya dengan Allah. Tidak ada seorang pun yang berjasa pada saya melebihi jasa imam Malik. Jika nama ulama disebut, maka nama Malik-lah yang paling bersinar." Dia membangun madzhabnya berdasarkan dua puluh dasar. Lima dari Al-Qur'an dan lima dari As-Sunnah, yaitu nash Al-Kitab, zahirnya yakni umumnya, mafhum al-mukhalafah, mafhumnya yakni mafhum al-muwafaqoh, tanbih-nya yakni peringatan Al-Qur'an terhadap 'illah seperti firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-An’aam ayat 145 yang artinya, "...karena semua itu kotor atau fisq." Yang lain ialah al-ijma', al-qiyas, amal ahli madinah, qaul as-sahabi, al-istihsan, sadd adz-dzarai’, menjaga khilal istishab, al-mashalih al-mursalah dan syar' man qablana (dalam Kitab Tarikh Al-Fiqh karangan Ali Sayis halaman 105 dan Kitab Malik karangan Abu Zahrah halaman 254 dan seterusnya).
Imam Malik terkenal dengan sikapnya yang berpegang kuat kepada As-Sunnah, amalan ahli Madinah, Al-Mashalih Al-Mursalah, pendapat sahabat (qaul sahabi) jika sah sanadnya dan Al-Istihsan. Murid-murid Imam Malik ada yang datang dari Mesir, Afrika Utara, dan Spanyol. Tujuh orang yang termasyhur dari Mesir ialah (dalam Kitab Al-Amwal wa Nazhariyah Al-‘Aqd karangan Muhammad Yusuf Musa halaman 86-89 dan Kitab Malik halaman 233 dan seterusnya):
(a) Abu Abdullah, Abdurrahman ibnul Qasim (meninggal di Mesir pada tahun 191 H). Dia belajar ilmu fiqih dari Imam Malik selama 20 tahun dan dari Al-Laits bin Sa'ad seorang ahli fiqih Mesir (meninggal tahun 175 H). Abu Abdullah adalah seorang mujtahid mutlak. Yahya bin Yahya menganggapnya sebagai seorang yang paling alim tentang ilmu Imam Malik di kalangan sahabatnya, dan orang yang paling amanah terhadap ilmu Imam Malik. Dia telah meneliti dan mentashih kitab Ar-Mudawwanah, yaitu kitab terbesar dalam Madzhab Maliki. Sahnun Al-Maghribi mempelajari kitab ini darinya kemudian menyusun ulang berdasarkan susunan fiqih Abu Abdullah.
(b) Abu Muhammad, Abdullah bin Wahb bin Muslim (dilahirkan pada tahun 125 H dan meninggal pada tahun I97 H). Dia belajar dari Imam Malik selama 20 tahun. Setelah itu, dia mengembangkan Madzhab Maliki di Mesir. Dia telah melakukan usaha yang serius untuk membukukan Madzhab Maliki. Imam Malik pernah menulis surat kepadanya dengan menyebut gelaran "Faqih Mesir" dan 'Abu Muhammad Al-Mufti." Dia juga pernah belajar ilmu fiqih dari Al-Laits bin Sa'ad. Dia juga seorang ahli hadits yang dipercayai dan mendapat julukan "Diwan Ilmu."
(c) Asyhab bin Abdul Aziz Al-Qaisi, dilahirkan pada tahun yang sama dengan Imam Asy-Syafi'i, yaitu pada tahun 150 H, dan meninggal pada tahun 204 H. Kelahirannya terpaut sembilan belas hari setelah Imam Asy-Syafi'i lahir. Dia telah mempelajari ilmu fiqih dari Imam Malik dan Al- Laits bin Sa'd. Dia menjadi ikutan di bidang ilmu fiqih di Mesir setelah Ibnul Qasim. Dia menghasilkan tulisan berdasarkan fiqih Malik yang terkenal dengan sebutan Mudawwanah Asyhab. Mudawwanah ini bukanlah Mudawwanah Sahnun Imam Asy-Syafi'i pernah berkata, 'Aku tidak pernah berjumpa dengan orang yang Iebih alim dalam fiqih daripada Asyhab."
(d) Abu Muhammad, Abdullah bin Abdul Hakam. Meninggal pada tahun 214 H. Dia merupakan orang yang paling alim tentang pendapat Imam Malik. Dia menjadi pemimpin Madzhab Maliki setelah Asyhab.
(e) Asbagh ibnul Farj Al-Umawi. Dia dinisbahkan kepada Bani Umayyah karena ada hubungan hamba sahaya. Dia meninggal pada tahun 225 H. Dia belajar fiqih kepada Ibnul Qasim, Ibnu Wahb, dan Asyhab. Dia adalah di antara orang yang paling alim dalam Madzhab Maliki, terutama dalam masalah cabang madzhab ini.
(f) Muhammad bin Abdullah ibnul Hakam. Meninggal pada tahun 268 H. Dia menuntut ilmu, khususnya fiqih kepada ayahnya dan juga kepada ulama Madzhab Maliki pada zamannya. Dia juga belajar kepada Imam Asy-Syafi'i. Dia menjadi lambang kemegahan dalam bidang fiqih hingga menjadi tokoh di bidang tersebut dan menjadi rujukan fatwa di Mesir. Banyak rombongan yang datang dari negeri Afrika Utara, Maghrib, dan Spanyol untuk belajar kepadanya.
(g) Muhammad bin Ibrahim Al-Askandari bin Ziyad yang terkenal dengan Ibnul Mawwaz (meninggal pada tahun 269 H). Dia belajar ilmu fiqih kepada ulama semasanya sehingga dia mumpuni dalam bidang fiqih dan fatwa. Kitabnya Al-Mawwaziyyah merupakan kitab yang agung yang pernah dihasilkan oleh pengikut Madzhab Maliki. Ia mengandungi masalah hukum yang paling shahih, bahasanya mudah, dan pembahasannya menyeluruh. Cara kitab ini menyelesaikan masalah-masalah cabang ialah, dengan menyandarkan kepada ushul (asas dan dasar).
Di antara murid Imam Malik yang masyhur yang datang dari daerah Islam bagian barat (Magharibah) ialah tujuh orang, yaitu:
(a) Abul Hassan, Ali bin Ziad At-Tunisi. Meninggal pada tahun 183 H. Dia belajar kepada Imam Malik dan Al-Laits bin Sa'd. Dia adalah seorang ahli fiqih di Afrika.
(b) Abu Abdullah, Ziyad bin Abdurrahman Al-Qurtubi, meninggal pada tahun 192 H. Dia digelari dengan "Syabtun." Dia mempelajari Al-Muwaththa' langsung dari Imam Malik, dan dia adalah orang pertama yang mengembangkan Al-Muwaththa' di Spanyol.
(c) Isa bin Dinar Al-Qurtubi Al-Andalusi. Meninggal pada tahun 212 H. Dia adalah seorang ahli fiqih Spanyol.
(d) Asad ibnul Furat bin Sinan At-Tunisi. Dia berasal dari Khurasan di daerah Naisabur, dilahirkan pada tahun 145 H dan mati syahid tahun 213 H di Sarqusah, ketika memimpin tentara untuk membuka Pulau Sisilia. Dia adalah ahli fiqih, pejuang, dan pemimpin angkatan perang. Dia telah menghimpun fiqih Al-Madinah dan fiqih Al-lraq. Dia mempelajari Al-Muwaththa' dari Imam Malik. Dia juga mempelajari fiqih Iraq di mana dia pernah bertemu dengan Abu Yusuf dan Muhammad ibnul Hassan. Kitabnya yang berjudul Al-Asadiyyah merupakan rujukan utama bagi
kitab Al-Mudawwanah yang ditulis oleh Sahnun.
(e) Yahya bin Yahya bin Katsir Al-Laitsi Andalusi Qurtubi. Meninggal pada tahun 234 H. Dia telah menyebarkan Madzhab Maliki di Spanyol.
(f) Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman As-Sulami. Meninggal pada tahun 238 H. Dia merupakan tokoh fiqih Maliki setelah Yahya.
(g) Sahnun, Abdul Salam bin Sa'id At-Tannukhi. Meninggal pada tahun 240 H. Dia belajar fiqih kepada ulama Mesir dan Madinah hingga menjadi ahli fiqih dan tokoh terkenal pada zamannya. Dia menulis kitab Al-Mudawwanah dalam madzhab yang meniadi sandaran Madzhab Malik.
Di antara murid Imam Malik yang termasyhur yang telah menyebarkan madzhabnya di Hijaz dan lraq ialah tiga orang.
(a) Abu Marwan, Abdullah bin Abu Salamah Al-Majishun, meninggal pada tahun 212 H. Dia pernah menjadi mufti Madinah pada zamannya. Dikatakan bahwa dia telah menulis Al-Muwaththa' sebelum Imam Malik.
(b) Ahmad bin Al-Mu'adzdzal bin Ghailan Al-Abdi. Dia hidup sezaman dengan Al-Majishun dan merupakan salah seorang sahabatnya. Dia merupakan orang yang paling alim dalam bidang fiqih di kalangan sahabat Imam Malik di Iraq. Tapi, tarikh meninggalnya tidak diketahui.
(c) Abu Ishaq, Ismail bin Ishaq, Al-Qadhi. Dia wafat pada tahun 282 H, berasal dari Bashrah dan tinggal di Baghdad. Dia belajar ilmu fiqih dari Ibnul Mu'adzdzal dan menyebarkan Madzhab Maliki di Iraq.

C. MUHAMMAD BlN IDRIS ASY-SYAFI'I (150-204 H) PENCETUS MADZHAB SYAFI'I

Al-lmam Abu Abdullah, Muhammad bin Idris Al-Qurasyi Al-Hasyimi Al-Muththalibi ibnul Abbas bin Utsman bin Syafi'i (rahimahullah). Silsilah nasabnya bertemu dengan datuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu Abdu Manaf. Dia dilahirkan di Ghazzah Palestina pada tahun 150 H, yaitu pada tahun wafatnya Abu Hanifah. Dan dia wafat di Mesir pada tahun 204 H.
Setelah kematian ayahnya pada masa dia berumur dua tahun, ibunya membawa Imam Asy-Syafi'i ke Mekah, yang merupakan kampung halaman asal keluarganya. Imam Asy-Syafi'i diasuh dan dibesarkan dalam keadaan yatim. Dia telah menghafal Al-Qur'an semasa kecil. Dia pernah tinggal bersama kabilah Hudzail di Al-Badiyah, satu kabilah yang terkenal dengan kefasihan bahasa Arabnya. Imam Asy-Syafi'i banyak mempelajari dan menghafal syair mereka. Imam Syafi'i adalah tokoh bahasa dan sastra Arab. Al-Ashmu'i pernah berkata bahwa syair Hudzail telah diperbaiki oleh seorang pemuda Quraisy bernama Muhammad bin Idris. Ini jelas menunjukkan bahwa dia adalah imam dalam bidang bahasa Arab dan memainkan peranan penting dalam perkembangannya.
Imam Asy-Syafi'i belajar di Mekah kepada muftinya, yaitu Muslim bin Khalid Al-Zanji hingga Imam Asy-Syafi'i mendapat izin untuk memberikan fatwa. Pada masa itu, Imam Asy-Syafi'i baru berumur kira-kira 15 tahun. Setelah itu, dia pergi ke Madinah. Di sana dia menjadi murid Imam Malik bin Anas. Dia belajar dan menghafal Al-Muwaththa' hanya dalam masa sembilan malam saja. Dia juga meriwayatkan hadits dari Sufyan bin Uyainah, Fudhail bin Iyadh, dan pamannya, Muhammad bin Syafi' serta lain-lain.
Imam Asy-Syafi'i pergi ke Yaman, kemudian ke Baghdad pada tahun l82 H dan ke Baghdad untuk kedua kalinya pada tahun 195 H. Dia telah mempelajari kitab fuqaha Iraq dari Muhammad ibnul Hassan. Dia juga mengadakan perbincangan dan pertukaran pendapat dengan Muhammad ibnul Hassan. Perbincangan ini sangat menggembirakan Ar-Rasyid.
Imam Ahmad bin Hambal bertemu dengan Imam Asy-Syafi'i ketika di Mekah pada tahun 187 H dan di Baghdad pada tahun 195 H. Dia belajar ilmu fiqih dan usul fiqih serta ilmu nasikh dan mansukh Al-Qur'an dari Imam Asy-Syafi'i. Di Baghdad, Imam Asy-Syafi'i telah mengarang kitabnya bernama Al-Hujjah yang mengandung madzhabnya yang qadim. Setelah itu, dia berpindah ke Mesir pada tahun 200 H. Dan di sana, lahirlah madzhab jadid-nya. Dia wafat di Mesir dalam keadaan syahid karena ilmu pada akhir bulan Rajab, hari Jumat tahun 204 H. Dia dimakamkan di Al-Qarafah setelah Asar pada hari yang sama. Semoga Allah SWT merahmatinya (dalam Kitab Bujairimi Al-Khatib jilid 1 halaman 49 dan seterusnya, dikatakan bahwa dia dipukul oleh Asybab, seorang faqih Madzhab Maliki ketika dia berdiskusi dengan Asy-Syafi’i sehingga bengkak. Dia dipukul di dahi dengan anak kunci, lalu jatuh sakit beberapa lamanya sehingga meninggal dunia. Asyhab berdoa dalam sujudnya, “Ya Allah, matikanlah Syafi’i, kalau tidak, hilanglah ilmu Malik.” Namun menurut cerita yang masyhur, Asy-Syafi’i dipukul oleh dua orang pemuda Maghribi).
Di antara hasil karyanya ialah Ar-Risaalah yang merupakan penulisan pertama dalam bidang ilmu usul fiqih dan kitab Al-Umm di bidang fiqih berdasarkan madzhab jadid-nya'
Imam Asy-Syafi'i adalah seorang mujtahid mutlak. Dia adalah imam di bidang fiqih, hadits, dan ushul. Dia telah berhasil menggabungkan ilmu fiqih ulama Hijaz dengan ulama lraq. Imam Ahmad berkata, "lmam Asy-Syafi'i adalah orang yang paling alim berkenaan dengan kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Dia juga pernah berkata, "Siapa pun yang memegang tinta dan pena di tangannya, maka ia berutang budi kepada Asy-Syafi'i. Tasy Kubra Zadah dalam kitabnya, Miftah As-Sa'adah berkata, "Ulama kalangan ahli fiqih, usul, hadits, bahasa, tata bahasa, dan lain-lain telah sepakat tentang amanah, adil, zuhud, wara, takwa, pemurah, serta baiknya tingkah laku dan tinggi budi pekerti yang dimiliki oleh Imam Asy-Syafi'i. Meskipun banyak pujian yang diberikan, namun ia tetap tidak memadai."
Sumber Madzhab Imam Asy-Syafi'i ialah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kemudian ijma dan qiyas. Dia tidak mengambil pendapat sahabat sebagai sumber madzhabnya, karena ia merupakan ijtihad yang ada kemungkin salah. Dia juga tidak beramal dengan istihsan yang diterima oleh golongan Hanafi dan Maliki. Dalam hal ini, dia berkata, "Siapa yang melakukan istihsan berarti ia membuat syariat." Dia juga telah menolak masalih mursalah dan tidak setuju menjadikan 'amal ahl Al-Madinah (perbuatan penduduk Madinah) sebagai hujjah. Ahli Baghdad telah menyifatkan Imam Asy-Syafi'i sebagai Nashir Sunnah (penyokong As-Sunnah).
Ulama yang meriwayatkan kitab lamanya, Al-Hujjah, ialah empat orang muridnya dari kalangan penduduk Iraq, yaitu Ahmad bin Hambal, Abu Tsaur, Az-Za'farani, dan Al-Karabisi. Riwayat yang paling baik ialah riwayat Al-Za'farani.
Adapun yang meriwayatkan Madzhab baru Imam Asy-Syafi'i dalam Al-Umm juga empat orang muridnya dari kalangan penduduk Mesir. Mereka ialah Al-Muzani, Al-Buwaiti, Ar-Rabi' Al-Jizi dan Ar-Rabi' bin Sulaiman Al-Muradi, dan lain-lain. Fatwa yang terpakai dalam Madzhab Syafi'i ialah qaul jadid-nya dan bukan qaul qadim-nya, karena Imam Asy-Syafi'i telah menariknya kembali dengan berkata, "Aku tidak membenarkan orang meriwayatkannya dariku." Hanya dalam beberapa masalah saja, yaitu lebih kurang 17 masalah yang boleh difatwakan berdasarkan qaul qadim. Jika memang qaul qadim itu didukung oleh hadits shahih, maka ia adalah Madzhab Syafi'i. Diriwayatkan bahwa Asy-Syafi'i berkata, "Jika sah sesuatu hadits, maka itulah madzhabku. Oleh sebab itu kau tinggalkanlah pendapatku."
Imam Asy-Syafi'i mempunyai pengikut dan murid yang banyak di Hijaz, Iraq, Mesir, dan di negara-negara Islam yang lain. Secara khusus, kita akan membahas riwayat hidup ringkas lima orang Mesir yang telah mempelajari madzhab jadid-nya. Mereka ialah (sebagaimana dalam Kitab Asy-Syafi’i karangan Abu Zahrah halaman 149 dan seterusnya) :
(a) Yusuf bin Yahya Al-Buwaithi, Abu Ya'qub. Dia wafat tahun 231 H dalam penjara di Baghdad, karena fitnah mengenai pendapat bahwa Al-Qur'an adalah makhluk yang ditimbulkan oleh Khalifah Al-Ma'mun. Imam Asy-Syafi'i telah melantiknya sebagai pengganti untuk memimpin halaqahnya. Dia telah menghasilkan mukhtashar yang masyhur berdasarkan pendapat Imam Asy-Syafi'i.
(b) Abu lbrahim, Ismail bin Yahya Al-Muzani (wafat pada tahun 264 H). Imam Asy-Syafi'i berkata, "Al-Muzani adalah orang yang menolong madzhabku." Dia telah menghasilkan banyak kitab dalam Madzhab Syafi'i. Di antaranya ialah Al-Mukhtashar Al-Kabir yang dinamakan sebagai
Al-Mabsuth dan Al-Mukhtashar Ash-Shaghir. Banyak ulama Khurasan, Iraq, dan Syam yang belajar kepadanya. Dia ialah seorang yang alim serta mujtahid.
(c) Ar-Rabi' bin Sulaiman bin Abdul Jabbar Al-Muradi, Abu Muhammad (perawi kitab). Dia merupakan muadzin di Masjid Amr ibnul Ash (masjid Fusthath), wafat pada tahun 270 H. Dia bersama Imam Asy-Syafi'i dalam jangka masa yang lama, sehinggalah dia menjadi periwayat kitab-kitab Imam Asy-Syafi'i. Melalui dia kitab Ar-Risalah, Al-Umm, dan kitab-kitab Imam Asy-Syafi'i yang Iain sampai kepada kita. Jika berlaku percanggahan di antara riwayat Al-Muzani dengan riwayat dia, maka riwayat dialah yang diutamakan.
(d) Harmalah bin Yahya bin Harmalah (wafat pada tahun 266 H). Dia meriwayatkan kitab-kitab Imam Asy-Syafi'i yang tidak diriwayatkan oleh Ar-Rabi', seperti kitab Asy-Syuruth (tiga jilid) kitab As-Sunan (10 jilid), kitab An-Nikah, dan kitab Alwan Al-lbil wal Ghanam wa Shifatihaa wa Asnaanihaa.
(e) Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam (wafat pada bulan Dzulqa'dah tahun 268 H). Selain murid Imam Asy-Syafi'i, dia juga salah seorang murid Imam Malik. Orang Mesir menghormatinya dan mengakui bahwa tidak ada orang yang menyamainya. Imam Asy-Syafi'i sangat mengasihinya dan sangat rapat dengannya. Dia meninggalkan Madzhab Syafi'i dan kembali kepada Madzhab Malik, karena Imam Asy-Syafi'i tidak melantiknya sebagai pengganti untuk mengurus halaqahnya,
juga karena madzhab ayahnya adalah Madzhab Malik.

D. AHMAD BIN HAMBAL (164-241 H) PENCETUS MADZHAB HAMBALI

Imam Abu Abdullah, Ahmad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al-Zuhaili Asy-Syaibani, dilahirkan dan dibesarkan di Baghdad. Wafat di sana pada bulan Rabi'ul Awwal (semoga Allah Ta’ala merahmatinya). Dia telah mengembara untuk menuntut ilmu di beberapa kota seperti Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam, dan Jazirah.
Imam Ahmad belajar fiqih kepada Imam Asy-Syafi'i semasa dia berada di Baghdad. Akhirnya,lmam Ahmad menjadi seorang mujtahid mustaqil. Jumlah gurunya melebihi 100 orang. Dia berusaha mengumpulkan As-Sunnah dan menghafalnya, hingga dia terkenal sebagai Imam Al-Muhaddifsun pada zamannya. Ini juga berkat kemurahan gurunya, Husyaim bin Basyir bin Abu Khazim Al-Bukhari Al-Ashl (104 -183 H).
Dia adalah tokoh dalam bidang hadits, sunnah, dan fiqih. Ibrahim Al-Harbi berkata, "Aku memandang Ahmad, seolah-olah Allah Ta’ala telah menghimpunkan ilmu ulama yang terdahulu dan yang kemudian kepadanya." Ketika meninggalkan Baghdad menuju ke Mesir, Imam Asy-Syafi'i berkata, "Aku keluar dari Baghdad dan aku tidak meninggalkan orang yang lebih takwa dan paling alim di bidang fiqih selain Ibnu Hambal."
Imam Ahmad telah menerima banyak cobaan dan ujian. Dia telah dipukul dan dikurung karena fitnah mengenai pendapat bahwa Al-Qur'an adalah makhluk pada zaman Al-Ma'mun, Al-Mu'tashim, dan Al-Watsiq. Dia bersabar seperti sabarnya para nabi. Ibnul Madini berkata, "Sesungguhnya Allah memuliakan Islam dengan dua lelaki; yaitu Abu Bakar ketika orang Arab mulai murtad dan Ibnu Hambal ketika muncul fitnah." Bisyr Al-Hafi juga berkata, "Sesungguhnya Ahmad berdiri di tempat berdirinya para nabi."
Dasar madzhabnya dalam ijtihad adalah hampir sama dengan prinsip madzhab Syafi'i. Ini karena dia dididik oleh Imam Asy-Syafi'i. Dia menerima Al-Qur'an, As-Sunnah, fatwa sahabat, ijma, qiyas, istishab, mashalih mursalah dan dzarai'.
Imam Ahmad tidak mengarang kitab fiqih, sehingga sahabatnya mengumpulkan pendapat madzhabnya berdasarkan perkataan, perbuatan, jawaban-jawaban Imam Ahmad, dan sebagainya.
Dia telah menghasilkan Al-Musnad dalam hadits, yang mengandung lebih daripada 40.000 hadits. Dia mempunyai kekuatan hafalan yang amat kuat. Dia mengamalkan hadis mursal (hadits yang dalam sanadnya, rawi shahbi-nya tidak ada), dan hadits dhaif yang boleh meningkat ke derajat hadits hasan, tetapi dia tidak beramal dengan hadits batil dan mungkar. Dia mengutamakan hadits mursal dan dhaif daripada qiyas.
Di antara murid yang telah menyebarkan ilmunya ialah sebagai berikut (sebagaimana dalam Kitab Ibn Hambal karangan Abu Zahrah halaman 176-188):
(a) Salih bin Ahmad bin Hambal (wafat pada tahun 266H). Dia ialah anak Imam Ahmad yang paling tertua; mempelajari ilmu fiqih dan hadits dari ayahnya, dan juga dari para ulama lain pada zamannya. Abu Bakar Al-Khalal periwayat fiqih Hambali berkata, "Dia telah mendengar banyak
masalah dari ayahnya, Orang Khurasan banyak bertanya tentang berbagai masalah kepada ayahnya."
(b) Abdullah bin Ahmad bin Hambal (213-290 H). Dia mempunyai perhatian besar dalam bidang periwayatan hadits dari ayahnya. Sementara saudaranya, Salih memfokuskan kepada bidang fiqih ayahnya dan masalah-masalah yang berhubungan dengannya.
(c) Al-Atsram, Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin Hani' Al-Khurasani, Al-Baghdadi (273 H). Dia telah meriwayatkan masalah-masalah fiqih dan hadits dari Imam Ahmad. Dia menghasilkan kitab bernama As-Sunan fil Fiqh berdasarkan madzhab Ahmad. Kitab ini menggunakan hadits sebagai dasarnya.
(d) Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mahran Al-Maimuni (meninggal tahun 274 H). Dia hidup bersama Imam Ahmad lebih dari 20 tahun. Dia mempunyai kedudukan yang tinggi di kalangan sahabat Imam Ahmad. Abu Bakar Al-Khallal sangat kagum dengan riwayat yang diterimanya dari Imam Ahmad.
(e) Ahmad bin Muhammad ibnul Hajiaj, Abu Bakar Al-Marwadzi (meninggal tahun 274 H). Dia adalah seorang yang paling istimewa dan dekat dengan Imam Ahmad. Dia adalah imam dalam bidang fiqih dan hadits dan menghasilkan banyak penulisan. Jika golongan Hambali  menyebut nama Abu Bakar; maka yang dimaksud dengannya ialah Al-Marwadzi.
(f) Harb bin Ismail Al-Hanzhali Al-Karmani (meninggal pada tahun 280 H). Dia mendalami fiqih dari Imam Ahmad. Walaupun Al-Marwadzi mempunyai hubungan yang erat dengan Imam Ahmad, namun ia masih menjadikan riwayat Harb bin Ismail sebagai sandaran kepada riwayat yang diterimanya dari Imam Ahmad.
(g) Ibrahim bin Ishaq Al-Harbi, Abu Ishaq (meninggal 285 H). Dia lebih pakar dalam bidang hadits daripada fiqih, dan juga seorang yang alim dalam bidang bahasa.
Setelah itu, lahirlah Ahmad bin Muhammad bin Harun, Abu Bakar Al-Khallal (wafat pada tahun 311 H). Dia telah mengumpulkan fiqih Imam Ahmad melalui para sahabatnya, hingga dia terkenal sebagai pengumpul fiqih Hambali, atau pemindah, ataupun periwayatnya. Al-Khallal hidup bersama Abu Bakar Al-Marwadzi hingga wafatnya. Adalah jelas, bahwa dialah yang mendorong Al-Khallal supaya meriwayatkan fiqih. Pengumpulan yang dilakukan oleh Al-Khallal ini telah diringkaskan oleh dua orang yang masyhur, yaitu:
(a) Abul Qasim, Umar ibnul Hussain Al-Kharqi Al-Baghdadi (meninggal 334 H), dikebumikan di Damsyik. Dia banyak menulis kitab dalam madzhab Ahmad, di antaranya ialah kitab Mukhtashar-nya yang masyhur yang telah disyarahi oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni.
(b) Abu Bakar Abdul Aziz bin Ja'far yang lebih terkenal dengan Ghulam Al-Khallal (meninggal 363 H). Dia adalah sahabat Al-Kharqi. Dia merupakan murid Al-Khallal yang sangat berpegang teguh dalam mengikuti jejak langkahnya. Adakalanya dia mengutamakan riwayat dan pendapat yang tidak dirajihkan oleh Al-Khallal.

E. ABU SULAIMAN, DAWUD BIN ALI AL-ASFIHANI AZ.ZAHIRI

Dia Dilahirkan di Kufah pada tahun 202 H dan meninggal di Baghdad pada tahun 270 H. Dia adalah pencetus Madzhab az-Zahiri.
Dia merupakan pemimpin golongan ahli Zahir. Dia meletakkan asas madzhab ini, dan kemudian dikembangkan oleh Abu Muhammad Ali bin Sa'id bin Hazm Al-Andalusi (384-406 H) yang telah mengarang beberapa buah kitab, yang utama ialah Al-Muhalla di bidang fiqih dan Al-lhkam fi Ushul Al-Ahkam di bidang Usul Fiqih.
Imam Dawud adalah di antara hufazh hadits (golongan yang sampai kepada martabat Al-Hafizh dalam hadits), ahli fiqih yang mujtahid, dan mempunyai madzhab yang tersendiri setelah dia mengikut Madzhab Syafi'i di Baghdad.
Asas Madzhab Zahiri ialah beramal dengan zahir Al-Qur'an dan As-Sunnah selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa yang dikehendaki darinya ialah bukan makna yang zahir. Jika tidak ada nash, maka berpindah kepada ijma dengan syarat hendaklah ia merupakan ijma seluruh ulama. Mereka juga menerima ijma sahabat. Jika tidak didapati nash atau ijma, mereka menggunakan istishhab, yaitu al-ibahah al-hasliyyah (kemubahan yang natural/asal).
Qiyas, ra'yu dan istihsan, dzarai' dan mencari 'illat nash-nash hukum dengan menggunakan ijtihad adalah ditolak. Cara-cara itu tidak dianggap sebagai dalil dalam hukum, sebagaimana mereka juga menolak taqlid.
Di antara contoh masalah fiqih menurut pendapat mereka ialah pengharaman menggunakan bejana dari emas dan perak hanyalah khusus untuk minum. Pengharaman riba hanyalah pada enam jenis yang disebutkan dalam hadits, shalat Jumat dilaksanakan di masjid kampung. Pendapat mereka ini adalah sama dengan pendapat Abu Tsaur; salah seorang pengasas madzhab fiqih yang telah pupus. Istri yang kaya bertanggung jawab menanggung perbelanjaan nafkah suaminya yang susah dan juga nafkah dirinya. Madzhab ini telah tersebar luas di Andalus. Pada abad ke-5 H, ia mulai merosot dan akhirnya pupus pada kurun ke-8 H.

F. ZAID BIN ALI ZAINAL ABIDIN IBNUL HUSAIN (WAFAT 122H)

Dia adalah imam golongan Syiah Zaidiyyah yang dianggap sebagai madzhab ke-5 selain madzhab yang empat.
Dia adalah imam pada zamannya dan merupakan ahli ilmu dalam berbagai bidang. Karena ketinggian ilmunya di bidang 'Ulumul Qur'an, qira'at, dan fiqih, maka dia digelari sebagai halif Al-Qur'an. Dia telah menulis kitab fiqih berjudul Al-Majmu' yang merupakan kitab fiqih yang tertua dicetak di Itali. Kitab ini telah disyarahi oleh Al-Allamah Syarafuddin Al-Hussain ibnul Haimi Al-Yamani Ash-Shan'ani (meninggal 1221 H), dalam kitab yang berjudul Ar-Rawdhun Nadhir Syarh Maimu' Al-Fiqh Al-Kabir dalam empat jilid.
Abu Khalid Al-Wasithi merupakan rawi hadits-hadits Majmu' dan pengumpul fiqih madzhab Zaid. Dikatakan bahwa jumlah hasil karyanya mencapai 15 naskah kitab. Di antaranya adalah kitab Al-Majmu' di bidang hadits, namun penisbatan kitab ini kepada imam Zaid diragui.
Golongan Zaidiyyah ialah mereka yang menjadikan imam Zaid (anak Ali Zainal Abidin) sebagai imam dan pencetus madzhab ini. Imam Zaid telah menerima bai'ah di Kufah pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik. Yusuf bin Umar memeranginya hingga Imam Zaid meninggal.
Imam Zaid mengutamakan AIi bin Abi Thalib daripada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang Iain. Dia berpendapat imam yang zalim tidak boleh ditaati. Walaupun dia mengutamakan Sayyidina Ali, tetapi dia juga menerima pelantikan Abu Bakar dan Umar; dan menolak kritikan terhadap mereka yang dilakukan oleh pengikutnya yang telah membaiatnya. Sebab itulah, pengikutnya pecah dan ada yang memisahkan diri. Imam Zaid berkata kepada orang yang memisahkan diri darinya, "Kau telah menolakku." Dengan kata-kata itu, golongan ini pun terkenal dengan gelaran Ar-Rafidhah (kelompok yang menolak). Setelah dia wafat, anaknya -Yahya- meneruskan perjuangannya. Dia telah terbunuh pada zaman pemerintahan Al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik.
Di antara kitab terpenting dalam madzhab ini yang telah dicetak ialah Kitab Al-Bahr Al-Zakhkhar Al-Jami'li Madzahib Uama' Al-Amsar oleh Al-lmam Yahya ibnul Murtadha (meninggal 840 H). Dalam empat jilid, ia membahas pendapat-pendapat dan perselisihan ulama fiqih.
Fiqih madzhab ini lebih cenderung kepada fiqih ahli Iraq pada zaman permulaan kelahiran Syiah dan para imam mereka. Ia tidak mempunyai perbedaan yang banyak dengan fiqih ahli Sunnah. Walaupun demikian, terdapat beberapa perbedaan dalam masalah-masalah yang masyhur. Di antaranya adalah tidak boleh menyapu khuf, haram sembelihan orang bukan Islam, dan haram kawin dengan kitabiyah, karena Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Mumtahanah ayat 10 yang artinya, "...Dan janganlah kamu (wahai umat lslam) tetap berpegang kepada akad perkawinan kamu dengan perempuan-perempuan orang (kekal dalam keadaan) kafir...."
Mereka juga berbeda pendapat dengan golongan Syiah Imamiyyah dalam persoalan bolehnya kawin Mut'ah. Mereka berpendapat kawin Mut'ah tidak boleh. Dalam adzan, mereka menambah ungkapan (حي على خير العمل) yang artinya, "Marilah melakukan perbuatan yang baik' dan mereka bertakbir sebanyak lima kali dalam shalat jenazah. Madzhab yang dipraktikkan di Yaman adalah madzhab Al-Hadawiyyah, yaitu pengikut Al-Hadi ila Al-Haq Yahya ibnul Husain. Madzhab ini merupakan madzhab yang dipakai oleh pemerintahan Yaman hingga sekarang, sejak 288 H. Mereka adalah golongan Syiah yang paling dekat dengan Ahli Sunnah. Dalam aqidah, mereka mengikuti paham Muktazilah. Dalam mengeluarkan hukum, mereka bersandar kepada Al-Qur'an, hadits, ijtihad dengan menggunakan pikiran, qiyas, istihsan, masalih mursalah, dan istishab.
Kesimpulannya, golongan Zaidiyyah adalah dinisbahkan kepada Zaid, karena dia adalah imam mereka. Berbeda dengan golongan Hanafi dan Syafi'i umpamanya, sekiranya pengikut madzhab Zaidiyah tidak menemukan hukum pada cabang persoalan fiqih dalam madzhab mereka, maka mereka akan berpegang kepada pendapat imam mereka.

G. AL.IMAM ABU ABDULLAH JA'FAR ASH-SHADIQ BIN MUHAMMAD AL-BAQIR BIN ALI ZAINAL ABIDIN IBNUL HUSAIN (80-148 H/699-765 M) PENCETUS MADZHAB IMAMIYYAH

Adapun Abu fa'far Muhammad ibnul Hasan ibnul Farrukh Ash-Shaffar Al-A'raj Al-Qummi (meninggal 290 H) adalah orang yang menyebarkan madzhab Syi'ah Imamiyyah dalam bidang fiqih.
Golongan Imamiyyah mengatakan bahwa 12 imam adalah maksum. Imam yang pertama ialah Imam Abul Hasan Ali Al-Murtadha, dan yang terakhir ialah Muhammad Al-Mahdi Al-Hujjah, yang mereka dakwah dia tersembunyi dan dialah imam yang masih hidup.
Ibnu Farrukh ialah tokoh yang menyebarkan fiqih Syi'ah Imamiyyah di Persia dalam kitabnya Basya'ir Ad-Darajat fi 'Ulum Aali Muhammad, wa Ma Khashshahumullah bih. Kitab ini telah dicetak pada tahun 1285 H.
Sebelum itu, kitab pertama kali dalam fiqih Imamiyyah ialah risalah Al-Halal wal-Haram
yang dikarang oleh Ibrahim bin Muhammad Abu Yahya Al-Madani Al-Aslami yang dia riwayatkan dari Imam Ja'far Ash-Shadiq. Kemudian anaknya, Ali Ar-Ridha menulis kitab Fiqh Ar-Ridha, dicetak pada tahun 1274 H di Teheran.
Setelah Ibnu Farrukh Al-A'raj, muncul Muhammad bin Ya'qub bin Ishaq Al-Kulaini Ar-Razi yang merupakan syaikh golongan Syi'ah yang mati pada tahun 328 H. Dia telah menulis buku Al-Kafi fi 'IIm Ad-Din. Di dalamnya terdapat 16.099 hadits yang diriwayatkan melalui Ahlul Bait. Bilangan ini lebih banyak daripada bilangan hadits yang terdapat dalam kitab hadits yang enam (yaitu Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah).
Empat kitab yang menjadi pegangan Madzhab Syi'ah Imamiyyah adalah Al-Kafi; Man La Yahdhuruhu Al-Faqih karya Ash-Shaduq Al-Qummi; Tahdzib Al-Ahkam karya Ath-Thusi dan Al-lstibshar karya Ath-Thusi. Sama seperti golongan Zaidiyyah,setelah Al-Qur'an, mereka tidak berpegang kecuali kepada hadits yang diriwayatkan oleh para imam mereka dari Ahlul Bait untuk menetapkan masalah fiqih. Mereka juga berpendapat bahwa pintu ijtihad terbuka. Mereka menolak qiyas dan mereka mengingkari ijma, kecuali jika salah satu imamnya termasuk yang ikut ijma. Rujukan hukum-hukum syara' bagi mereka ialah para imam dan bukan orang lain.
Fiqih Imamiyyah dekat dengan madzhab Syafi'i, dan ia tidak berbeda dalam perkara-perkara yang masyhur yang terdapat dalam fiqih Ahli Sunnah kecuali dalam lebih kurang 17 masalah. Di antara yang utama ialah tentang bolehnya nikah Mut'ah. Perbedaan pendapat mereka lebih kurang sama saja dengan perbedaan pendapat di kalangan madzhab-madzhab fiqih seperti Hanafi dan Syafi'i umpamanya.
Madzhab Syi'ah Imamiyyah ini tersebar hingga sekarang di Iran dan lraq. Pada hakikatnya, perbedaan antara mereka dengan Ahli Sunnah tidaklah berasaskan kepada aqidah atau fiqih, tetapi berasaskan kepada soal pemerintahan dan imam. Di antara agenda utama Revolusi Iran tahun 1979 yang didengungkan adalah menghapuskan pertikaian dengan Ahli Sunnah dan menganggap bahwa umat Islam seluruhnya adalah satu umat saja.
Di antara masalah-masalah fiqih penting yang berbeda dengan Ahli Sunnah ialah bolehnya nikah dalam jangka waktu tertentu (nikah Mut'ah), diwajibkannya mendatangkan saksi ketika perceraian, mengharamkan sembelihan Ahli Kitab dan kawin dengan wanita Nasrani dan Yahudi (sama dengan pendapat Zaidiyah). Dalam masalah harta warisan, mereka mengutamakan anak paman seibu seayah atas paman seayah. Mereka juga mengatakan bahwa tidak boleh menyapu khuf cukup menyapu kedua belah kaki dalam wudhu. Dan dalam adzan mereka menambahi beberapa kalimat, yaitu (أشهد أن عليا ولي الله) yang artinya, 'Aku bersaksi bahwa Ali adalah wali Allah); (حي على خير العمل) yang artinya, "Marilah melakukan perbuatan yang baik' dan mengulang kalimat (لا إله إلا الله).

H. ABUSY SYA'TSA AT-TABI'I, JABIR BIN ZAID (MENINGGAL 193 H) PENCETUS MADZHAB IBADIYYAH

Madzhab ini dinisbahkan kepada Abdullah bin Ibadh At-Tamimi (meninggal 80 H). Jabir bin Zaid adalah ulama tabi'in yang mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dia murid Ibnu Abbas r.a.. Usul fiqh lbadiyyah sama seperti usul madzhab-madzhab lain yang berpegang kepada Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma, qiyas, istidlal, atau istinbath dengan semua cara termasuk al-ihtisan, istishlah, mashalih mursalah, istishhab, qaul ash-shahabi, dan lain-lain. Pendapat yang muktamad menurut mereka ialah ilham yang diperoleh oleh orang selain Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak dapat menjadi hujjah dalam hukum syara' bagi orang selain yang mendapat ilham tersebut. Adapun seorang mujtahid yang mendapat ilham, maka ilham itu tidak menjadi hujjah baginya kecuali dalam persoalan yang tidak ada dalil muttafaq 'alaih (dipersetujui oleh semua) dalam penetapan hukumnya, dan itu merupakan istihsan yang dikenal pada madzhab yang lain. Mereka tidak mau dinamakan Al-Khawarij atau Al-Khawamis. Mereka lebih dikenal dengan Ahlud Da'wah, Ahlul Istiqamah, dan Jama'ah Al-Muslimin.
Golongan lbadiyyah terkenal dengan pendapatnya dalam masalah-masalah fiqih berikut ini (sebagaimana dalam Kitab Daur Al-Madrasah Al-Ibadiyah fi Al-Fiqh wa Al-Hadharah Al-Islamiyah karangan Ibrahim Abdul Aziz Badawi halaman 18):
(a) Tidak boleh menyapu khuf sama seperti pendapat Syi'ah Imamiyyah.
(b) Tidak mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram, meluruskan tangan dalam shalat dan cukup dengan satu kali salam. Pendapat mereka ini sama dengan pendapat Madzhab Maliki dan Zaidi.
(c) Mereka mengatakan bahwa orang yang berjunub pada bulan Ramadhan batal puasanya. Mereka berhujjah dengan hadits Abu Hurairah dan pendapat sebagian dari golongan tabi'in.
(d) Sembelihan Ahli Kitab yang tidak memberi jizyah ataupun orang kafir harbi yang tidak membuat perjanjian adalah haram. Syi'ah Imamiyyah tidak membolehkan makan sembelihan mereka sama sekali.
(e) Haramnya nikah anak-anak lelaki maupun perempuan menurut pendapat Jabir bin Zaid. Tetapi, amalan dalam madzhab ini berbeda dengan pendapat Jabir.
(f) Makruh mengumpulkan antara anak-anak perempuan paman dalam satu ikatan perkawinan, karena khawatir terjadi pemutusan silaturahmi. Makruh itu adalah makruh tanzih.
(g) Wasiat adalah wajib terhadap keluarga terdekat yang tidak mendapat waris. Ini berdasarkan kepada hadits-hadits yang menganjurkan supaya dilakukan wasiat. Boleh berwasiat kepada cucu dari anak lelaki, meskipun ada anak lelaki. Ini berdasarkan kepada firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-Baqarah 180 yang artinya, "Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat.... " Wasiat kepada ibu dan bapak dinasakh oleh ayat yang menerangkan pembagian harta waris dan juga dengan hadits, "Tidak ada wasiat kepada ahli waris."
(h) Seorang hamba mukatab (hamba yang dijanji akan dibebaskan apabila dia membayar tebusan) adalah dianggap merdeka sejak perjanjian pembebasan (Al-Kitabah). Hamba mudabbar (yang dijanjikan merdeka sesudah kematian tuannya) menjadi merdeka setelah tuannya meninggal. Ini sama seperti pendapat madzhab lain, ataupun mereka dibebaskan setelah selesainya tempo yang ditetapkan. Hamba itu tidak boleh dijual kecuali berkaitan dengan utang menurut pendapat kebanyakan ulama madzhab.
(i) Mengharamkan tembakau dengan alasan ia termasuk perkara keji.
Di antara kitab-kitab mereka dalam aqidah ialah Masyariq Al-Anwar, oleh Syaikh Nuruddin as-Salimi. Dalam usul fiqih, kitab Thal'atu Asy-Syams, oleh Syaikh Nuruddin As-Salimi. Dalam bidang fiqh Syarh An-Nayl wa Syifa' Al-Alil, oleh Syaikh Muhammad bin Yusuf bin Attafaiyisy sebanyak (17 juz), Qamus Asy-Syari'ah oleh As-Sa'di sebanyak 90 juz, Al-Mushannaf, oleh Syaikh Ahmad bin Abdullah Al-Kindi sebanyak 42 juz; Manhaj Ath-Thalibin, oleh Asy-Syaq'abi sebanyak 20 jilid, Al-Idhah, oleh Syaikh Asy-Syammakhi sebanyak 8 juz, Jawhar An-Nizom oleh Syaikh As-Salimi dan Al-Jami' oleh Ibnu Barakah sebanyak 2 juz.
Madzhab ini masih diikuti di daerah Oman, Afrika Timur (Tanzania), Aljazair, Libya, dan Tunisia. Dalam aqidah, mereka menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka, jika mereka tidak bertaubat. Mereka mengatakan bahwa muwalat (loyal) kepada orang yang taat dan bara'ah (melepaskan hubungan) dengan orang yang maksiat adalah wajib. Mereka mengatakan boleh melakukan taqiyyah dalam perkataan, tetapi tidak boleh dalam perbuatan. Mereka mengatakan sifat Allah Ta’ala ialah zat itu sendiri. Artinya ialah, sifat-Nya ada pada zat-Nya dan bukan yang lain dari-Nya. Dengan konsep ini, mereka bermaksud mengagungkan Allah Ta’ala dan menyucikan-Nya. Mereka mengatakan -sama seperti Syi'ah- bahwa Allah Ta’ala tidak dapat dilihat di akhirat. Tujuan mereka ialah mengagungkan dan menyucikan Allah Ta’ala. Tetapi, mereka tidak berkata seperti Muktazilah bahwa baik dan buruk dapat ditemukan melalui akal, dan juga mereka tidak mengatakan bahwa Allah Ta’ala wajib melakukan perbuatan baik dan yang lebih baik, yaitu As-Sa'ah wal Aslah.

PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab


The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)