Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
Umpamanya adalah meninggalkan riya atau perkara-perkara yang
dilarang agama. Sebagaimana yang ditetapkan oleh syara', meninggalkan
perkara-perkara yang dilarang oleh agama tidak memerlukan niat. Namun apabila
dimaksudkan untuk mendapat pahala, maka perlu niat jika memang dalam
pelaksanaannya ada proses menahan diri. Yaitu, apabila nafsu mengajak melakukan
perbuatan dosa, dan orang tersebut mampu melakukannya, namun dia menahan diri
karena takut kepada Allah Ta’ala.
Apabila ini yang terjadi, maka orang tersebut mendapat pahala.
Apabila tidak ada proses semacam ini, maka orang yang meninggalkannya tidak
mendapat pahala. Oleh sebab itu, orang yang meninggalkan perzinaan tidak
mendapat pahala ketika dia sedang melakukan shalat. Orang yang tidak mampu berzina
dan meninggalkan perzinaan juga tidak mendapat pahala. Orang yang buta dan dia
tidak mau melihat benda-benda haram juga tidak mendapat pahala.
Ada juga beberapa perbuatan yang berada di antara dua kutub;
amal pelaksanaan (al-fi'l) dan meninggalkan (at-tarku). Namun hal
ini ditetapkan sebagai perbuatan yang masuk kategori at-tarku, sehingga
kebanyakan ulama menetapkan bahwa perbuatan tersebut tidak memerlukan niat.
Dengan pertimbangan, ia sama dengan perbuatan at-tarku yang murni. Umpamanya
adalah menghilangkan najis, mengembalikan barang yang di-ghasab, atau barang
pinjaman dan menyampaikan hadiah. Sahnya perbuatan-perbuatan ini tidak
memerlukan niat, namun penetapan pahala bagi perbuatan-perbuatan tersebut
memerlukan niat mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Menurut pendapat yang ashah di kalangan kebanyakan ulama -selain
madzhab Hambali- memandikan mayit tidak memerlukan niat, sama seperti
perbuatan-perbuatan yang masuk kategori at-tarku. Karena, maksud
memandikan mayit adalah membersihkan badan sama seperti menghilangkan najis.
Menurut pendapat yang ashah, keluar dari shalat juga tidak disyaratkan
niat, karena niat hanya pantas pada perbuatan yang masuk kategori pelaksanaan (al-'amal)
bukan meninggalkan (at-tarku).
Di antara perbuatan-perbuatan yang disamakan dengan perbuatan at-tarku
adalah memberi makan hewan piaraan. Apabila dalam melakukan perbuatan itu dia
berniat melaksanakan perintah Allah, maka dia mendapat pahala. Namun jika dalam
melakukan perbuatan itu dia hanya berniat menjaga harta bendanya, maka dia
tidak mendapat pahala, sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Al-Qarafi. Namun,
ada beberapa hewan yang dikecualikan dari hukum ini. Yaitu, kuda milik
orang
yang berjihad di jalan Allah. Jika dia menambatkan kuda itu dengan niat fi
sabililah, dan kuda itu minum, maka orang yang punya akan mendapatkan
pahala meskipun dia tidak berniat memberinya minum. Begitu juga dengan istri,
menutup pintu, dan mematikan lampu ketika hendak tidur. Jika orang yang melakukannya
niat melaksanakan perintah Allah, maka dia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika
dia mempunyai niat lain, maka ia tidak mendapat pahala ((Al-Asybah
wan-Nadzair, Ibnu Nujaim halaman 21; Al-Asybah wan-Nadzair lis Suyuthi halaman
11; Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah halaman 7-8; Ghayatul Muntaha jilid
1 halaman 115).
PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########