BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

KONSEP THAHARAH

Para ahli fiqih mendahulukan pembahasan thaharah sebelum pembahasan shalat. Alasannya adalah thaharah merupakan kunci dan syarat sahnya shalat. Syarat mestilah didahulukan dari masyruth (perkara yang memerlukan syarat). Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kunci shalat ialah suci (thuhur); yang menyebabkan haram melakukan perkara-perkara yang dihalalkan sebelum shalat,adalah takbiratul ihram; dan yang menghalalkan melakukan perkara yang diharamkan sewaktu shalat ialah salam.” (Hadits shahih dan hasan yang dipetik oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ali bin Abu Thalib dalam Kitab Nashbur Rayah, jilid 1 halaman 307)
Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Suci adalah sebagian dari iman.” (Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim. Terdapat perselisihan dalam makna thaharah tersebut. Adayang menyatakan bahwa pahala bersuci itu adalah separuh dari pahala beriman. lman yang dimaksudkan di sini ialah “shalat.” Allah Ta’ala telah berfirman, “Dan Allah tidak akan menghilangkan iman kamu; Oleh karena bersuci (thaharah) itu adalah syarat penyempurna shalat, maka ia menjadi bagian dari shalat. Secara zahirnya pengertian bersuci dalam hadits ini membawa arti suci dari sudut ma’nawi (dalaman). Ini karena seorang Muslim itu dianggap sempurna imannya jika hatinya suci dari sifat-sifat mazmumah seperti sombong, hasad, dan dengki. Imannya dianggap lemah iika tidak bersih jiwanya dan tidak ikhlas hatinya.)

1. PENGERTIAN DAN PENTINGNYA THAHARAH

Thaharah menurut arti bahasa adalah bersih dan suci dari kotoran atau najis hissi (yang dapat terlihat) seperti kencing atau lainnya, dan najis ma'nawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan maksiat.
Adapun menurut istilah syara', thahrah ialah bersih dari najis baik najis haqiqi, yaitu khabats (kotoran) atau najis hukmi, yaitu hadats. (Al-Lubab Syarhul Kitab jilid 1 halaman 10; Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 79)
Khabats ialah sesuatu yang kotor menurut syara'. Adapun hadats ialah sifat syara' yang melekat pada anggota tubuh dan ia dapat menghilangkan thaharah (kesucian).
Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ jilid 1 halaman 124 dan Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 16, mendefinisikan thaharah sebagai kegiatan mengangkat hadats atau menghilangkan najis atau yang serupa dengan kedua kegiatan itu, dari segi bentuk atau maknanya. Tambahan di akhir definisi yang dibuat oleh ulama Madzhab Hanafi bertujuan supaya hukum-hukum berikut dapat tercakup, yaitu tayamum, mandi sunnah, memperbarui wudhu, membasuh yang kedua dan ketiga dalam hadats dan najis, mengusap telinga, berkumur, dan kesunnahan thaharah, thaharah wanita mustahadhah, dan orang yang mengidap kencing berterusan.
Definisi yang dibuat oleh ulama Madzhab Maliki dan Hambali dalam Kitab Ash-Sharhush Shagir jilid 1 halaman 25, Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 30 dan  Al-Mughni jilid 1 halaman 6, adalah sama dengan definisi ulama Madzhab Hanafi. Mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan apa yang menghalangi shalat, yaitu hadats atau najis dengan menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah.

Jenis Thaharah

Dari definisi di atas, maka thaharah dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu thaharah hadats (menyucikan hadats) dan thaharah khabats (menyucikan kotoran).
Menyucikan hadats adalah khusus pada badan. Adapun menyucikan kotoran adalah merangkumi badan, pakaian, dan tempat. Menyucikan hadats terbagi kepada tiga macam, yaitu hadats besar dengan cara mandi, menyucikan hadats kecil dengan cara wudhu, dan ketiga adalah bersuci sebagai ganti kedua jenis cara bersuci di atas, apabila memang tidak dapat dilakukan karena ada udzur yaitu tayamum. Menyucikan kotoran (khabats) juga dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu membasuh, mengusap, dan memercikkan.
Oleh sebab itu, thaharah mencakup wudhu, mandi, menghilangkan najis, tayamum, dan perkara-perkara yang berkaitan dengannya.

Pentingnya Thaharah

Thaharah amat penting dalam Islam baik thaharah haqiqi, yaitu suci pakaian, badan, dan
tempat shalat dari najis; ataupun thaharah hukmi, yaitu suci anggota wudhu dari hadats, dan suci seluruh anggota zahir dari janabah (junub); sebab ia menjadi syarat yang tetap bagi sahnya shalat yang dilakukan sebanyak lima kali dalam sehari. Oleh karena shalat adalah untuk menghadap Allah Ta’ala, maka menunaikannya dalam keadaan suci adalah untuk mengagungkan kebesaran Allah Ta’ala. Meskipun hadats dan janabah bukanlah najis yang dapat dilihat, tetapi ia tetap merupakan najis ma'nawi yang menyebabkan tempat yang terkena olehnya menjadi kotor. Oleh sebab itu, apabila ia ada, maka ia menyebabkan cacatnya kehormatan dan juga berlawanan dengan prinsip kebersihan. Untuk menyucikannya, maka perlu mandi. Jadi, thaharah dapat menyucikan rohani dan jasmani sekaligus.
Islam sangat memerhatikan supaya penganutnya senantiasa bersih dalam dua sisi; maddi (lahiriah) dan ma'nawi (rohani). Thaharah lahiriyah tidak berfaedah jika tidak disertai dengan thaharah batiniyah, yaitu ikhlas kepada Allah, tidak menipu, tidak berkhianat, tidak dengki dan tidak menggantungkan hati kepada selain Allah. Hal ini membuktikan bahwa Islam sangat mementingkan kebersihan, dan juga membuktikan  bahwa Islam adalah contoh tertinggi bagi keindahan, penjagaan kesehatan, dan pembinaan tubuh dalam bentuk yang paling sempurna, juga menjaga lingkungan dan masyarakat supaya tidak menjadi lemah dan berpenyakit. Karena, membasuh anggota lahir yang terbuka dan bisa terkena debu, tanah dan kuman-kuman setiap hari serta membasuh badan dan mandi setiap kali berjunub, akan menyebabkan badan menjadi bersih dari kotoran.
            Menurut kedokteran, cara yang paling baik untuk mengobati penyakit berjangkit dan penyakit-penyakit lain ialah dengan cara menjaga kebersihan. Menjaga kebersihan adalah suatu Iangkah untuk mengantisipasi diri dari terkena penyakit. Sesungguhnya antisipasi lebih baik daripada mengobati. Allah Ta’ala memuji orang yang suka bersuci (mutathahhirin) berdasarkan firman-Nya dalam Surah Al-Baqarah ayat 222 yang artinya, “... Sungguh, Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang yang menyucikan diri.”
Allah SWT memuji ahli Masjid Quba' dengan firman-Nya dalam Surah At-Taubah ayat 108 yang artinya, “... Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
Seorang Muslim hendaklah menjadi contoh bagi orang lain dalam soal kebersihan dan kesucian, baik dari segi lahir maupun batin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada sekelompok sahabatnya, “Apabila kamu datang ke tempat saudara-saudara kamu, hendaklah kamu perindah atau perbaiki kendaraan dan pakaian kamu, sehingga kamu menjadi perhatian di antara manusia. Karena, Allah tidak suka perbuatan keji dan juga keadaan yang tidak teratur.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Al-Hakim dan Al-Baihaqi dan Sahal bin Al-Hanzaliyah. Ini adalah hadis shahih)

PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)