Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
JENIS BARANG-BARANG YANG SUCI
Semua benda yang ada di alam ini adakalanya benda
padat, hewan, atau unsur yang lebihan (fadhlaat). Hukum asal dari
sesuatu adalah suci selagi tidak ada bukti syara' yang menetapkan bahwa ia
najis. Pendapat para fuqaha hampir sama mengenai hukum suci berbagai benda.
Mereka sependapat bahwa semua jamad (benda padat, yaitu semua jasad yang tidak
bernyawa namun tidak terpisah dari benda hidup seperti; telur, minyak samin,
madu lebah) adalah suci, kecuali yang memabukkan. Oleh sebab itu, semua bagian bumi
yang beku dan cair, dan juga yang terlahir darinya adalah suci. Di antara
contoh benda yang jamad ialah logam seperti emas, perak, besi, dan seumpamanya,
dan semua tumbuhan sekalipun yang beracun atau yang melalaikan seperti ganja
dan pohon poppy. Adapun contoh benda cair ialah air; minyak, madu, tebu,
air bunga, dan cuka. Mereka sependapat bahwa benda yang kering adalah suci.
Mereka juga berpendapat bahwa wadah misk adalah suci sama seperti
sucinya misk (minyak kesturi dari rusa jantan), begitu juga dengan zabad
(minyak kesturi dari musang jebat) dan anbar (minyak wangi yang diambil dari
binatang laut) adalah suci. Bulu binatang yang halal dimakan adalah suci, dan
arak yang berubah menjadi cuka juga suci.
Mereka juga sependapat bahwa semua binatang
yang disembelih menurut syara' adalah suci. Bangkai ikan dan belalang juga
suci. .Begitu juga mayat manusia meskipun kafir, tetapi pendapat ulama Hanafi
mengatakan bahwa mayat orang kafir adalah najis. Alasan pendapat yang
mengatakan suci ialah firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-Israa’ ayat 70 yang
artinya, "Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam....”
Penghormatan terhadap anak Adam menuntut untuk
menganggap mereka suci meskipun mereka sudah menjadi mayat, dan juga berdasarkan
sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, "Sesungguhnya
Muslim-yaitu menurut hukum biasa-adalah tidak najis." Adapun firman
Allah Ta’ala dalam Surah At-Taubah ayat 28 yang artinya, "...Sesungguhnya
orong-orang musyrik itu najis (kotor jiwa)....”
Maksudnya adalah aqidah mereka itulah najis,
atau hendaknya menjauhi mereka seperti menjauh dari najis, dengan kata lain maksudnya
bukanlah najis badan. Namun dalam beberapa masalah, para ulama berbeda
pendapat. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
Madzhab Hanafi
Menurut pendapat ulama Hanafi (Muraqi
Al-Falah halaman 26, 28; Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 154,
188-193, 295, 323; Al-Bada’i jilid 1 halaman 61-65), semua bagian
anggota tubuh binatang yang di dalamnya tidak ada darah mengalir; baik dalam
keadaan hidup atau mati, baik binatang itu halal dimakan atau tidak, sekalipun
anjing –asalkan bukan babi- adalah suci, seperti bulu yang dipotong infihah
yang keras, paruh, kuku, dan -menurut pendapat masyhur -urat putih, tanduk,
kuku kaki, tulang yang tidak berlemak, karena lemak bangkai adalah najis. Oleh sebab
itu jika lemaknya sudah hilang dari tulang, maka hilanglah najisnya. Adapun
tulang saja adalah suci. Ini semua berdasarkan riwayat Ad-Daruquthni yang
menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengharamkan daging
bangkai binatang, tetapi kulit dan bulunya tidak diharamkan.”
Infihah ialah bahan yang diambil dari usus anak lembu yang masih
menyusu yang digunakan untuk membuat keju. Ulama sepakat mengatakan bahwa infihah
yang keras adalah suci. Infihah yang cair dan susu yang terdapat di
dalam susu bangkai binatang adalah suci menurut pendapat Abu Hanifah, tetapi
menurut Abu Yusuf dan Al-Hasan Asy-Syaibani adalah najis. Pendapatyang azdhar
ialah pendapat mereka berdua sebagaimana yang dinyatakan oleh.Ibnu Abidin.
Termasuk
juga rambut manusia yang belum tercabut, tulang dan giginya menurut pendapat al-madzhab.
Tetapi, rambut yang tercabut adalah najis.
Air mata
yang keluar dari benda yang hidup, keringatnya, air liurnya dan ingusnya adalah
sama seperti air sisa minuman dari segi suci dan najisnya. Menurut pendapat al-madzhab,
air liur bighal dan keledai adalah suci. Adapun air liur burung yang makan
secara menyambar dan binatang rumah seperti tikus, ular, kalajengking, kucing
dan seumpamanya adalah makruh. Air sisa minuman babi, anjing dan semua binatang
buas adalah najis.
Air liur
manusia adalah suci sebagaimana air sisa minumannya, kecuali ketika dia meminum
arak karena mulutnya telah menjadi najis. Dan mulutnya itu akan menjadi suci
apabila dibersihkan atau sebab meminum air pada waktu itu juga, atau dengan
cara menelan air ludahnya sebanyak tiga kali.
Air yang
membasahi kemaluan perempuan (ruthubah al-farj), adalah suci menurut pendapat
Imam Hanafi, tetapi pendapat ini berlawanan dengan pendapat kedua sahabatnya (Abu
Yusuf dan Hasan Asy-Syaibani). Air tersebut adalah air yang berwarna putih yang
keluar membasahi bayi sewaktu ia lahir dari ibunya, atau air yang membasahi
anak unta sewaktu ia lahir dari ibunya. Telur juga suci, ia tidak menyebabkan
pakaian dan air menjadi najis, tetapi wudhu dengan menggunakan air tersebut
adalah makruh. Bangkai binatang darat yang tidak mengalir darahnya seperti lalat,
semut, kalajengking, dan kutu anjing adalah suci.
Tahi
burung yang halal dimakan dagingnya yang berak di udara seperti merpati,
emperit dan seumpamanya adalah suci. Karena, kebanyakan orang tidak biasa
terhindar dari merpati di dalam Masjidil Haram dan masjid-masjid jami’,
sedangkan mereka mengetahui bahwa merpati akan berak di dalam masjid-masjid
tersebut. Jika dianggap najis, maka mereka tidak akan bersikap demikian karena
terdapat suruhan dalam Alquran supaya membersihkan masjid dalam Surah
Al-Baqarah ayat 125 yang artinya, “...bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang tawaf, orang yang i’tikaf, orang yang rukuk dan orang yang
sujud.” Dan juga berdasarkan riwayat Ibnu Umar, “Seekor merpati berak
dan mengenainya, lalu dia menyapunya dan melakukan shalat,” dan bergitu
juga riwayat dari Ibnu Mas’ud tentang seekor burung emprit.
Begitu
juga tahi burung yang haram dimakan seperti elang, gagah dan seumpamanya adalah
suci menurut pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf karena darurat. Sebab, burung-burung
tersebut berak di udara dan sulit dielakkan dari terkena pakaian dan juga bejana-bejana.
Menurut Abu Hanifah dan Muhammad Al-Hasan Asy-Syaibani,
darah ikan adalah suci, karena umat Islam telah berijma bahwa memakan ikan
bersama darahnya adalah boleh. Kalau darah ikan itu najis, niscaya tidak
dibolehkan memakannya. Dan juga karena ia sebenarnya bukanlah darah, tetapi air
yang berwarna darah. Karena, binatang berdarah tidak dapat hidup di dalam air.
Darah yang melekat di dalam urat dan daging
selepas disembelih adalah suci, karena ia tidak mengalir. Oleh sebab itu, halal
dimakan bersama daging.
Jika kain kering yang suci dilipat di dalam kain
yang najis serta lembab yang tidak akan mengalir airnya jika diperah, maka kain
yang bersih serta kering itu tidak menjadi najis. Begitu juga kain yang lembab
jika dihampar di atas tanah kering yang najis, lalu tanah itu lembab, tetapi
tidak bekas najis itu tidak kelihatan pada kain tersebut, maka kain itu tidak
menjadi najis. Kain yang ditiup oleh angin yang membawa najis, juga tidak
menjadi najis kecuali jika muncul bekas najis pada kain tersebut.
Madzhab Maliki
Menurut pendapat ulama Maliki (Asy-Syarhul
Kabir jilid 1 halaman 48 dan seterusnya; Asy-Syarhush Shagir jilid 1
halaman 43 dan seterusnya; Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 74), semua
benda yang hidup termasuk anjing dan babi adalah suci, sekalipun ia memakan
benda najis. Begitu juga keringatnya, air matanya, ingusnya, air Iiurnya yang
keluar selain dari perut, telurnya, kecuali telur rusak dan yang keluar setelah
ia mati. Air liur yang keluar dari perut adalah najis, tandanya ialah jika ia
berwarna kuning dan berbau busuk. Yang dimaksud dengan telur rusak ialah telur
yang berubah menjadi busuk atau biru atau berdarah, maka ia menjadi najis.
Berbeda dengan telur yang cair atau pecah di dalam perut yang bercampur antara putih
telur dengan kuning telur; tetapi tidak busuk, maka ia suci. Semua benda yang
keluar dari binatang selepas ia mati tanpa disembelih menurut syara' seperti
telur, tahi, air mata atau air liurnya, adalah najis jika ia dari bangkai yang
najis.
Ludah kental yang keluar dari dada –meskipun sekental
tahi- adalah suci, dan begitu juga yang keluar dari otak manusia atau bukan
manusia.
Air kuning yang lengket yang keluar dari perut
dan menyerupai pewarna kuning za'faran adalah suci, karena menurut
pendapat mereka perut adalah suci. Maka, semua yang keluar dari perut adalah
suci selagi tidak berubah dan rusak seperti muntah yang sudah berubah.
Menurut pendapat yang ashah, mayat meskipun
mayat orang kafir adalah suci, dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah seperti
kalajengking, belalang, dan kutu anjing. Berbeda dengan bangkai kutu kepala,
cicak yang tidak berdaging dan berdarah, maka ia adalah najis. Tetapi, belalang
tidak boleh dimakan kecuali dengan cara disembelih terlebih dulu atau dengan
cara yang seumpamanya. Ulat buah dan ulat keju susu dan garam boleh dimakan
sekalipun tidak disembelih. Dua ekor kutu atau tiga ekor adalah dimaafkan karena
ada faktor kesulitan.
Bangkai binatang laut seperti ikan dan lain-lainnya
adalah suci, sekalipun dapat tinggal lama di darat seperti buaya, katak, penyu,
meskipun mempunyai rupa seperti babi dan manusia.
Semua binatang yang tidak haram dimakan yang
sudah disembelih, adalah suci. Tetapi binatang yang haram dimakan seperti kuda,
bighal, dan keledai, penyembelihannya tidak dapat menyucikannya. Ini menurut
pendapat yang masyhur dalam madzhab ini, seperti yang ditetapkan oleh Ad-Dardir
dan Ash-Shawi. Yang makruh dimakan seperti singa, binatang buas, dan kucing,
jika disembelih untuk dimakan dagingnya maka kulitnya suci mengikut dagingnya.
Jika disembelih dengan tuluan untuk mengambil kulitnya, maka kulitnya suci
tetapi tidak boleh dimakan dagingnya. Karena, ia adalah bangkai berdasarkan
pembagian hukum sembelihan dan itulah pendapat yang terkuat (Asy-Syarhul
Kabir jilid 1, halaman 49). Begitu juga anjing dan babi, ia tidak dapat
menjadi suci jika disembelih. Maka, binatang yang najis dianggap bangkai
meskipun disembelih.
Rambut dan bulu juga suci meskipun berasal
dari babi. Begitu juga bulu yang lembut. Benda-benda beku (al-jamad)
kecuali yang memabukkan adalah suci sebagaimana yang telah diterangkan di atas,
berkenaan dengan benda-benda yang disepakati kesuciannya oleh para ulama.
Adapun benda yang memabukkan, maka ia dianggap najis baik arak atau perahan
anggur dan kurma, atau seumpamanya. Adapun bahan yang menyebabkan lalai (fly)
seperti candu, madat, dan ganja adalah suci karena ia dari benda beku. Namun,
haram menggunakannya karena dapat menghilangkan pikiran, tetapi tidak haram
berobat dengan menggunakannya di luar bagian tubuh.
Susu manusia meskipun dari orang kafir dan
susu binatang yang tidak haram dimakan sekalipun makruh seperti kucing dan
binatang buas, adalah suci. Susu binatang yang haram dimakan seperti kuda,
bighal, dan keledai adalah najis. Kotoran (fadhlaat) binatang yang halal
dimakan seperti tahi, air kencing ayam, merpati, dan semua burung adalah suci
selagi bahan najis itu tidak (sengaja) digunakan untuk makanan dan minum.
Tetapi jika ia digunakan untuk makanan dan minum, maka kotoran itu adalah
najis.
Tikus adalah termasuk hewan yang boleh
dimakan. Maka, kotorannya juga suci jika ia tidak memakan benda najis,
sekalipun masih diragui. Karena apabila ia memakan benda najis, hukumnya adalah
sama dengan hukum ayam. Berlainan dengan merpati, kotorannya tidak dianggap
najis kecuali apabila diyakini ia memakan benda najis.
Air empedu binatang yang tidak haram dimakan -baik
boleh dimakan atau makruh dimakan- yang sudah disembelih, adalah suci. Begitu
juga air muntahan yang keluar akibat kekenyangan. Muntah juga suci, selagi ia
tidak berubah dari keadaan makanan asalnya, umpamanya muncul bau masam atau
lain-lain. Tetapi jika berubah, maka ia menjadi najis.
Minyak misk dan juga tempat keluarnya adalah
suci. Arak yang berubah menjadi cuka atau menjadi keras dengan sebab sesuatu
atau dengan sendirinya adalah suci, dan juga tempatnya dan sesuatu yang ada ke
dalamnya. Tanaman yang disiram dengan benda najis adalah suci, tetapi hendaklah
bagian luarnya yang terkena najis dibasuh.
Abu najis seperti tahi yang najis dan kayu api
yang terkena najis menjadi suci dengan dibakar; begitu juga asap benda najis
adalah suci menurut pendapat yang mu'tamad.
Darah yang tidak mengalir dari binatang sembelihan,
yaitu yang melekat pada urat atau di dalam hati binatang, atau yang menempel pada
daging adalah suci. Karena, ia sebagian dari sembelihan. Dan semua binatang yang
disembelih dan anggota badannya adalah suci. Tetapi, darah yang melekat pada bagian
sembelihan, yaitu sisa darah yang mengalir adalah najis. Begitu juga darah yang
terdapat di dalam perut binatang sembelihan selepas disobek perutnya adalah
najis, karena ia mengalir dari bagian sembelihan, maka ia termasuk darah yang
mengalir.
Madzhab Syafi'i
Menurut pendapat ulama Syafi'i (Mughnil
Muhtaj jilid 1 halaman 80 dan seterusnya; Syarhul Bajuri jilid 1
halaman 105, 108; Syarh Al-Hadhramiyyah halaman 22; Al-Muhadzdzab jilid
1 halaman 11; Al-Majmu’ jilid 1 halaman 576), semua binatang adalah suci
kecuali anjing, babi, dan keturunan dari keduanya, dan semua benda beku (al-jaamid)
adalah suci kecuali yang memabukkan.
Al-'Alqah (segumpal darah beku) dan mudghah (segumpal daging), air yang membasahi
kemaluan perempuan (air putih di antara warna seperti madzi dengan
keringat) yang keluar dari hewan yang suci, sekalipun yang tidak halal dimakan
baik itu manusia atau binatang, adalah suci.
Di antara yang dianggap suci adalah susu binatang
yang halal dimakan, meskipun keluar dari binatang jantan kecil dan sudah mati. Begitu
juga infihah-nya, jika diambil setelah disembelih, dan tidak memakan
selain susu meskipun najis. Infihah ialah suatu bahan yang diambil dari
usus anak lembu yang masih menyusu yang digunakan untuk membuat keju, maka ia
suci karena ia bahan untuk membuat keju.
Yang termasuk suci juga adalah air yang
tepercik dari semua binatang yang suci seperti keringat, air liur; tahi, dan ludah,
kecuali yang diyakini keluar dari perut, air kudis, telur binatang yang suci -sekalipun
binatang sudah menjadi bangkai dan sekalipun keluar dari binatang yang haram
dimakan, dengan syarat telur itu dalam keadaan keras, meskipun telur itu sudah
berdarah- dan telur ulat sutra juga suci.
Bangkai binatang laut sekalipun tidak
dinamakan ikan adalah suci, kecuali buaya, katak dan ular adalah najis. Bangkai
belalang adalah suci. Tetapi bangkai binatang darat lain yang tidak mempunyai
darah mengalir seperti lalat, semut dan kutu anjing adalah najis.
Minyak misk dan tempat keluarnya yang
terpisah sewaktu hidup atau sesudah disembelih rusanya adalah suci, begitu juga
misk musang asalkan bukan diambil dari bulu musang darat. Juga anbar
(wangian yang diambil dari tumbuhan atau tahi binatang laut) adalah suci sekalipun
ditelan oleh ikan selama ia tidak hancur.
Di antara benda yang disepakati kesuciannya oleh
ulama sebagaimana yang telah diterangkan, adalah bulu-bulu binatang yang halal
dimakan, sekalipun diambil dalam keadaan busuk selepas disembelih atau semasa hidup.
Tetapi bulu yang diambil selepas mati, maka ia adalah najis. Begitu juga bulu
yang dicabut dari binatang yang tidak boleh dimakan adalah najis seperti
bangkainya. Asap najis yang sedikit dan bulu najis yang sedikit selain bulu
anjing dan babi adalah dimaafkan. Begitu juga bulu binatang tunggangan yang
banyak karena memang sulit untuk menghindar darinya. Dimaafkan juga sedikit uap
najis yang keluar dari api bahan najis. Adapun uap yang keluar dari najis
jamban dan angin yang keluar dari pantat adalah suci.
Buah, pohon, dan tanaman yang tumbuh dari
bahan najis atau yang disiram dengan air najis adalah suci, tetapi hendaklah
dibersihkan bagian luarnya.
Madzhab Hambali
Menurut pendapat ulama Hambali (Kasysyaful
Qina’ jilid 1 halaman 219-220; Ghayatul Muntaha jilid 1 halaman 14),
di antara benda-benda yang suci ialah darah urat binatang yang halal dimakan
setelah dikeluarkan dengan sembelihan, dan juga darah yang terdapat pada
daging. Karena, ia tidak dapat dihindari. Begitu juga darah ikan dan
kencingnya, karena kalau ia dianggap najis, maka supaya ia boleh dimakan harus
ada perintah menyembelihnya dahulu (dan kenyataannya tidak ada). Alasan lainnya
adalah ikan akan hancur dengan air, dan juga ia adalah seperti hati.
Darah orang yang mati syahid meskipun banyak,
jika memang darah itu tidak terpisah dari orang itu adalah suci.
Darah kepinding kutu kepala, kutu anjing, lalat,
dan seumpamanya yang tidak mempunyai
darah mengalir adalah suci.
Hati dan limpa binatang yang halal dimakan adalah
suci berdasarkan hadits, "Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua
darah."
Ulat
sutra dan yang keluar dari perutnya juga suci. Minyak misk dan tempat
keluarnya adalah suci. 'Anbar (sejenis bahan yang keras, tidak ada rasa
dan tidak ada bau kecuali jika disapu atau dibakar, ia juga dikatakan tahi
binatang laut) juga suci berdasarkan riwayat Imam Al-Bukhari dari Ibnu Abbas, "'Anbar
adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh laut," ia adalah sejenis
wewangian.
Air yang mengalir dari mulut semasa tidur; dan
uap yang keluar dari dalam perut adalah suci, karena ia tidak bersifat dan
tidak dapat dihindari.
Ludah meskipun berwarna biru adalah suci, baik
keluar dari kepala, dada, atau perut. Karena menurut riwayat Imam Muslim, Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam memberi isyarat supaya mengusap ludah yang
melekat pada pakaian ketika shalat.
Air kencing binatang yang halal dimakan dagingnya
adalah suci. Adapun al-'alaqah (segumpal darah beku) manusia atau
binatang yang suci adalah najis, karena ia adalah darah yang keluar dari
kemaluan. Begitu juga telur rusak atau telur yang berdarah adalah najis, karena
ia adalah tahap akhir dari al-'alaqah.
Darah, keringat, air liur; dan tahi binatang yang
halal dimakan dagingnya atau yang dari binatang lainnya jika seperti kucing, tikus,
atau lebih kecil dari itu adalah suci, dengan syarat bukan anak dari binatang
najis.
Bangkai binatang laut meskipun tidak dinamai ikan
adalah suci. Kecuali buaya, katak dan ular, maka ia adalah najis, sama seperti
pendapat ulama Syafi’i. Bangkai binatang darat yang tidak mengalir darahnya
selain belalang seperti lalat, semut dan kutu anjing adalah najis, sama seperti
pendapat ulama Syafi’i.
Termasuk benda suci adalah rambut dan
semacamnya yang berasal dari hewan yang dagingnya boleh dimakan, baik ketika hewan
itu dalam keadaan hidup ataupun mati. Ataupun rambut hewan yang tidak boleh dimakan
dagingnya jika ukurannya seperti kucing atau lebih kecil, asalkan ia tidak
lahir dari hewan yang najis. Tetapi, pangkal rambut dan bulu adalah najis.
PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########