BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦

Artinya: “Tunjukilah kami di jalan yang lurus.”

Setelah menyampaikan pujian kepada Allah Ta’ala, dan hanya kepada-Nya permohonan ditunjukan, maka layaklah jika hal itu diikuti dengan permintaan. Sebagaimana firman-Nya, “Setengah untuk-Ku dan setengah lainnya untuk hamba-Ku. Dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” Ini merupakan keadaan yang amat sempurna bagi seorang yang mengajukan permintaan. Pertama ia memuji Rabb yang akan ia minta dan kemudian memohon keperluannya sendiri dan keperluan saudara-saudaranya dari kalangan orang-orang beriman melalui ucapannya pada ayat keenam ini. Karena yang demikian itu akan lebih memudahkan pemberian apa yang dihajatkan dan lebih cepat untuk dikabulkan. Untuk itu Allah Ta’ala membimbing kita agar senantiasa melakukannya, sebab yang demikian itu yang lebih sempurna.

Permohonan juga dapat diajukan dengan cara memberitahukan keadaan dan kebutuhan orang yang mengajukan permintaan tersebut. Sebagaimana yang diucapkan Nabi Musa ‘alaihissalam dalam Surah Al-Qashash ayat 24 yang artinya: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” Permintaan juga bisa didahului dengan menyebutkan sifat-sifat siapa yang akan dimintai seperti ucapa Nabi Yusuf ‘alaihissalam dalam Surah Al-Anbiya’ ayat 87 yang artinya: “Tidak ada ilah selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dzalim.” Tetapi banyak yang hanya memuji kepada-Nya ketika waktu akan meminta sesuatu kepada-Nya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang penyair:

أَأَذْكُرُ حَاجَتِي أَمْ قَدْ كَفَانِي ... حَيَاؤُكَ إِنَّ شِيمَتَكَ الْحَيَاءُ

إِذَا أَثْنَى عَلَيْكَ الْمَرْءُ يَوْمًا ... كَفَاهُ مِنْ تَعَرُّضِهِ الثَّنَاءُ

Artinya: “Apakah aku harus menyebit kebutuhanku ataukan cukup bagiku rasa malumu. Sesungguhnya rasa malu merupakan adat kebiasanmu. Jika suatu hari seseorang memberikan pujian kepadamu, niscaya engkau akan memberinya kecukupan.”

Kata hidayah pada ayat ini berarti bimbingan dan taufik. Terkadang kata hidayah (muta’addi/transitif) dengan sendirinya (tanpa huruf lain yang berfungsi sebagai pelengkapnya), seperti pada firman-Nya pada ayat ini. Dalam ayat ini juga mengandung makna yaitu berikanlah ilham kepada kami, berikanlah taufik kepada kami, berikanlah rezeki kepada kami atau berikanlah anugerah kepada kami. Sebagaimana yang ada dalam firman Allah Ta’ala Surah Al-Balad ayat 10 yang artinya: “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” Maksudnya adalah kami telah menjelaskan kepadanya jalan kebaikan dan jalan kejahatan. Selain itu dapat juga menjadi muta’addi/transitif dengan memakai kata “ila”, sebagaimana firman-Nya dalam Surah An-Nahl ayat 121 yang artinya: “Allah telah memilihnya dan menunjukkannya kepada jalan yang lurus.”

Makna hidayah dalam ayat-ayat di atas adalah bimbingan dan petunjuk. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala dalam Surah Asy-Syura ayat 52 yang artinya: “Dan sesungguhnya engkau (Rasulullah) benar-benar memberi petunjuk ke jalan yang lurus.” Terkadang kata hidayah menjadi muta’addi dengan memakai kata “li”, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-A’raf ayat 43 yang artinya: “Segala puji bagi Allah yang menunjukkan kami kepada surga ini.” Ayat ini memiliki makna bahwa Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kami untuk memperoleh surga ini dan Dia jadikan kami sebagai penghuninya.

Menurut Imam Abu Ja’far bin Jarir, kata “ash-shirath al-mustaqim” mempunyai makna jalan yang terang dan lurus sebagaimana pendapat seluruh ahli tafsir. Terdapat perbedaan para mufassir baik dari kalangan salaf dan khalaf mengenai tafsir kata “ash-shirath”. Akan tetapi pada prinsipnya semuanya kembali ke satu makna yaitu mengikuti Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

Terdapat sebuah pertanyaan yaitu mengapa seorang mukmin meminta hidayah setiap saat, baik pada waktu mengerjakan shalat maupun di luar shalat, padahal kita sendiri menyandang sifat itu. Apakah yang demikian itu termasuk “tahshilu al-hashil” (berusaha memperoleh sesuatu yang sudah ada)? Jawabannya adalah kita butuh memohon hidayah siang dan malam hari, niscaya Allah Ta’ala tidak akan membimbing ke arah itu. Sebab seorang hamba senantiasa membutuhkan Allah Ta’ala setiap saat dan situasi agar diberikan keteguhan, kemantapan, penambahan dan kelangsungan hidayah karena kita tidak kuasa memberikan manfaat atau mudharat kepada diri kita sendiri kecuali Allah Ta’ala menghendaki. Oleh karena itu, Allah Ta’ala selalu membimbingnya agar ia senantiasa memohon kepada-Nya setiap saat dan supaya Dia memberikan pertolongan, keteguhan dan taufik.

Orang yang berbahagia adalah orang yang diberi taufik oleh Allah Ta’ala untuk memohon kepada-Nya. Sebab Allah Ta’ala telah menjamin akan mengabulkan permohonan seseorang jika ia memohon kepada-Nya, apalagi permohonan orang yang dalam keadaan terdesak dan sangat membutuhkan bantuan-Nya, pada tengah malam dan siang hari. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surah An-Nisa’ ayat 136 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.”

Allah Ta’ala telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk tetap beriman. Dan hal itu bukan termasuk tahshilu al-hasil karena maksudnya adalah ketetapan, kelangsungan dan kesinambungan amal yang dapat membantu kepada hal tersebut. Allah Ta’ala juga memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mengucapkan doa pada Surah Ali Imran ayat 8 yang artinya: “Ya Rabb kami, jangan Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karunikanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau Mahapemberi (karunia).” Abu Bakar ash-Shiddiq pernah membaca ayat ini dalam rakaat ketiga pada shalat Maghrib secara tidak dikeraskan, setelah selesai membaca al-Fatihah.

Dengan demikian, makna ayat keenam ini adalah semoga Engkau terus berkenan menunjuki kami di atas jalan yang lurus itu dan jangan Engkau simpangkan ke jalan lainnya.

PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)