BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ ٤

Artinya: “Yang menguasai hari pembalasan.”

“Al-Maaliku” berasal dari kata “al-Milku” sebagaimana firman-Nya dalam Surah al-Maryam ayat 40 yang artinya: “Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang yang ada di atasnya. Dan hanya kepada Kami-lah mereka dikembalikan.”

Sedangkan “al-Maliku” berasal dari kata “al-Mulku” sebagaimana firman-Nya dalam Surah al-Mu’min ayat 16 yang artinya: “Kepunyaan siapakan kerajaan pada hari ini? Kepunyaan Allah yang Mahakuasa lagi Mahamengalahkan.”

Pengkhususan penguasa pada hari pembalasan ini tidak menafikan kekuasaan Allah Ta’ala atas penguasa atas lainnya, karena telah disampaikan sebelumnya bahwa Dia adalah Rabb semesta alam. Dan kekuasaan-Nya itu bersifat umum di dunia maupun di akhirat. Ditambahkannya kata “Yaum ad-Din” (hari pembalasan), karena saat itu tidak ada seorang pun yang dapat mengaku-ngaku sesuatu dan tidak juga dapat berbicara kecuali dengan izin-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surah an-Naba’ ayat 38 yang artinya: “Pada hari ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Rabb yang Mahapengasih, dan ia mengucapkan kata yang benar.”

Hari pembalasan berarti hari perhitungan bagi semua makhluk, disebut juga hari kiamat. Mereka diberi balasan sesuai dengan amalnya. Jika amalnya baik, maka balasannya pun baik. Jika amalnya buruk, maka balasannya pun buruk kecuali bagi orang yang diampuni.

Pada hakikatnya kata “al-Maliku” adalah nama Allah Ta’ala, sebagaima firman-Nya dalam Surah al-Haysr ayat 23 yang artinya: “Dialah Allah yang tiada Ilah (yang berhak disembah selain Dia, yang Mahasuci lagi Mahasejahtera.” Dalam kitab Sahih al-Bukhari dan Muslim diriwayatkan sebuah hadis marfu’ dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«أَخْنَعُ اسْمٍ عِنْدَ اللَّهِ رَجُلٌ تَسَمَّى بِمَلِكِ الْأَمْلَاكِ وَلَا مَالِكَ إِلَّا اللَّهُ »

Artinya: “Julukan yang paling hina di sisi Allah adalah seseorang yang menjuluki dirinya Raja diraja. Karena tidak ada raja yang sebenarnya kecuali Allah.”

Dan dalam kitab yang sama juga dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«يَقْبِضُ اللَّهُ الْأَرْضَ وَيَطْوِي السَّمَاءَ بِيَمِينِهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ ملوك الْأَرْضِ؟ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ؟ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ؟ »

Artinya: “Allah (pada hari kiamat) akan menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan-Nya, lalu berfirman, Aku adalah raja, di manakah raja-raja bumi, di manakah mereka yang merasa perkasa dan di mana orang-orang yang sombong.”

Sedangkan dalam Alquran disebutkan dalam Surah Al-Mu’min ayat 16 yang artinya: “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? Kepunyaan Allah yang Mahaesa lagi Mahamengalahkan.”

Adapun penyebutan raja selain kepada-Nya di dunia hanyalah secara majaz belaka, tidak pada hakikatnya sebagaimana Allah berfirman dalam Surah al-Baqarah ayat 247 yang artinya: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kalian.”

Kata “ad-Din” berarti pembalasan atau perhitungan. Allah Ta’ala berfirman alam Surah an-Nur ayat 25 yang artinya: “Pada hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya.” Juga dalam firman-Nya pada Surah ash-Shaffat ayat 53 yang artinya: “Apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan.”

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam kitab al-Qiyamah, Imam Ibnu Majah dalam kitab az-Zuhd dan Imam Ahmad dalam al-Musnad, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ»

Artinya: “Orang cerdik adalah yang mau mengoreksi dirinya dan berbuat untuk (kehidupan) setelah kematian.”

Hal ini berarti ia akan senantiasa menghisab dirinya, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Umar bin al-Khaththab:

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا ، وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا ، فَإِنَّهُ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ فِي الْحِسَابِ غَدًا ، أَنْ تُحَاسِبُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ ، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ ، يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

Artinya: “Hisablah (buatlah perhitungan untuk) diri kalian sendiri sebelum kalian dihisab, dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan bersiaplah untuk menghadapi hari yang besar, yakni hari diperlihatkannya (amal seseorang) sementara semua amal kalian tidak tersembunyi dari-Nya.”

Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surah al-Haqqah ayat 18 yang artinya: “Pada hari itu kalian dihadapkan (kepada Rabb kalian) tiada sesuatu pun dari keadaan kalian yang tersembunyi (bagi-Nya).”

PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)