BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَمَا يَخۡدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ ٩

Artinya: “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar.”

Firman Allah Ta’ala yang berbunyi ‘yukhaadi’una Allaha wa al-ladziina aamanuu’ (Mereka menipu yaitu dan orang-orang yang beriman) yaitu dengan memperlihatkan keimanan kepada Allah Ta’ala sambil menyembunyikan kekufuran. Dengan kebodohan itu, mereka menduga telah berhasil menipu Allah Ta’ala dengan ucapannya itu, dan menyangka bahwa ucapan itu berguna baginya di sisi Allah Ta’ala. Mereka berbohong kepada Allah Ta’ala sebagaimana berbohong kepada sebagian orang beriman. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Mujadalah ayat 18 yang artinya: “Ingatlah hari ketika mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang munafik) sebagaimana mereka bersumpah kepada kalian. Dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka itulah para pendusta.”

Oleh karena itu Allah Ta’ala membalas keyakinan mereka itu dengan firman-Nya ‘wamaa yakhda’uuna illaa anfusahum wamaa yasy’uruun’ (Dan tidaklah mereka menipu melainkan pada dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar) artinya dengan tindakan itu, mereka hanya memperdaya diri mereka sendiri, dan mereka tidak menyadari hal itu. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah An-Nisaa’ ayat 142 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka itu.” Maksudnya Allah Ta’ala membiarkan mereka dalam pengakuan beriman, sebeb itu mereka dilayani sebagaimana melayani orang-orang mukmin. Dalam pada itu Allah Ta’ala telah menyediakan neraka buat mereka sebagai pembalasan tipuan mereka itu.

Di antara qurra’ yang membaca ayat kesembilan dengan bacaan ‘wamaa yukhaadi’uuna illaa anfusahum’ “Dan tidaklah mereka menipu melainkan pada dirinya sendiri.”

Kedua bacaan di atas mempunyai satu pengertian. Ibnu Jubair mengatakan, jika ada orang yang mengatakan: “Mengapa orang-orang munafik –yang telah munafik kepada Allah dan orang-orang mukminin- dikatakan menipu Allah Ta’ala dan orang-orang mukmin, sedang mereka itu tidak menampakkan keimanan yang bertentangan dengan apa yang diyakininya kecuali upaya taqiyyah (untuk menyelamatkan diri).”

Pernyataan seperti itu dapat dijawab; bangsa Arab tidak melarang menyebut orang yang memberikan keterangan dengan lisannya padahal bertentangan dengan apa yang ada di dalam hatinya sebagai upaya taqiyyah, untuk menyelamatkan diri dari hal yang ditakutinya, dengan menamakan orang tersebut penipu. Demikian halnya dengan orang munafik, disebutkan menipu Allah Ta’ala dan orang-orang yang beriman dengan cara menampakkan keimanan mereka kepada-Nya dan juga kepada orang-orang mukmin melalui ucapa lisannya dengan tujuan agar bisa selamat dari pembunuhan, perampasan dan penyiksaan di dunia. Sedangkan penipuan mereka terhadap orang-orang mukmin di dunia ini, pada hakikatnya merupakan tipuan terhadap diri mereka sendiri. Karena merasa telah tercapai keinginan mereka dan menyangka bahwa tindakan itu dapat mendatangkan kebahagiaan bagi mereka. Padahal sebenarnya hal itu justru merupakan sumber kebinasaan, serta menyeret kepada kemurkaan dan siksa Allah Ta’ala yang sangat pedih, yang sama sekali tidak mereka harapkan.

Itulah yang dimaksud dengan penipuan terhadap dirinya sendiri, sedangkan ia menyangka bahwa tipuan itu untuk menipu orang lain (dan kemunafikan itu telah merusak urusan akhiratnya), sebagaimana firman-Nya dalam ayat ini. Yang demikian itu dimaksudkan untuk memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman bahwa tindakan mereka (orang-orang munafik) itu hanya menyakiti diri mereka sendiri disebabkan oleh murka Allah Ta’ala akibat kekufuran, keraguan dan kebohongan mereka itu. Sementara orang-orang munafik sama sekali tidak menyadarinya, karena mereka senantiasa berada dalam kebutaan terhadap apa yang mereka lakukan tersebut.

Ibnu Hatim menceritakan, Ali bin Al-Mubarak memberitahu kami, Zaid bin Al-Mubarak memberitahu kami, bahwa Muhammad bin Tsaur memberitahukan sebuah hadis dari Ibnu Juraij mengenai firman-Nya ‘yukhaadi’uuna Allah’ (mereka menipu Allah), ia mengatakan, mereka memperlihatkan diri mengucapkan kalimat ‘laa ilaaha illaa Allah’ (tiada Ilah selain Allah) dengan tujuan menyelamatkan nyawa dan kekayaan mereka agar tidak lenyap, sedang hati mereka sama sekali tidak mengakuinya.

Mengenai firman-nya ayat kesembilan, dari Qatadah, Abu Sa’id mengatakan, sifat orang munafik itu ada pada banyak hal akhlaknya tercela, ia membenarkan dengan lisan dan mengingkari dengan hatinya serta berlawanan dengan perbuatannya. Pagi hari begini dan sore harinya telah berubah. Sore harinya begini dan pagi harinya telah berubah pula. Ia berubah-ubah seperti goyangnya kapal karena terpaan angina, setiap kali angina bertiup, maka ia pun ikut bergoyang. 


PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)