BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
 

ÙˆَÙ…ِÙ†َ ٱلنَّاسِ Ù…َÙ† ÙŠَÙ‚ُولُ Ø¡َامَÙ†َّا بِٱللَّÙ‡ِ ÙˆَبِٱلۡÙŠَÙˆۡÙ…ِ ٱلۡØ£ٓØ®ِرِ ÙˆَÙ…َا Ù‡ُÙ… بِÙ…ُؤۡÙ…ِÙ†ِينَ Ù¨

Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar.”

Nifak berarti menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan. Nifak ini beberapa macam. Pertama, nifak i’tiqadi (keyakinan), yang mengekalkan pelakunya dalam neraka. Kedua, nifak ‘amali (perbuatan), ia merupakan salah satu dosa besar. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Ibnu Juraij bahwa orang munafik itu senantiasa tidak sejalan antara ucapan dan perbuatannya, antara yang tersembunyi dan yang nyata serta antara zahir dan batinnya.

Sesungguhnya berbagai sifat orang-orang munafik terdapat dalam surah-surah yang diturunkan di Madinah karena di Mekkah tidak terdapat kemunafikan. Justru sebaliknya, di antara penduduk di sana ada orang yang menampakkan kekafiran karena terpaksa, padahal secara batin ia tetap beriman. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah, di sana terdapat kaum Anshar yang terdiri dari kabilah Aus dan Khazraj yang pada masa jahiliyah mereka beribadah kepada berhala seperti yang dilakukan oleh kaum musyrik Arab. Di sana juga terdapat orang-orang Yahudi dari kalangan Ahlul Kitab yang menempuh jalan para pendahulu mereka, dan mereka terdiri dari tiga kabilah yaitu Bani Qainuqa (merupakan sekutu kabilah Khazraj), Bani Nadhir dan Bani Quraidzah (merupakan sekutu kabilah Aus).

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, beberapa orang dari kaum Anshar masuk Islam, baik dari kabilah Aus maupun Khazraj. Tetapi sedikit sekali dari orang-orang Yahudi yang masuk Islam, kecuali Abdullah bin Salam. Pada saat itu belum ada kemunafikan, karena orang-orang mukmin belum mempunyai kekuatan yang ditakuti pihak lain, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdamai dengan orang-orang Yahudi dan beberapa kabilah setempat yang ada di sekitar Madinah. Setelah terjadi peristiwa perang Badar dan Allah Ta’ala telah memperlihatkan kalimat-Nya serta memuliakan Islam dan para pemeluknya, barulah ada orang-orang yang masuk Islam, padahal hati mereka masih kafir. Di antaranya Abdullah bin Ubay bin Salul. Dia adalah seorang tokoh di Madinah yang berasal dari kabilah Khazraj. Dan dia adalah salah satu pemimpin kabilah Aus dan Khazraj pada masa jahiliyah. Dahulu mereka berkeinginan keras agar ia menjadi raja mereka.

Kemudian Islam datang kepada mereka, lalu mereka untuk Islam sehingga keinginan mereka mengangkatnya sebagai pemimpin terlupakan. Abdullah bin Ubay bin Salul menyimpan dendam terhadap Islam dan para pemeluknya. Dan setelah perang Badar usai, Abdullah bin Ubay bin Salul mengatakan: “Ini suatu hal yang telah mencapai sasaran.” Kemudian ia memperlihatkan diri masuk Islam. Demikian juga beberapa orang dari kalangan Ahlul Kitab. Semenjak kejadian itu, muncullah kemunafikan di tengah-tengah penduduk Madinah dan orang-orang yang berada disekitarnya. Sedangkan kaum Muhajirin tidak ada seorang pun yang munafik, karena tidak ada di antara mereka yang berhijrah secara terpaksa. Mereka melakukan atas kemauan sendiri, dan rela meninggalkan harta, anak-anak dan kampong halaman demi mengharapkan apa yang ada di sisi Allah Ta’ala di negeri akhirat.

Firman Allah Ta’ala dalam ayat 8 ini, Muhammad bin Ishak menceritakan, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari Ikrimah atau Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, yaitu orang-orang munafik dari kabilah Aus dan Khazraj serta mereka yang semisalnya. Demikian pula Abu Al-‘Aliyah, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah dan As-Suddi menafsirkan ‘orang-orang munafik’ yaitu yang berasal dari kabilah Aus dan Khazraj. Oleh karena itu Allah Ta’ala menging atkan akan sifat-sifat orang-orang munafik agar orang-orang mukmin tidak tertipu oleh penampilan mereka, karena sikap lengah tersebut akan menimbulkan kerusakan yang luas. Disebabkan tidak sikap adanya kehati-hatian terhadap mereka dan menganggap mereka beriman, padahal hakikatnya mereka itu adalah kafir.

Demikian halnya juga merupakan kesalahan besar jika menganggap orang-orang fajir (durhaka) pendosa itu sebagai orang-orang baik. Mengenai hal tersebut, Allah Ta’ala berfirman dalam ayat 8 ini artinya, mereka mengatakan hal seperti itu dengan tidak dibarengi oleh kenyataan, sebagaimana dalam firman-Nya dalam Surah Al-Munafiquun ayat 1 yang artinya: “Jika orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah’. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.” Hal ini berarti mereka mengatakan itu ketika mendatangimu (Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) saja, dan bukan pernyataan yang sesungguhnya. Oleh karena itu mereka menekankan kesaksian mereka itu dengan menggunakan ‘Lam Ta’qid’ (kata penguat) pada lafaz ‘larasuulu Allah’ (benar-benar seorang rasul Allah Ta’ala) dalam menyampaikannya. Mereka menegaskan pernyataan bahwa mereka beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir, padahal sesungguhnya tidak demikian. Sebagaimana Allah Ta’ala telah mendustakan kesaksian dan pernyataan mereka melalui firman-Nya, “Dan sesungguhnya Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar berdusta.” Dan juga melalui firman-Nya, “Padahal mereka bukanlah orang-orang yang beriman.” 


PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)