BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
 

فَقُلۡنَا ٱضۡرِبُوهُ بِبَعۡضِهَاۚ كَذَٰلِكَ يُحۡيِ ٱللَّهُ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَيُرِيكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ٧٣

Artinya: “Lalu Ka­mi berfirman, —"Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan pada kalian tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kalian mengerti.”

Firman-Nya (فقلنا اضربوه ببعضها) maksud dengan sebagian tersebut adalah satu bagian dari anggota tubuh sapi. Dengan demikian, mukjizat itu terwujud pada bagian tubuh sapi tersebut. Dan pada saat yang sama bagian tubuh itu telah ditentukan. Seandainya penentuan anggota tubuh ini bermanfaat bagi kita dalam urusan agama dan dunia, niscaya Allah Ta’ala akan menjelaskannya. Namun Allah Ta’ala menyamarkannya dan tidak ada satu riwayat yang sahih berasal dari Nabi yang menjelaskannya, maka kita pun menyamarkan hal itu sebagaimana Allah Ta’ala telah menyamarkannya.

Firman-Nya (وكذلك يحي الله الموتى) maksudnya, Bani Israil memukul mayat tersebut dengan bagian tubuh sapi betina itu, hingga akhirnya mayat itu kembali hidup. Dengan kejadian itu, Allah Ta’ala perlihatkan kekuasaan-Nya dan kemampuan-Nya untuk menghidupkan orang yang sudah mati, seperti yang mereka saksikan dalam kasus orang yang terbunuh itu. Allah Ta’ala menjadikan peristiwa ini sebagai hujjah bagi mereka akan adnya tempat kembali (akhirat) sekaligus sebagai jalan keluar dari permusuhan dan pertikaian yang terjadi di kalangan mereka. Dalam Surah ini Allah Ta’ala telah menyebutkan kekuasaan-Nya menghidupkan orang yang telah mati dalam lima ayat, yaitu firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-Baqarah ayat 56, ayat 73, ayat 243 (kisah tentang ribuan orang yang keluar dari kampong halaman mereka karena takut mati), ayat 259 (kisah orang yang melewati suatu negeri yang temboknya telah roboh menutupi atapnya) dan ayat 260 (kisah Nabi Ibrahim ‘alaihi as-salam dengan empat ekor burung). Selain itu, Allah Ta’ala juga mengingatkan kemampuan-Nya menghidupkan tanah setelah kematiannya sebagai bukti bahwa Dia berkuasa mengembalikan tubuh manusia seperti sediakala setelah hancur berkeping-keping.

PERMASALAHAN

Menurud Mazhab Maliki, bahwa pernyataan korban yang dilukai, “Si Fulan telah membunuhku” bisa diterima sebagai bukti sementara berdasarkan kisah ini. Karena ketika orang yang dibunuh itu hidup dan ditanya ihwal siapa yang membunuhnya, maka ia menjawab, “Si Fulan telah membunuhku” ucapan itu pun dapat diterima sebab pada saat demikian ia tidak memberitahi kecuali hal yang benar dan dalam keadaan seperti ini tidak bisa dicurigai. Hal ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa: “Ada seorang Yahudi membunuh seorang budak perempuan karena menginginkan perhiasan peraknya. Ia membenturkan kepalanya di antara dua buah batu. Kemudian ditanyakan kepada budak perempuan itu,” Siapakah yang berbuat seperti ini kepadamu? Apakah si Fulan? Atau si Fulan? Sehingga mereka menyebutkan seorang Yahudi (yang membunuhnya), lalu si budak itu memberikan isyarat dengan kepalanya. Maka ditangkaplah orang Yahudi itu dan ditahan sehingga ia mengaku. Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar kepala orang itu dibenturkan di antara dua buah batu.”

Menurut Imam Malik, jika sebagai bukti sementara (belum lengkap), maka para wali orang yang terbunuh itu harus bersumpah. Namun jumhur ulama tidak sependapat dalam hal itu dan tidak menjadikan ucapan si terbunuh sebagai bukti sementara. 


PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)