BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

وَمِنۡ حَيۡثُ خَرَجۡتَ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيۡكُمۡ حُجَّةٌ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنۡهُمۡ فَلَا تَخۡشَوۡهُمۡ وَٱخۡشَوۡنِي وَلِأُتِمَّ نِعۡمَتِي عَلَيۡكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ ١٥٠

Artinya: “Dan dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya, agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kalian takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan supaya kalian mendapat petunjuk.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa sehubungan dengan peristiwa sebagai berikut: Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah, kaum musyrikin Mekkah berkata: “Muhammad dibingungkan oleh agamanya. Ia memindahkan arah kiblatnya ke arah kiblat kita. Ia mengetahui bahwa jalan kita lebih benar daripada jalannya, dan ia sudah hampir masuk agama kita.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Suddi melalui sanad-sanadnya)
Firman-Nya (لئلا يكون للناس عليكم حجة) artinya, Ahlul Kitab. Mereka mengetahui di antara sifat umat ini adalah menghadap ke arah Ka’bah sebagai kiblat. Jika kehendak untuk menghadapkan kiblat ke Ka’bah itu telah hilang dari sifat umat Islam ini, mungkin mereka akan menjadikannya sebagai hujjah atas kaum Muslimin. Dan selain itu mereka tidak berhujjah bahwa kaum Muslimin sama dengan mereka dalam menghadap ke Baitul Maqdis. Dan pendapat ini lebih jelas. Abu Al-Aliyah mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan hal itu adalah Ahlul Kitab ketika mereka mengatakan, “Muhammad berpaling ke arah Ka’bah.” Mereka mengatakan, “Dia rindu kepada rumah ayahnya dan agama kaumnya.” Dan yang menjadi hujjah mereka atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah berpalingnya beliau ke Baitullah, mereka katakan, “Ia akan kembail kepada agama kita sebagaimana ia telah kembali ke kiblat kita.” Kata Ibnu Abi Hatim hal senada juga diriwayatkan dari Mujahid, Atha’, Adh-Dhahhak, Rabi’ bin Anas, Qatadah dan As-Suddi.

Firman-Nya (إلا الذين ظلموا منهم), mereka semua berpendapat, yaitu orang-orang musyrik Quraisy. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa taat kepada Allah Ta’ala dalam segala keadaan, tidak pernah melanggar perintah-Nya meskipun hanya sekejab mata, sedang umat beliau selalu mengikutinya.

Firman-Nya (فلا تخشوهم واخشوني) artinya, janganlah kalian takut terhadap kesangsian orang-orang zalim yang menyusahkan, tetapi takutlah hanya kepada-Ku saja. Sesungguhnya hanya Allah Ta’ala sajalah yang lebih berhak untuk ditakuti daripada mereka.

Firman-Nya (ولأتم نعمتي عليكم), merupakan athaf (sambungan) untuk firman-Nya sebelumnya (لئلا يكون للناس عليكم حجة), artinya supaya Aku (Allah Ta’ala) menyempurnakan nikmat-Ku atas kalian yaitu berupan ditetapkannya Ka’bah sebagai kiblat, supaya syariat kalian benar-benar sempurna dari segala sisi.

Firman-Nya (ولعلكم تهتدون) maksudnya, Kami tunjukkan kalian kepada jalan yang umat lain menyimpang darinya, dan Kami khususkan jalan itu hanya untuk kalian. Oleh karena itu, umat ini menjadi umat yang paling baik dan mulia.


PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)