BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِ‍ۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنٗا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِيلٗا ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥٓ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ ١٢٦

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, "Ya Tu­hanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan beri­kanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang ber­iman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian." Allah berfirman, "Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kese­nangan sementara, kemudian Aku paksa is menjalani siksa nera­ka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."

Imam Abu Ja’far bin Jarir meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ بَيْتَ اللَّهِ وَأَمَّنَهُ، وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا فَلَا يُصَادُ صَيْدُهَا وَلَا يُقْطَعُ عِضَاهُهَا»

Artinya: “Sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan dan mengamankan Baitullah, dan sesungguhnya aku mengharamkan Madinah di an­tara kedua batasnya. Karena itu, tidak boleh diburu binatang bu­ruannya dan tidak boleh ditebang pepohonannya.” (HR. An-Nasai dan Muslim)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, katanya: “Jika para sahabat menyaksikan buah pertama dari sebuah pohon, maka mereka segera membawanya ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika mengambilnya, beliau berdoa:

«اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي ثَمَرِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مُدِّنَا، اللَّهُمَّ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ عَبْدُكَ وَخَلِيلُكَ وَنَبِيُّكَ، وَإِنِّي عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ، وَإِنَّهُ دَعَاكَ لِمَكَّةَ، وَإِنِّي أَدْعُوكَ لِلْمَدِينَةِ بِمِثْلِ مَا دَعَاكَ لِمَكَّةَ، وَمِثْلِهِ مَعَهُ»

Artinya: “Ya Allah, berkatilah bagi kami dalam buah kurma kami, berkatilah bagi kami dalam kola Madinah kami, berkatilah bagi kami dalam ukuran qa' kami, dan berkatilah bagi kami dalam ukuran mud kami. Ya Allah, sesungguhnya Ibrahim adalah hamba, kekasih, dan Nabi-Mu; dan sesungguhnya akuadalah hamba dan Nabi-Mu. Dia telah berdoa untuk Mekah, dan sesungguhnya aku sekarang berdoa memohon kepada-Mu untuk kola Madinah ini dengan doa yang semisal dengan apa yang pernah didoakan olehnya (Ibrahim) buat Mekah, dan hal yang semisal semoga pula disertakan bersamanya."

Kemudian beliau memanggil anak kecil, dan memberikan buah tersebut kepadanya. Dan menurut lafaz Imam Muslim disebutkan (بركة مع بركة) (keberkahan bersama keberkahan). Kemudian beliau memberikan buah itu kepada anak paling kecil yang hadir di sana. Dan dalam Kitab Sahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada Abu Thalhah: “Tolong carikan untukku salah seorang dari pemuda kalian yang akan membantuku.” Lalu Abu Thalhah pergi dengan memboncengku di belakangnya. Maka aku pun melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setiap kali beliau singgah. Dalam hadis tersebut, Anas bin Malik menyebutkan, kemudian beliau berangkat hingga ketika gunung Uhud tampak olehnya, maka beliau bersabda:

«هَذَا جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ»

Artinya: “Inilah gunung yang mencintai kita dan kita pun mencintainya.” Dan ketika mendekati kota Madinah, beliau pun bersabda:

«اللَّهُمَّ إِنِّي أُحَرِّمُ مَا بَيْنَ جَبَلَيْهَا مِثْلَمَا حَرَّمَ بِهِ إِبْرَاهِيمُ مَكَّةَ، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي مُدِّهِمْ وَصَاعِهِمْ»

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku menjadikan apa yang ada di antara kedua bukit kota Madinah ini sebagai kota yang suci, sebagai­mana Ibrahim telah menjadikan suci kota Mekah. Ya Allah, ber­katilah bagi mereka dalam takaran mud mereka.”

Dan dalam lafaz lain dari Imam Al-Bukhari dan Muslim disebutkan:

«اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي مِكْيَالِهِمْ، وَبَارِكْ لَهُمْ فِي صَاعِهِمْ، وَبَارِكْ لَهُمْ فِي مُدِّهِمْ»

Artinya: “Ya Allah, berkatilah bagi mereka dalam takaran mereka, dan berkatilah mereka dalam takaran mereka, dan berkati pula mereka dalam takaran mud mereka.” (Al-Bukhari memberikan tambahan, “Yakni penduduk Madinah.”)

Masih menurut riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«اللَّهُمَّ اجْعَلْ بِالْمَدِينَةِ ضِعْفَيْ مَا جَعَلْتَهُ بِمَكَّةَ مِنَ الْبَرَكَةِ»

Artinya: “Ya Allah, semoga Engkau menjadikan di Madinah ini keberkah­an dua kali lipat dari apa yang telah Engkau jadikan buat Me­kah.”

Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا لَهَا، وَحَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيمُ مَكَّةَ، وَدَعَوْتُ لَهَا فِي مُدِّهَا وَصَاعِهَا مِثْلَ مَا دَعَا إِبْرَاهِيمُ لِمَكَّةَ»

Artinya: “Sesungguhnya Ibrahim telah menjadikan kota Mekah kota yang suci, dan ia telah mendoakan buat penduduknya. Dan sesung­guhnya aku menjadikan kota Madinah kota yang suci, sebagai mana Ibrahim menjadikan suci kota Mekah. Dan sesungguhnya aku telah berdoa untuk Madinah dalam takaran mud dan sa'-nya sebagaimana Ibrahim telah mendoakan untuk Mekah.” (HR. Al-Bukhari)

Sedangkan menurut lafaz Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا لِأَهْلَهَا، وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيمُ مَكَّةَ، وَإِنِّي دَعَوْتُ لَهَا في صاعها ومدها بمثل ما دعا به إبراهيم لأهل مكة»

Artinya: “Sesungguhnya Ibrahim telah menjadikan kola Mekah kota yang suci, dan ia telah mendoakan buat penduduknya. Dan sesung­guhnya aku menjadikan kota Madinah kola yang suci, sebagai­mana Ibrahim menjadikan suci kola Mekah. Dan sesungguhnya aku telah berdoa untuk Madinah dalam takaran ;a' dan mud-nya sebanyak dua kali lipat dari apa yang didoakan oleh Nabi Ibra­him untuk Mekah.” (HR. Muslim)

Dari Abu Sa’ud, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«اللَّهُمَّ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ فَجَعَلَهَا حَرَامًا، وَإِنِّي حرمت المدينة حراما ما بين مأزميها ، أن لَا يَهْرَاقُ فِيهَا دَمٌ وَلَا يُحْمَلُ فِيهَا سِلَاحٌ لِقِتَالٍ، وَلَا يُخْبَطُ فِيهَا شَجَرَةٌ إِلَّا لِعَلَفٍ، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي مُدِّنَا، اللَّهُمَّ اجْعَلْ مَعَ الْبَرَكَةِ بِرْكَتَيْنِ»

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan kota Me­kah, maka dia menjadikannya sebagai tanah suci. Dan sesung­guhnya aku mengharamkan Madinah di antara kedua batasnya sebagai tanah suci agar tidak dialirkan darah padanya, tidak bo­leh membawa senjata ke dalamnya untuk peperangan, tidak bo­leh memotong sebuah pohon pun darinya kecuali hanya untuk makanan ternak. Ya Allah, berkatilah bagi kami kola Madinah kami. Ya Allah, berkatilah bagi kami takaran kami. Ya Allah, berkatilah bagi kami takaran mud kami. Ya Allah, jadikanlah bersama keberkatan ini dua kali lipat keberkatan.” (HR. Muslim)

Hadis yang membahas dijadikannya Madinah sebagai kota suci cukup banyak. Di sini hanya menyebutkan beberapa saja, yang berkaitan dengan pengharaman Nabi Ibrahim ‘alaihi as-salam terhadap kota Mekkah, sesuai dengan ayat ini. Dan orang-orang berpendapat bahwa pengharaman kota Mekkah itu diberikan melalui lisan Nabi Ibrahim ‘alaihi as-salam, berpegang pada hadis-hadis tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa kota Mekkah menjadi haram (suci) sejak diciptakannya bumi. Dan inilah pendapat yang lebih jelas, dan kuat. Ada juga hadis lain yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala telah mengharamkan kota Mekkah sebelum penciptaan langit dan bumi, sebagaimana yang dijelaskan dalam Kitab Sahih Al-Bukhari dan Muslim melalui sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda pada waktu pembebasan kota Mekkah:

«إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ، وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ، وَلَا يَلْتَقِطُ لُقَطَتَهُ إِلَّا مَنْ عَرَّفَهَا وَلَا يُخْتَلَى خَلَاهَا» فَقَالَ العباس: يا رسول الله: إلا الإذخر ، فإنه لِقَيْنِهِمْ وَلِبُيُوتِهِمْ، فَقَالَ: «إِلَّا الْإِذْخِرَ»

Artinya: “Sesungguhnya negeri ini (Mekah) telah diharamkan (dijadikan suci) oleh Allah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi, ma­ka negeri ini tetap suci sejak disucikan oleh Allah hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya negeri ini tidak dihalalkan peperang­an di dalamnya oleh seorang pun sebelumku, tidak dihalalkan olehku kecuali sesaat dari siang hari. Maka negeri ini tetap suci sejak disucikan oleh Allah hingga hari kiamat. Pepohonannya ti­dak boleh ditebang, binatang buruannya tidak boleh diburu, ba­rang temuannya tidak boleh diambil kecuali bagi orang yang hendak mengumumkannya, dan rerumputannya tidak boleh di­cabut.” (HR. Al-Bukhari) Ibnu Abbas mengatakan: “Ya Rasulullah, kecuali idzkhar (jenis tumbuhan yang harum aromanya, ilalang), karena dibutuhkan oleh tukang besi, dan juga untuk rumah-rumah mereka.” Maka beliau pun bersabda: “Ya, kecuali ilalang.” (HR. Muslim)

Dari Abu Syuraih Al-Adawi, ia pernah mengatakan kepada Amr bin Sa’id, yang mengirimkan utusan ke Mekkah, “Izinkanlah aku, wahai Amir untuk memberitahu kepadamu ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada keesokan harinya setelah hari pembebasan kota Mekkah, yang aku dengar langsung dengan kedua telingaku, kupahami hingga lubuk hatiku, dan kusaksikan dengan kedua mataku ketika beliau menyampaikannya. beliau memanjatkan pujian kepada Allah Ta’ala, lalu beliau bersabda:

«إن مكة حرمها الله ولم يحرمها النَّاسُ، فَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخر أن يسفك بها دما، ولا يعضد بِهَا شَجَرَةً، فَإِنْ أَحَدٌ تَرَخَّصَ بِقِتَالِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُولُوا: إِنَّ اللَّهَ أَذِنَ لِرَسُولِهِ وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ. وَإِنَّمَا أَذِنَ لِي فِيهَا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، وَقَدْ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ كَحُرْمَتِهَا بِالْأَمْسِ، فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الغائب»

Artinya: “Sesungguhnya Mekah telah diharamkan oleh Allah, dan bukan diharamkan oleh manusia. Maka tidak halal bagi orang yangberiman kepada Allah dan hari kemudian mengalirkan darah pa­danya, dan menebang salah satu dari pepohonannya. Jika adaseseorang mengatakan mengapa diberikan rukh.yah kepada Ra­sulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melakukan peperangan di dalamnya? Maka katakanlah bahwa sesungguhnya Allah hanya mengizinkan kepa­da Rasul-Nya dan tidak memberi izin kepada kalian. Sesungguh­nya yang diizinkan kepadaku untuk melakukan peperangan di da­lamnya hanyalah sesaat dari slang hari. Adapun sekarang, kola Mekah telah kembali menjadi haram seperti keharamannya ke­marin. Maka hendaklah orang yang menyaksikan maklumat ini menyampaikannya kepada orang yang tidak hadir.”

Maka ditanyakan kepada Abu Syuraih: “Apakah yang dikatakan Amir kepadamu?” Ia menjawab: “Aku lebih mengetahui hal itu daripada kamu, wahai Abu Syuraih. Sesungguhnya Tanah Haram tidak melindungi orang yang durhaka, dan tidak pula orang yang melarikan diri karena membunuh dan tidak pula karena menimbulkan kerusakan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Jika yang demikian itu sudah diketahui, maka tidak ada pertentangan antara hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala telah mengharamkan Mekkah pada hari penciptaan langit dan bumi dengan hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihi as-salam membangunnya, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah tertulis di sisi Allah Ta’ala sebagai nabi terakhir, dan bahwa Nabi Adam ‘alaihi as-salam akan terlempat (diturunkan) ke tanah-Nya. Namun demikian, Nabi Ibrahim ‘alaihi as-salam berdoa: “Ya Rabb kami, utuslah kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri.” Maka Allah Ta’ala pun mengabulkan doa Ibrahim tersebut (dengan mengutus Rasul) yang sudah ada dalam pengetahuan-Nya dan menjadi ketentuan-Nya.

Firman-Nya (رب اجعل هذا بلدا آمنا) artinya, aman dari rasa takut. Maksudnya, penduduknya tidak merasa takut. Dan Allah Ta’ala telah memenuhi hal itu baik menurut syariat maupun takdir. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Ali Imran ayat 97 yang artinya: “Barangsiapa yang memasukinya (Baitullah) maka ia akan aman.” Juga firman-Nya dalam Surah Al-Ankabut ayat 67 yang artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedangkan manusia sekitarnya rampok-merampok.” Dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya, dan telah dikemukakan sebelumnya hadis-hadis yang mengharamkan peperangan di sana. Dalam Kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Jabir, ia menceritakan, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«لَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَحْمِلَ بِمَكَّةَ السِّلَاحَ»

Artinya: “Tidak diperbolehkan bagi seorang pun untuk membawa senjata di Mekkah.”

Dalam Surah Al-Baqarah ini, Ibrahim ‘alaihi as-salam berdoa ini yang artinya, jadikanlah tempat ini sebagai negeri yang aman. Doa itu tepat, karena doa ini diucapkan sebelum pembangunan Ka’bah. Dan dalam Surah Ibrahim ayat 35, Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa: ‘Ya Rabb-ku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman.’” Hal ini pun sesuai (tepat), karena kemungkinan doa ini dipanjatkan untuk kedua kalinya setelah pembangunan Baitullah (Ka’bah), dan didiami oleh para penghuninya, serta seetlah kelahiran Ishak, yang usinya tiga belas tahun lebih muda daripada Ismail. Oleh karena itu pada akhir doanya, Nabi Ibrahim ‘alaihi as-salam (mengucapkan) sebagaimana dalam Surah Ibrahim ayat 39 yang artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku benar-be­nar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.”

Firman-Nya (وارزق أهله ... وبئس المصير), Abu Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Rabi’ bin Anas, dari Abu Al-Aliyah, dari Ubay bin Ka’ab, ia mengatakan, “(Kalimat) ini adalah ucapan Allah Ta’ala. Hal itu juga menjadi pendapat Mujahid dan Ikrimah. Dan hal ini pula yang dibenarkan oleh Ibnu Jarir.

Firman-Nya (ثم اضطره إلى عذاب النار وبئس المصير) artinya, setelah diberikan kenikmatan dan dibentangkan baginya kemewahan hidup di dunia, kemudian digiring menjalani siksa neraka, dan neraka adalah seburuk-buruknya tempat kembali. Maksudnya, Allah Ta’ala menunda dan memberikan tangguh kepada mereka, kemudian menyiksan mereka sebagai balasan dari Allah yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Hajj ayat 48 yang artinya: “Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, yang penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Kulah kembalinya (segala se­suatu).” Dalam kitab Sahih Al-Bukhari dan Muslim terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

«لَا أَحَدَ أَصْبَرُ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا وَهُوَ يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ»

Artinya: “Tiada seorang pun yang lebih sabar daripada Allah alas gang­guan yang menyakitkan pendengarannya; sesungguhnya mereka menganggap Allah beranak, tetapi Allah tetap memberi mereka rezeki dan kesehatan kepada mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan dalam hadis sahih diriwayatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ»

Artinya: “Sesungguhnya Allah benar-benar menangguhkan orang yang za­lim, dan manakala Allah mengazabnya, niscaya Allah tidak akan membiarkannya lobos (dari azab-Nya).”

Kemudian beliau membacakan firman-Nya Surah Huud ayat 102 yang artinya: “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya ituadalah sangat pedih lagi keras.”


PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)