BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

وَلَن تَرۡضَىٰ عَنكَ ٱلۡيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمۡۗ قُلۡ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلۡهُدَىٰۗ وَلَئِنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَ ٱلَّذِي جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِيّٖ وَلَا نَصِيرٍ ١٢٠

Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa kaum Yahudi Madinah dan Kaum Nasrani Najran mengharap agar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat menghadap kiblat mereka. Ketika Allah Ta’ala membelokkan kiblat ke arah Ka’bah, mereka merasa keberatan. Mereka berkomplot dan berusaha supaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyetujui kiblat sesuai dengan agama mereka. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada Nabi Muhammad walaupun keinginannya dikabulkan.” (Diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi yang bersumber dari Ibnu Abbas)

Firman-Nya (ولن ترضى عنك اليهود ولا النصارى حتى تتبع ملتهم), Ibnu Jarir mengatakan: “Artinya, ‘Hai Muhammad, orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu selamanya, karena itu tidak usah lagi kau cari hal yang dapat menjadikan mereka rela dan sejalan dengan mereka. Akan tetapi arahkan perhatianmu untuk mencapai ridha Allah Ta’ala dengan mengajak mereka kepada kebenaran yang kamu diutus dengannya.” Lafaz kalimat (حتى تتبع ملتهم), mayoritas para fuqaha menggunakan kalimat ini sebagai dalil bahwa semua kekufuran itu adalah satu agama, karena Allah Ta’ala telah menggunakan kata agama (millah) dalam bentuk tunggal seperti difirmankan Allah Ta’ala dalam Surah Al-Kafirun ayat 6 yang artinya: “Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku.”

Berdasarkan hal itu, tidak ada saling mewarisi harta warisan antara orang-orang Muslim dengan orang-orang kafir. Sementara masing-masing dari mereka berhak mengambil warisan dari kaum kerabatnya baik yang satu agama maupun tidak (asal bukan agama Islam) karena mereka semua adalah satu kepercayaan/agama. Ini merupakan pendapat Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad dalam sebuah riwayatnya. Dalam riwayat lain, Imam Ahmad berpendapat seperti pendapat Imam Malik bahwa antara dua pemeluk agama yang berbeda tidak boleh saling mewarisi, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Firman-Nya (قل إن هدى الله هو الهدى) artinya, “Katakanlah, wahai Muhammad, sesungguhnya petunjuk Allah Ta’ala yang Dia telah mengutusmu dengannya adalah petunjuk yang sebenarnya, yaitu agama lurus, benar, sempurna dan menyeluruh.” Ibnu katsir mengatakan bahwa ada sebuah hadis dikeluarkan dalam kitab Sahih dari Abdullah bin ‘Amr, dari Qatadah yang meriwayatkan, telah disampaikan kepada kami bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

"لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْتَتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ"

Artinya: “Segolongan orang dari kalangan umatku masih terus-menerus berperang dalam rangka membela perkara yang hak, tiada membuat mereka mudarat orang-orang yang menentang mereka hingga datang perintah Allah (hari kiamat).”

Firman-Nya (ولئن اتبعت أهواءهم بعد الذي جاءك من العلم مالك من الله ولي ولا نصير) artinya, dalam ayat ini terdapat ancaman keras bagi umat yang mengikuti cara-cara orang-orang Yahudi dan Nasrani setelah umat ini mengetahui isi Alquran dan As-Sunnah. Sasaran pembicaraan dalam ayat ini ditujukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi perintahnya ditujukan kepada umatnya. 


PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)