BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

L. Alasan-Alasan Boleh Meninggalkan Shalat Berjamaah dan Shalat Jumat

Seseorang boleh meninggalkan shalat Jumat dan berjamaah sehingga tidak menjadi wajib karena sebab-sebab berikut (Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 519; Muraqil Falah halaman 48; Al-Bada’i jilid 1 halaman 155; Mughnil Muhtaj halaman 234-236; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 94; Al-Majmu’ jilid 4 halaman 100-102; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 583-587; Al-Hadramiyyah halaman 66; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 69; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 514-516).

1. Seseorang mengidap penyakit yang membuatnya sulit untuk pergi, seperti hujan

Meskipun, tidak lantas menghapus kewajiban untuk tetap melakukan shalat fardhu. Berbeda halnya jika sakitnya itu ringan, seperti sakit kepala ringan, demam ringan, maka tidak mendapat udzur. Udzur lainnya juga, yaitu merawat orang yang tidak ada yang mengurusnya meski bukan kerabat atau sejenisnya. Karena, menghilangkan kesusahan orang termasuk hal-hal penting. Ditambah lagi, menderita karena tidak memiliki kerabat itu lebih besar daripada kehilangan harta. Contoh bukan kerabat adalah isteri, besan, teman, dan ustadz.
Adapun dalil sebab sakit adalah firman Allah Ta’ala yang berbunyi, “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Al-Hajj: 78) Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang sakit, beliau tidak pergi ke masjid, seraya bersabda, “Perintahkanlah Abu Bakar untuk mengimami orang-orang.” Muttafaqun ‘alaihi.
Sebab, tidak pergi ke masjid karena takut timbulnya penyakit lagi, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menafsirkan udzur itu dengan rasa takut dan sakit.” HR. Abu Dawud dan lainnya. Dalam jalur sanad hadis tercantum seorang laki-laki pembohong, tetapi Abu Dawud tidak memasukkannya ke dalam hadis dhaif.
Dengan begitu, shalat jamaah tidak lagi wajib atas orang sakit, lumpuh, sakit menahun, putus tangan dan kaki secara terpisah, ataupun kaki saja, orang cacat, orang tua renta lemah, dan orang buta; meski ada orang yang menuntunnya, menurut Hanafi. Akan tetapi, orang buta yang dituntun tidak boleh udzur lagi menurut Hambali, Maliki, dan Syafi'i untuk meninggalkan shalat Jumat, dan tidak berlaku untuk shalat jamaah, seperti yang akan datang penjelasannya.

2. Bila seseorang merasa khawatir akan adanya bahaya

Bahaya terhadap diri, harta, harga diri, ataupun mengidap penyakit yang membuatnya susah untuk pergi seperti yang telah disebutkan di atas. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa saja yang mendengar panggilan (adzan), lalu tidak menjawabnya, maka shalatlah tidak sah kecuali karena ada udzur.”
Para sahabat lantas bertanya, “Rasulullah, apa udzur itu?” Beliau menjawab, “Takut dan sakit.”
Dengan begitu, tidak lagi wajib shalat jamaah dan Jumat karena takut terhadap orang yang zalim, penjara yang menyusahkan, menemani orang yang memiliki utang yang menyusahkan, tidak berpakaian, takut siksaan yang diharapkan bisa ditinggalkan seperti teguran dari Allah Ta’ala atau manusia biasa, terkena hukum qishash, terkena cambukan atas tuduhan palsu yang masih bisa dimaafkan jika menghilang selama beberapa hari, dan takut menambah sakit ataupun memperlambat proses penyembuhannya.
Jika seseorang yang sedang sakit tidak berbahaya untuk pergi ke masjid, baik dengan menunggang hewan, digendong, atau seseorang bersuka rela untuk memboncengnya, menggendongnya, ataupun menuntunnya jika ia seorang yang buta, maka menurut Hambali, Maliki, dan Syafi'i, orang tersebut terkena kewajiban pelaksanaan shalat Jumat. Karena, shalat Jumat tidak berulang seperti halnya shalat berjamaah. Shalat berjamaah dan Jumat tidak lagi wajib sebab takut dari terputusnya teman di perjalanan, meski hanya perjalanan santai, atau takut hilangnya harta seperti roti di tungku, masakan di atas api, dan lain-lain. Atau juga, takut tertinggal kesempatan, seperti takut bila seseorang yang menunjukkannya pada barang hilang di suatu tempat itu akan pergi ketika ia pergi shalat.

3. Hujan, tanah berair, cuaca sangat dingin, panas waktu zhuhur, angin kencang di malam tidak di siang hari, dan suasana yang sangat gelap

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, ia berkata, “Jika kami sedangbersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu perjalanan, di mana malamnya sangat gelap atau turun hujan, maka akan ada orang yang menyeru, “Shalatlah di tempat singgah kalian dan salju, serta hujan es.” HR Bukhari dan Muslim. Adapun teks hadits dari mereka berdua, "Hendaknya jangan shalat di tempat singgah." Diriwayatkan pula oleh lbnu Majah dengan jalur sanad yang shahih, tetapi tidak mengatakan, "di perjalanan." Ada juga hadits lainnya dalam bab Maudhuu' (Nailul Authaar  jilid 3 halaman 155).

4. Membuang dua hajat; BAB(Buang Air Besar) dan BAK (Buang Air kecil) atau salah satu dari keduanya

Karena, jika dua hajat tersebut tidak dituntaskan, maka dapat mengurangi kesempurnaan dan kekhusyukan shalat. Atau, dihidangkannya makanan yang sedang diinginkannya, atau lapar dan haus yang sangat. Berdasarkan hadits Anas yang terdapat dalam dua kitab Shahih, “Janganlah kalian terburu-buru sampai selesai darinya.”
Berikutnya, ingin pergi, takut tertinggal rombongan, yaitu sedang melakukan persiapan untuk sebuah perjalanan bersama teman perjalanan. Adapun perjalanan itu sendiri bukanlah sebuah udzur. Selanjutnya, rasa ngantuk dan lelah. Karena, pernah ada seseorang yang shalat bersama Mu'adz, lalu orang tersebut berpisah dan shalat sendiri ketika Mu'adz terlalu lama shalatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyalahkan orang tersebut sama sekali, ketika diceritakan tentang kejadian itu. Namun, sabar dan ulet dalam melawan rasa kantuk dan lebih memilih shalat beriamaah itu akan lebih utama, karena akan mendapatkan keutamaan shalat berjamaah. Hanafi menambahkan udzur lainnya, “Kesibukannya dengan fiqih, tidak dengan lainnya.”

5. Memakan barang yang bau dan menjijikkan jika sulit untuk dihilangkan bekasnya

Dimakruhkan bagi orang yang makan bawang putih, bawang merah, lobak merah, dan semisalnya untuk hadir ke masjid sampai bau dari semua itu hilang. Karena, malaikat merasa terganggu dengan bau semuanya. Hal ini berdasarkan hadits, “Siapa yang makan bawang putih ataupun bawang merah, hendaknya menyingkir dari kami, menyingkir dari masjid kami, atau duduk saja di rumahnya.” HR Bukhari dan Muslim, dari Jabir dalam teks lain, "Siapa yang makan buah dari pohon buruk ini, maka jangan mendekati tempat shalat kami."

6. Tertahan di suatu tempat

Berdasarkan firman Allah Ta’ala yang berbunyi, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya....” (Al-Baqarah: 286)

7. Tambahan Imam Syafi’i

Asy-Syafi'i menambahkan untuk udzur adalah runtuhnya atap pasar, gempa bumi, angin panas siang atau malam, sedang mencari barang hilang yang ingin ditemukannya, berusaha mengembalikan barang yang diambil tanpa izin pemiliknya, kelebihan lemah dan rasa gundah yang bisa menghilangkan khusyuk, sibuk mengurusi mayat, ada orang yang akan mengganggunya di tengah jalan ataupun di dalam masjid, malam pengantinnya untuk shalat malam, imam yang terlalu lama melakukan shalatnya dari waktu normal, meninggalkan sunnah yang dimaksud, imam cepat dalam membaca sedang makmum pelan sekali, atau imam kepada orang yang dimakruhkan untuk mengikutinya, atau juga takut terkena fitnah darinya atau karenanya.
Madzhab Hambali, mendukung mereka dalam udzur karena imam terlalu lama, atau malam pengantin. Kewajiban shalat Jumat dan berjamaah gugur menurut Maliki selama enam hari bila karena pengantin, tetapi tidak lagi gugur bagi pengantin pada hari ketujuh, menurut pendapat yang terkenal.
Mereka juga menambahkan, seperti halnya pendapat Syafi'i, boleh meninggalkan shalat Jumat ataupun berjamaah bagi orang yang terkena hukum qishash, jika masih diharapkan maafnya, orang yang terkena cambukan atas tuduhan palsu, jika masih diharapkan maafnya juga. Karena, itu adalah hak manusia. Adapun siapa yang terkena hukuman karena hak Allah Ta’ala seperti hukuman berzina, minum minuman keras, dan memotong tangan pencuri maka tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat Jumat ataupun shalat berjamaah. Karena, hukuman-hukuman terakhir tidak ada maafnya, berbeda dengan hukum qishash.
Ringkasan dari hal-hal yang bisa menggugurkan kewajiban hadir saat shalat berjamaah menurut Hanafi adalah satu dari delapan belas perkara; hujan, dingin, takut, gelap, tertahan, kebutaan, cacat, putus tangan dan kaki, sakit, lumpuh, tanah berair, penyakit kronis, ketuaan, berulangnya fiqih pada jamaah yang ditinggalnya, dihidangkannya makanan yang diinginkannya, ingin pergi, merawat sakit, angin kencang pada malam atau siang hari. Jika sampai tidak mengikuti shalat berjamaah karena ada udzur yang dibolehkan, maka ia tetap mendapat pahala.



PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab


########## 
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)

The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)