Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
J. Seorang Mushalli yang telah Melakukan Shalat Sendiri
lalu Mengulang Shalatnya dengan Berjamaah
Para ahli fiqih sepakat bahwa orang yang telah
melakukan shalat dengan sendiri untuk mengulang shalatnya secara berjamaah dan shalatnya
yang kedua menjadi sunnah, untuk mengamalkan apa yang terdapat dalam sunnah
dalam hadits Yazid bin Aswad. Juga hadits lainnya, bahwa ada seorang laki-laki
yang datang ke masjid setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai melaksanakan
shalat Ashan lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa
yang ingin bersedekah atas orang ini, maka shalatlah bersamanya.” Lalu, ada
seseorang yang shalat bersamanya. HR. Ahmad dan Abu Dawud. At-Tirmidzi
mengategorikannya sebagai hadis hasan, dari hadis Abu Sa’id Al-Khudri dan jalur
sanadnya baik.
Akan tetapi, para ahli fiqih memberikan detail
penjelasan dalam mengulang shalat itu.
Hanafi (Fathul Qadir jilid 1 halaman
337) berpendapat, seorang mushalli yang telah melakukan shalat dengan sendiri boleh
mengulang shalatnya bersama imam secara berjamaah. Namun, shalatnya yang kedua itu
adalah sunnah, berdasarkan hadits Yazid bin Aswad yang telah disebutkan dalam pembahasan
mendapatkan keutamaan shalat fardhu. Juga, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada dua orang yang berada di barisan paling belakang di mana
mereka berdua tidak shalat Zhuhur bersama Nabi, “Jika kalian berdua sudah
shalat dalam perjalanan kalian, lalu kalian memasuki masjid sedang ada shalat
berjamaah di dalamnya, maka shalatlah kalian berdua bersama mereka. Karena,
kalian akan mendapatkan pahala sunnah shalat kedua kalian itu.”
Jika shalat yang diulang itu dianggap sebagai sunnah,
maka diberlakukan hukum shalat sunnah. Namun, dimakruhkan untuk mengulang
shalat Ashar, karena dilarang mengerjakan shalat sunnah setelah dilaksanakannya
shalat Ashar. Juga, dimakruhkan melakukan shalat sunnah setelah sunnah, jika jamaah
shalat itu hingga mencapai tiga kali. Jika tidah maka tidak dimakruhkan bila
mereka mengulang shalatnya tanpa adzan. Tetapi, dimakruhkan secara muflak jika
mereka mengulangi shalatnya dengan adzan. Namun, dibolehkan jika imamnya
melakukan shalat fardhu, bukan sunnah. Karena, shalat sunnah di belakang shalat
fardhu tidak dimakruhkan.
Maliki (Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman
137; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 68; Asy-Syarhush Shaghir jilid
1 halaman 437) berpendapat, siapa yang sudah melakukan shalat secara berjamaah,
maka tidak perlu mengulanginya lagi dalam jamaah lainnya. Kecuali, jika
seseorang memasuki tiga masjid, maka ia dianjurkan untuk mengulanginya. Siapa
saja yang sudah shalat dengan sendiri, maka boleh mengulang shalatnya secara berjamaah;
dua orang atau lebih, tidak boleh hanya bersama satu orang saja. Kecuali jika imamnya
adalah imam tetap masjid setempat, maka ia boleh mengulang shalat bersamanya. Karena,
imam shalat tetap itu seperti jamaah. Seluruh shalat boleh diulang kecuali
shalat Maghrib dan Isya setelah melakukan shalat Witir, maka diharamkan untuk
mengulang lagi shalat Isya-nya hanya demi mendapatkan keutamaan berjamaah.
Adapun shalat Maghrib, tidak boleh diulang. Karena bila shalat Maghrib kedua
digabung dengan shalat Maghrib pertama, maka akan menjadi shalat genap. Sebab, shalat
yang diulang itu dihukumi sebagai shalat sunnah, sedang shalat Isya boleh
diulang sebelum melakukan shalat Witir tetapi tidak boleh setelah melakukan
shalat Witir. Karena, jika seseorang mengulang lagi shalat Witirnya, maka ia
bertentangan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidak ada
dua Witir dalam satu malam.” Tetapi jika ia tidak mengulang shalat
Witirnya, maka ia bertentangan dengan, “Jadikanlah shalat terakhir kalian di
malam hari itu adalah shalat Witir.”
Setiap orang yang melakukan shalatnya dengan
sendiri, boleh mengulang shalatnya lagi. Kecuali, orang yang telah melakukan
shalatnya dengan sendiri pada salah satu dari tiga masjid, maka tidak
dianjurkan baginya untuk mengulang shalatnya lagi secara berjamaah di luarnya.
Tetapi, dianjurkan mengulangnya secara berjamaah di dalam masjid.
Seseorang yang boleh mengulang shalatnya, jika
sebelumnya ia menjadi makmum. Tetapi, tidak sah jika pada shalat sebelumnya ia menjadi
imam seperti pendapat Hanafi. Orang yang mengulang shalatnya boleh berniat
shalat fardhu, sebagai ganti untuk Allah untuk menerima salah satu dari dua
shalatnya itu.
Syafi'i (Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman
233; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 95) berpendapat, disunnahkan bagi orang
yang telah melakukan shalat dengan sendiri, juga secara berjamaah, menurut
pendapat yang paling kuat, untuk mengulang shalat fardhu dengan niat shalat
fardhu, menurut pendapat yang paling kuat, bersama seseorang ataupun jamaah
yang didapatinya pada waktu shalat, meski hanya satu rakaat saja, menurut
pendapat yang kuat. Meskipun, saat pelaksanakan shalat yang diulang itu adalah waktu
yang dimakruhkan. Adapun pengulangan shalat itu hanya boleh sekali saja,
menurut pendapat yang kuat. Tetapi, tidak disunnahkan untuk mengulang shalat
nadzar ataupun shalat jenazah. Karena, tidak ada shalat sunnah untuknya.
Disyaratkan untuk orang yang mengulang shalat fardhu. Hendaknya shalat keduanya
itu sah dan tidak perlu diqadha, dan tidak boleh menyendiri dari barisan shalat
pada saat bertakbiratul ihram untuk shalat keduanya, jika ia masih bisa untuk
masuk ke dalam barisan. Hendaknya juga, shalat kedua itu dilakukan dengan berdiri
bagi yang mampu. Hendaknya jamaah itu dilakukan dalam kebenaran bagi orang yang
mengulangnya. Tetapi jika kosong dari kebenaran, maka jangan mengulangnya pada
selain kezaliman. Sah saja bila orang yang mengulang itu sebagai imam.
Jika seseorang telah shalat dan mengulang lagi
shalatnya bersama jamah, maka shalat fardhunya adalah pada shalat pertama,
menurut pendapat yang terbaru, berdasarkan hadits Yazid bin Aswad. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menganggap shalat kedua sebagai sunnah, karena orang itu
telah menghapus kewajiban shalat fardhu pada shalat pertamanya. Dengan begitu,
shalat keduanya itu adalah sebagai sunnah. Ia juga boleh berniat untuk
mengulang shalat fardhu, agar shalatnya hanya tidak sunnah semata.
Hambali (Kasysyaful Qina’ jilid 1
halaman 537) berpendapat, disunnahkan bagi orang yang sudah menunaikan shalat
fardhu dengan sendiri atau berjamaah untuk mengulang lagi shalatnya. Jika
shalat berjamaah akan dilangsungkan dan dia berada di masjid tersebut, meskipun
waktu mengulang shalat itu adalah waktu terlarang; baik mengulangnya bersama
imam tetap ataupun orang lain nya. Kecuali shalat maghrib, maka tidak
disunnahkan untuk mengulangnya lagi. Karena, mengulang shalat itu hanyalah
mencari sunnah saja. Namun dengan seseorang mengulang lagi shalat maghrib, maka
jumlah rakaat shalat maghrib tidak ganjil lagi. Dengan begitu, shalat pertama
yang telah dilakukan oleh seseorang itu adalah shalat fardhu, berdasarkan
hadits Yazid bin Aswad, lalu berniat untuk shalat yang kedua sebagai
pengulangan. Karena, shalat pertama telah menghapus kewajiban shalat fardhu.
Bila seseorang berniat melakukan shalat sunnah ketika ia mengulang shalatnya, maka
sah saja karena sesuai dengan kenyataan. Contoh, jika seseorang berniat
melakukan shalat zhuhur pada saat mengulang shalatnya maka sah, meskipun tetap
menjadi shalat sunnah.
Adapun orang yang sedang berada di luar masjid,
lalu ia melihat shalat berjamaah akan dilangsungkan, bila saat itu adalah waktu
yang dilarang, maka ia tidak disunnahkan untuk masuk sampai shalat selesai. Ia
juga diharamkan untuk mengulang shalatnya dan tidak sah; baik niat dia masuk ke
masjid agar bisa mendapatkan pahala jamaah atau tidak. Namun, jika saat itu
bukan waktu yang dilarang lalu ia masuk ke masjid sengaja untuk mengulang shalatnya,
maka tidak disunnahkan kepadanya untuk mengulang shalat, Akan tetapi, jika ia
masuk ke masjid dan tidak berniat untuk mengulang shalatnya, maka pengulangan
shalat untuk kasus ini disunnahkan.
PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ATSAR
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ATSAR
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments